Contents
BAHAGIA UNTUK ANDIN
Bab 2. Kehidupan Andini
Andini Gumelar. Putri semata wayang dari pasangan pengusaha Tirta Gumelar, dan Soraya Pratiwi. Itulah status yang kini Andin sandang. Memiliki nama yang nyaris sama, tetapi kehidupan yang sungguh jauh berbeda. Segala yang Andini miliki adalah kehidupan yang selama ini Andin impikan. Dan siapa yang menyangka jika segala impian itu kini menjadi kenyataan, meski rasanya masih sulit untuk bisa dipercaya. Seandainya ini adalah sebuah kisah yang sedang terjadi di mimpinya, Andin berharap dia tidak pernah bangun. Biarkan dia terus tidur dan menikmati hidup mewah tanpa kekurangan.
"Sarapannya dimakan dulu, Non." Mbok Yus datang membawa nampan di mana di atasnya ada sebuah mangkuk, juga tiga gelas masing-masing berisi minuman yang berbeda. Ada jus buah, air putih serta susu, serta sepiring buah yang telah dipotong.
"Makasih, ya, Mbok." Andin segera turun dari kasurnya, pindah ke sofa yang terletak di samping jendela kamar.
"Mbok tinggal dulu, nanti kalau butuh apa-apa panggil aja, ya, Non." Mbok Yus segera pergi setelah Andin menganggukkan kepalanya.
"Mimpi kejatuhan apa coba gue?" bisik Andin dengan bibir tersungging bahagia, lalu segera menyantap bubur yang tersedia di mangkuk. Melahapnya sampai habis bubur yang rasanya sungguh nikmat itu.
"Dini!" Ketukan di pintu kamar mengurungkan niat Andin untuk meminum susunya. Gadis itu mengerutkan kening sembari menyerukan kata masuk pada tamunya yang entah siapa lagi kali ini.
"Gimana keadaan lo?" Seorang gadis muda dengan rambut sebahu tampak melangkah masuk. Ada sorot khawatir yang gadis itu tunjukkan, tetapi entah kenapa Andin merasa sorot itu seperti dibuat-buat, tidak tulus dari hati. Siapa gadis ini?
"Baik," jawab Andin dengan memaksakan seulas senyuman di bibirnya.
"Lo inget gue, kan, Din?" tanya gadis cantik itu saat menangkap sorot asing kini Andin tujukan untuknya.
Andin kembali memaksakan sebuah senyum muncul, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Ya ampun, Din, tega banget, si, lo ngelupain sahabat lo sendiri." Gadis itu memberengutkan wajahnya sembari menjatuhkan bokong di tempat kosong samping Andin.
"Sahabat?"
Gadis itu mengangguk sembari mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Juga manager lo," jawabnya sembari menyerahkan sebuah ipad beserta ponsel dengan merek terkenal ke arah Andin yang masih tampak bingung.
"Gue udah cancel semua pekerjaan lo sampai beberapa hari ke depan, jadi lo bisa gunain buat istirahat."
Andin menerima gadget yang disorongkan padanya. Apa ini miliknya?
"Itu baru, punya lo yang kemarin rusak parah, nggak bisa dibenerin."
Andin yang tidak paham hanya menganggukkan kepalanya saja. Dalam hati bersorak girang karena mendapatkan barang mewah yang selama ini dalam mimpi pun tidak berani dirinya bayangkan untuk bisa memilikinya.
"Lo beneran ilang ingatan?" tanya gadis yang belum Andin ketahui namanya ini. "Tapi kata dokter kondisi lo baik-baik aja. Bahkan saat pulang dari rumah sakit lo belum kayak gini."
Andin yang bingung hanya diam, apa yang bisa dijelaskan dengan kondisinya saat ini? Dia juga bingung kenapa bisa berada di tempat ini dan menjadi sosok lain.
"Nggak mungkin ketuker, kan? Lo nggak mungkin punya kembaran, kan?" Kecurigaan itu sempat membuat Andin takut. Namun, saat mengingat wajahnya kini berbeda, membuat Andin yakin kemungkinan itu tidak mungkin terjadi.
"Ya nggak bakalanlah, secara gue sendiri yang nganter lo sampai rumah," gumam gadis itu lagi menjawab pertanyaannya sendiri. "Ya udah, lo istirahat aja, nanti kalau ada yang mendesak gue hubungin. Di hape itu baru ada nomer gue doang."
Andin mengangguk dan hanya memerhatikan gadis yang—kini menoleh ke arahnya sembari membuka pintu kamar.
"Nama gue Elsa, jangan lupa," katanya sebelum menghilang di balik pintu yang tertutup. Andin akhirnya bisa mengembus napas lega, tetapi gadis itu mengerutkan kening saat lupa bertanya pekerjaan seperti apa yang kini Andini jalani. Bukankah tadi Elsa mengatakan jika beberapa pekerjaan untuk waktu ke depan sudah dicancel. Jadi apa profesi Andini ini?
*
Andini ternyata adalah seorang selebgram yang sedang naik daun saat ini. Banyak produk dengan merek terkenal sudah gadis itu endorse. Dan saat Elsa menyebutkan harga jasa yang Andini patok saat ini, mata Andin langsung melebar. Belum lagi saat mengetahui asset yang Andini miliki dari hasil kerjanya ini, Andin sungguh merasa sangat iri. Karena Andini yang sudah hidup berkecukupan bahkan lebih teramat mudah mendapatkan uang tambahan.
"Uang dari bokap nyokap lo aja nggak abis buat jajan gue satu tahun," ujar Elsa kemarin.
"Coba ini punya gue beneran," bisik Andin saat memeriksa total saldo di tabungan Andini, itu belum termasuk deposito dan nilai uang di akun bank lain. Meski kini berada di tubuh Andini, tetapi Andin tidak berani menganggap ini semua miliknya. Dia belum tahu kondisi seperti apa yang sedang dijalaninya saat ini. Bagaimana saat bangun nanti dia mendapati jika semua ini adalah mimpi belaka? Hal itulah yang membuat Andin sulit tidur selama satu minggu tinggal di rumah ini. Atau lebih tepatnya di takut untuk tidur.
Elsa : Besok lo bakalan kedatangan satu cowok, jangan kaget, itu cowok lo.
Pesan itu Elsa kirim beserta sebuah gambar seorang pemuda dengan nama Ricky.
Elsa : Kalian lagi berantem kemarin sebelum lo kecelakaan, tapi gue juga nggak tahu apa yang lo ributin. Lo cari aja penjelasannya dari Ricky.
Andin mengamati foto yang Elsa kirim, lalu bibir gadis itu tersungging saat mendapati seorang pemuda dengan wajah tampan ternyata berstatus sebagai kekasihnya. Sosok kekasih idaman yang selama ini selalu dikhayalkannya. Di kehidupannya yang dulu, mana ada pemuda yang mau mendekatinya? Misalkan ada juga memiliki ekonomi yang sama dengan dirinya. Bukannya Andin terlalu pemilih, hanya saja dia merasa tidak ada salahnya jika menginginkan seseorang yang mendamipinginya kelak adalah orang yang sudah mapan. Setidaknya kehidupannya tidak akan selalu kekuarangan.
"Mau papa apa, si!"
Andin terkesiap saat mendengar teriakan seorang wanita dari bawah. Bergegas gadis itu turun dari tempat tidur untuk mencari sumber keributan yang terjadi. Apalagi setelah teriakan itu terdengar suara pecahan benda yang seperti sengaja dibanting.
"Papa cuman minta waktu mama sehari! Tapi ke mana kemarin? Mama udah malu-maluin papa!"
Kali ini terdengar teriakan papa Andini. Sedikit gemetar, Andin membuka pintu kamar dan melongok ke bawah.
"Non, jangan keluar." Bisikan itu berasal dari Mbok Yus yang tampak tergopoh-gopoh menaiki tangga. "Ayo masuk lagi," ujar wanita setengah baya itu mendorong pelan tubuh Andin untuk masuk kembali ke kamarnya.
"Itu siapa, Mbok?" tanya Andin bingung. Dia tahu yang satu adalah papa Andini, sementara wanita itu baru dilihatnya hari ini.
"Itu mama, Non."
"Mama?" Andin merasa aneh karena sudah hampir satu minggu dan baru sekarang melihat sosok mama yang Andini miliki.
"Nyonya dari luar kota."
Andin mengangguk dan kembali terkesiap saat pecahan benda kali ini terdengar lebih nyaring dari biasanya. Lalu tidak lama deru mobil keluar dengan meraung-raung.
"Non harus terbiasa. Ini hal yang terjadi setiap hari kalau nyonya sama tuan ketemu. Itu juga yang ngebuat Non kabur hari itu sebelum kecelakaan."