Try new experience
with our app

INSTALL

Aladin On The Way (Season 2) 

Part 5

Bab 5 


Al dan Andin yang mendengar hanya diam dan tersenyum mendengar celoteh Mak konah 


"Sekarang sudah berapa bulan to Bu usia kandungannya?" tanya Mak Konah dengan gaya bicara medok khas jawa. 


"Lima bulan, Mak." 


"Wah wah ... Sudah lumayan besar ya m, Bu, tinggal sebentar lagi lahiran. Oiya Pak, usia kandungan segitu sebaiknya harus sering sering ditengok bayinya," ujar Mak Konah menyarankan.


"Ditengok? Gimana bisa nengok, Mak? Kan anaknya masih didalam perut? USG maksudnya? Mak Konah ada-ada aja," jawab Al bingung.


"Weleh Pak Al nggak paham ya, maksud saya ya ...," Mak Konah tertawa lebar membuat Al semakin kebingungan.


"Mak konah kenapa tertawa? Ketawain saya ya? Coba kalo berani ketawa lagi yang kenceng," celetuk Al marah.


Seketika wajah Mak konah berubah tegang karna takut. 


"Mas, jangan marah-marah dong, kasian Mak Konah jadi takut. Kamu sih kalau marah seperti mau makan orang," protes Andin.


"Ndin, saya kan cuma tanya kenapa Mak Konah malah ketawa " 


"Ya jelas Mak Konah ketawa, Mas, habis kamu lucu, masa kaya gitu aja nggak ngerti sih?" Andin pun mulai tertawa kecil melihat kepolosan suaminya.


"Kamu kok ikutan ketawa sih, Ndin?" 


"Mas, maksud Mak Konah itu, ya itu."


"Ya itu, itu apa?" 


"Masa harus aku perjelas sih, Mas?"  


Al mulai menangkap arah pembicaraan Andin, seketika Al mulai salah tingkah dan wajahnya terlihat menahan malu.


"Mak Konah sudah selesai?" tanya Al mulai tak nyaman dengen keberadaan Mak Konah. 


"Sudah Pak, saya permisi dulu," pamit Mak Konah.


"Ya, makasih ya, Mak."


"Sama-sama Pak, permisi Bu Andin."


Andin hanya tersenyum, Mak Konah pun pergi meninggalkan Al dan Andin di kamar mereka. Al naik ke tempat tidur dan duduk di sebelah Andin. 


"Makan sudah, minum vitamin juga udah, Oiya susu hamil kamu belum ada ya, Ndin, besok saya akan minta Bu Nini untuk belikan ya." 


"Iya, Mas."


"Sekarang istirahat ya, tidur, sudah malam. Ingat kata dokter jaga kesehatan kamu, bukan cuma buat kamu tapi demi anak kita juga 'kan?" perintah Al sembari membenahi selimut Andin. 


Andin tersenyum manis, Al membalas senyuman Andin, tangannya mengelus lembut rambut hitam Andin.


"Mas, jadi?" 


"Jadi apa," tanya Al dengan low tone khasnya. 


"Kamu ..., " Andien tersenyum menggoda sembari mengelus pipi Al dengan lembut.


"Saya kenapa, Ndin, Hem ...?"


"Kamu nggak pengen nengokin anak kita? biar anak kita kenal papanya sedari dalam kandungan," pinta Andin menggoda Al.


Al hanya terdiam, matanya menatap Andin dengan penuh kerinduan, pandangan mata yang hangat dan penuh cinta, yang selalu membuat Andin tak kuasa menahan diri tuk larut dalam pelukan Al. 


Tangan Al perlahan membelai lembut wajah cantik Andin, memberikan sentuhan cinta yang sudah lama tak ia berikan pada istrinya. 


Suasana semakin sunyi dan sepi, malam semakin larut, bagitu juga sepasang suami istri yang sedang memadu kasih yang semakin larut dalam hangatnya gelora asmara. Dalam sunyinya malam. sayup-sayup terdengar suara yang mampu getarkan jiwa dan menumbuhkan hasrat. 


"Mas ... pelan-pelan ya," bisik Andin.


"Iya, Ndin, kamu rileks aja ya ... Bismillah," ucap Al kemudian memulai aksinya. 


***Fyg


Sinar Surya menyeruak menyilaukan mata. 

Memberi kehangatan pada kedua insan yang sedang berbunga-bunga, memanjakan keduanya dengan kehangatan nyata, memupuk cinta yang semakin hari semakin merekah. 


Al mengerjapkan matanya sejenak, mengembalikan sisa-sisa kesadarannya. 

Ia menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, memandang mutiara indahnya yang tampak semakin bersinar. 


"Dalam keadaan terlelap pun kamu terlihat sangat cantik dan mempesona, Ndin," bathin Al seraya merapihkan anak rambut Andin. 


Andin tampak tertidur lelap, nampaknya pertempuran malam mereka menguras banyak tenaga dan energinya. Mungkin karena mereka telah terlalu lama memendam rindu yang dirasa. 


Pelan-pelan Al beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Tak mau membangunkan Andin dengan suara bisingnya, Al berjalan mengendap-endap laksana seekor kucing yang sedang berencana mencuri ikan milik tuannya. 


Tak berselang lama, Al keluar dari kamar mandi. Tampak Andin masih tertidur pulas. 

Al tersenyum dari kejauhan memandang istrinya yang tidur nyenyak kelelahan. 

Ia lalu melanjutkan aktifitasnya untuk berganti baju dan merawat dirinya. 


Al kembali duduk di sisi Andin, memandangi wajah teduh Andin dalam tidurnya. 


"Sejak hamil Andin memang tampak lebih berisi, namun hal itu sama sekali tidak mengurangi kecantikannya, bahkan aura kecantikannya semakin menguar," puji Al mengelus kepala Andin pelan. 


Merasa tidurnya terusik, Andin pun mulai mengerjapkan matanya. 


"Selamat pagi, Istriku," sambut Al dengan senyuman. 


"Mas Al? Kamu udah rapih aja, Mas? Aku kesiangan ya? Kok kamu nggak bangunin aku sih, Mas?" Andin memberondong Al dengan berbagai pertanyaan.


"Jadi saya jawab yang mana dulu ini pertanyaannya? "


Andin menoleh ke kanan dan ke kiri. Tampak hari sudah sangat cerah. 

"Kok kamu nggak bangunin aku sih, Mas? Tanyanya sekali lagi." 


"Untuk apa saya bangunin kamu? Kamu mau ngapain emang? Hem?" cerca Al. 


Andin mendengus kesal. 

"Aku mau lihat matahari terbit Mas ...,"


"Kan bisa besok Andini Kharisma Putri."


"Tapi aku pengennya sekarang, Mas," 

Andin memasang raut sedihnya. 


"Oke ... Oke, saya minta maaf, jangan sedih ya, kasian anak kita kalau mamahnya sedih," ucap Al seraya mengelus pelan perut buncit Andin. 


Andin hanya terdiam, dan masih tetap dengan raut wajah kesalnya. 


"Maaf ... Saya nggak tau kalau kamu pengen lihat matahari terbit, karena kamu nggak ada bilang apa-apa sama saya. Lagipula saya juga tadi bangunnya sudah siang kok, besok aja ya kita lihat matahari terbitnya," Al merayu Andin dengan Low tone khasnya. 


Ya, sejak kehamilan Andin, Al lebih sering menggunakan nada low tone miliknya dalam berbicara, demi menjaga kestabilan emosi Andin. 


"Terserah kamu aja lah, Mas" Jawab Andin kesal. kemudian berlalu meniggalakan Al. 


Al menarik dan menghembuskan nafasnya pelan. Mengatur emosinya agar tetap stabil. Ya, Al sudah terbiasa mengalami hal demikian, perubahan hormon dalam tubuh Andin yang dalam keadaan hamil membuat emosinya sangat sensitiv. Mudah sedih, mudah bahagia. Mudah marah, mudah menangis, dsb. 


Al segera meraih Handphonenya, mencari nama seseorang dan menelponnya. 


"Selamat pagi, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"


"Pagi, oiya Bu, di perkebunan paradiso ada tanaman bunga matahari 'kan ya?"


"Oh, ada, Pak." 


"Oke, tolong petikkan untuk saya sekarang ya, saya tunggu cepat. Sekalian di rangkai menjadi sebuket bunga matahari."


"Baik, Pak, akan saya hubungi bagian perkebunan secepatnya." 


"Terima kasih, Bu Nini, jangan lupa diantar ke kamar saya,"titah Al lagi.


"Baik Pak, sama-sama." 


Al menutup telfonnya. 


Selang 10 menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu. 


Al bergegas membukakan pintu. Dan Bu Nini sudah berdiri disana dengan sebuket cantik bunga matahari. 


Bu Nini segera menyerahkan buket bunga tersebut kepada Al. 


"Terimakasih ya, Bu."


"Sama-sam,a Pak, ada lagi yang bisa saya bantu? "


"Tidak, terima kasih."


"Baik, Pak, kalau begitu saya permisi"


"Silakan, Bu."


Al menutup kembali pintunya, dan kembali ke ranjang menunggu sang istri menyelesaikan mandinya. 


"Semoga Andin suka dengan bunga ini," harap Al dihatinya. 


Di tempat lain, tampak Rendy sedang mempelajari berkas berkas yang sudah Felice siapkan di ruangan Al. 


Dengan teliti dan fokus ia mengemban amanah Bosnya untuk menggantikan posisinya selama beberapa hari kedepan. 


Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. 


"Tok ... Tok ... Tok ..., "


"Silahkan, masuk!"


"Rendy?" ucap Aurel kaget menemui Rendy sedang sibuk di ruangan Al.