Contents
Tempat Dia Di Sini
Mimpi Buruk Bersamaan
Sesampainya di rumah, Ening bersih-bersih dan langsung menuju kamar. Namun saat akan membuka pintu, ia melihat mama nya ke arah dapur.
"Ma, mau ngapain?"
"Mau makan, lapar."
"Aku ambilikan ya Ma?"
"Tidak usah."
Tanpa bersapa lebih, sang mama langsung menuju dapur. Ening merasa heran dengan sikap mama nya, namun ia menyangkal fikirannya dengan,
"Mungkin mama lagi capek, jadi gitu responnya."
Sesampainya di kamar, Ening langsung merebahkan badan di kasur. Malam ini terasa panjang dan lelah, ditambah besok dia harus kuliah pagi, jadi ia memutuskan untuk tidur.
Entah di jam berapa, Ening terbangun. Dengan nafas yang terengah-engah, ia langsung dipeluk oleh sang mama.
"Sayang, ada apa ini? Kamu kenapa?"
"Ma, Ning takut"
Sang mama berusaha menenangkan Ening, sampai dirasa tenang, baru diajaknya mengobrol. Di sinilah, ia menceritakan apa yang sudah dialaminya beberapa minggu terakhir. Dari kejadian di kelas, hingga yang terakhir ini. Mamanya yang khawatir dengan anak semata wayangnya itu, tidak bisa membendung air mata dan mendekapnya erat.
"Tenang sayang, di sini ada mama ya. Mama janji, mama akan jagain kamu sayang. Jangan takut ya," ucap mama
Ening membalasnya dengan pelukan.
"Besok kita ke ustadz ya sayang,"
"Iya ma," jawabnya pelan
*Keesokkan Harinya
Pagi hari, Ening absen kuliah untuk menemui seorang ustadz. Sesampainya di sana, ia heran dan gagal fokus dengan salah satu kendaraan yang terparkir di depan rumahnya. Seperti mengenalnya, tapi punya siapa?
"Kenapa Ning, kamu melihat sesuatu?"
"Tidak Ma," ucapnya sembari tersenyum
"Ya sudah, ayo."
( Jeda )
"Assalamu'alaikum, permisi"
"Wa'alaikumsalam, silahkan masuk ibu Marni."
"Baik pak ustadz, ayo sayang."
Merekapun menuju ruang tamu.
"Aji."
"Ening," ucapnya terkejut
"Lo ngapain di sini? Pasti gara-gara kemarin ya?"
"Hust," ucap sang mama sembari menyentuh tangannya
"Ini rumah gue."
"Oh, rumah lo?"
"Iya."
"Maaf, gue tidak tahu."
"Iya tidak apa-apa, silahkan duduk."
Merekapun duduk dan menceritakan apa yang telah dialami Ening. Setelah selesai bercerita, Aji memberikan pernyataan yang membuatnya terkejut.
"Gue juga sama mimpinya kaya lo Ning."
"Serius?"
"Iya, serius. Ini baru di obati sama Ayah, tadi juga ada Danu. Dia sama kaya kita, tapi sekarang dia sudah pulang."
"Ini serius? Lo tidak becanda kan?"
"Tidaklah, untuk apa becanda?"
"Berarti kita bertiga..."
"Iya, mimpi nya sama."
"Astaga..."
Obrolan dihentikan oleh pak ustadz, dan proses ruqiah segera dilakukan. Memakan waktu kurang dari 1 jam, penyembuhan pun selesai. Terbilang cukup lama, pasalnya energi si sosok ini cocok dengan Ening. Setelah selesai, Ening mempertanyakan siapa dan darimana sosok itu berasal?
Betapa terkejutnya dia ketika mendengar jawabannya. Iya, sosok tersebut adalah Ningrum. Pak ustadz menceritakan sebab lainnya atau hal yang berhubungan dengan Ningrum.
*FLASHBACK*
Beberapa tahun yang lalu, ada seorang mahasiswa yang di bully oleh teman sekelasnya. Mereka mendorong si Ningrum dari atas tangga ruang loker, tepatnya di tangga sebelah timur. Untuk motifnya sendiri, saya tidak tahu. Dia tidak menceritakan.
----
Pak ustadz melanjutkan dengan,
"Dan "tolong" yang sering kamu dengar Ning, dia minta tolong ke kamu. Ada barang yang terlepas dari badannya ketika dia terjatuh. Dia meminta kamu mencarinya, sendiri."
Ening yang mendengar, sontak kaget dengan pernyataannya.
"Kenapa sendiri pak, sedangkan mimpi saya, Aji, dan Danu sama? Kenapa tidak bertiga saja yang mencari?"
"Danu dan Aji juga bermimpi yang sama karena agar mereka mengizinkan dan tahu alasan pastinya ketika kamu menuju ke loker tersebut sendiri."
"Tapi maaf pak, saya boleh bertanya lagi?"
"Tentu boleh, silahkan."
"Berarti yang berbaju putih dan seragam SMA sama kan?"
"Seragam SMA?"
"Iya pak."
"Beda, mereka sosok yang berbeda. Ening, kalau kamu ditampakkan sosok Ningrum dengan pakaian putih, itulah aslinya dia sekarang. Namun jika seragam SMA, sebisa mungkin kamu harus lari. Dia bukan Ningrum, dan dia adalah sosok negatif yang udah menyatu dengan arwahnya. Dia bisa berpura-pura sebagai Ningrum, karena dia juga memegang kendali atas arwah tersebut."
Selama menjelaskan, pak Ustadz menangkap jika sikap Ening berbeda. Tampaknya ini bukan dia.
"Ceritakan saya lagi dong," ucap Ening dengan suara nyaring
"Apa?"
"Ceritakan saya lagi," jawabnya
"Astagfirullah ini bukan Ening bu," ucap pak Ustadz kepada sang mama
"Ya Allah Ening," sapanya lembut sembari memegang lengannya
"Ibu, tolong ibu menjauh sebentar."
Sang ibu melepaskan pegangannya dan kembali memperhatikan anaknya diruqiah.
"Kamu mau ngapain," ucap sosok tersebut dengan suara berat yang diikuti tawa
"Aji, bantu Ayah nak?"
Dengan segera ia mengambil tasbih dan berdzikir. Terjadi perlawanan yang sangat besar, yang mengakibatkan beberapa barang bergerak. Sampai akhirnya,
"Allahhu Akbar," suara lantang yang diucapkan pak Ustadz
Setelah itu Ening tidak sadarkan diri. Beberapa menit kemudian, ia sadar dan diberikan secangkir air meneral. Dirasa semuanya kondusif, Ening dan mamanya pamit pulang. Tidak lupa, ia dibekali sebotol air yang sudah didoakan.