Contents
Askara sang penerus tahta
3. Merindukan Reyna
Suatu hari di ruang keluarga terlihat Askara sedang bermain dengan ponselnya namun sesekali mengganggu adiknya yang sedang sibuk dengan mainan lego sementara Al dan Andin asyik menonton televisi.
Ya, Askara kalau lagi di rumah berbeda sekali dengan papahnya, dia humoris, receh dan jahil walau tidak seurakan Rania. Tapi kalau sudah di luar rumah, sifat nya berubah 360 derajat. Dia menjadi dingin, cool dan jaim banget persis Aldebaran saat sebelum menikah dengan Andin.
"Mas ga berangkat ke kantor?" Tanya Andin sambil mengelus pipi suaminya itu.
"Ga Ndin, saya ada rapat sama klien di cafe nanti siang, jadi langsung ke sana aja." Jawab Al dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
Tiba-tiba Rania berteriak. "Mah, Pah liat mas Aska hancurin robot Nia." Rania menunjuk ke arah lego yang berantakan di atas meja.
"Mas Askaa." Andin memanggil putranya dengan manja.
"Habisnya udah gede masih mainan lego, di bentuk robot lagi." Askara menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum mengejek tapi tetap fokus dengan ponselnya.
"Nak, ga boleh gitu. Biarin adik kamu ngelakuin yang ia suka. Jangan di gangguin." Al menasihati Askara dengan lembut. "Ayo minta maaf sama ade nya." Sambungnya.
"Iya pah." Askara menyimpan ponselnya di saku celana kemudian menghampiri Rania yang sedang cemberut di ujung sofa. "De, maafin mas ya. Nanti mas beliin eskrim." Dia berlutut di lantai sedangkan tangannya memegang tangan adiknya.
"Emangnya Nia anak kecil bisa di sogok pake eskrim." Rania semakin cemberut.
"Ya udah. Mas beli es krim nya sendiri aja deh." Askara berdiri hendak pergi.
"Masss..." Rania ikutan berdiri sambil memukul tangan kakaknya.
Askara berlari menghindari amukan adiknya sementara Rania mengejarnya dari belakang dengan tangan kanannya yang di kepal hendak meninju-ninju kakaknya itu.
Askara tertawa-tawa kemudian duduk di samping Andin dan menjadikan ibunya itu sebagai tameng.
"Udah udah, kalian udah masih kaya anak kecil aja." Al sedikit teriak agar suaranya bisa terdengar di tengah keributan yang terjadi.
Mereka pun menghentikan permainannya dan Rania pun ikut duduk di antara Andin, Al dan Askara.
"Andai ada kakak Reyna, pasti makin seru ya pah mah." Ucap Rania.
"Iya de, kapan ya kak Reyna pulang." Askara memasang wajah sedih.
"Nia ga tanya mas ih." Rania cemberut, sepertinya masih dendam sama kakaknya.
"Ihhh masih ngambekkk." Askara mencubit pipi Rania hingga merah.
"Awww sakit tau." Rania mengusap-usap pipinya yang sakit.
"Udah nak nak, kalian kan sodara. Harus akur-akur jangan berantem terus kaya tom n jerry." Andin memeluk kedua anaknya dengan lembut.
"Papahnya ga ikutan di peluk?" Al mencolek-colek pipi Andin dengan mesra.
"Nanti di kamar kalau kamu mah mas." Andin tersipu malu.
"Mamah, ga boleh ngomongin gitu depan anaknya." Teriak Rania sambil menutup kedua telinganya.
Mendengar ucapan Rania, semuanya tertawa.
***
Sementara itu di dapur terlihat Kiki dan Mirna sedang menyiapkan makan siang.
"Mba Mir, seneng deh liat pondok pelita kembali ceria setelah sekian lama bersedih."
"Iya Ki, semenjak bu Rosa ga ada. Suasana disini menjadi sepi. Tapi sekarang mas Askara bikin pondok pelita rame lagi. Seneng gue liatnya."
"Andai Reyna ada disini, pasti makin lengkap kebahagiaannya."
"Ahh gue kangen banget sama si gemoy Ki. Lu tau kan gue rawat dia dari bocil. Eh sekarang dia udah dewasa aja, cepet banget waktu berlalunya."
"Kapan ya mba Mir, Reyna pulang?" Tanya Kiki sambil melihat ke langit-langit dapur.
"Gue ga tau Ki, udah lama juga dia ga telf gue, mahal kali ya nelf dari sana.haha." Mirna tertawa kecil namun matanya berkaca-kaca.
"Eh mba Mir, udah ah sedih-sedihannya ayo cepet kita siapin makan siangnya. Keburu Mas Aska dan Neng Nia ngamuk-ngamuk kelaparan." Kiki tertawa berusaha menghibur Mirna yang sepertinya paling sedih diantara mereka.
Mereka pun kembali fokus memasak.
***
-SWISS-
Reyna sedang menatap gunung bersalju dari kaca jendela kamarnya sambil menikmati susu hangat dan chocolate cake kesukaannya.
"Indonesia kabar nya gimana ya. Koq ngedadak gue kangen banget keluarga disana."
Tok tok tok
Tiba-tiba pintu kamar Reyna ada yang mengetuk.
"Masuk aja." Teriak Reyna yang mager jika harus berdiri untuk membukakan pintu.
Pintu pun terbuka, disana berdiri Alice sahabat Reyna.
"Eh Al, ada apa?" Tanyanya yang melihat Alice hanya berdiri di ambang pintu.
"Itu di lobi apartemen ada Robi. Pacar kamu." Jawab Alice ragu-ragu.
Reyna kaget dan langsung berdiri. "Pacar! Aku kan udah putus sama dia. Mau ngapain lagi dia nemuin aku."
"Aku juga ga tau Rey, sebaiknya kamu temuin dia dulu." Saran Alice.
Reyna dan Alice pun turun ke lobi untuk menemui Robi, mantan pacarnya Reyna.
Robi sebenarnya adalah sahabat Reyna sejak SMA walau Robi setahun lebih tua dari Reyna dan dia adalah anak dari rekan bisnis Aldebaran. Mereka sama-sama kuliah di luar negeri dan menjadi dekat bahkan Robi menyatakan perasaannya saat dia hendak lulus S1.
Mereka akhirnya berpacaran namun seminggu yang lalu Reyna memutuskan hubungannya dengan Robi karena merasa tidak nyaman dengan ke posesifan pacarnya itu.
Setelah sampai di lobi Apartemennya, Reyna melihat Robi sedang berdiri tersenyum sambil membawa seikat bunga mawar merah cantik.
"Ada apa lagi Bi." Reyna menghampiri Robi.
"Rey, Sorry. Aku ga mau kita putus. Aku minta maaf udah terlalu kekang kamu."
"Itu kamu tau, orang tua aku juga ga pernah nuntut aku ini itu, larang aku ini itu. Tapi kamu, semenjak kita pacaran kamu banyak berubah Bi."
"Aku hanya terlalu sayang sama kamu Rey, aku ga mau kehilangan kamu."
"Justru dengan sikap kamu kaya gini yang membuat kamu kehilangan aku."
"Iya maaf Rey, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku janji ga akan ngecewain kamu." Robi berlutut sambil menyodorkan bunga tadi ke arah Reyna.
"Maaf Bi, aku belum bisa jawab sekarang. Aku perlu waktu untuk memikirkannya." Reyna berbalik hendak pergi tanpa mengambil bunga pemberian Robi namun dengan cepat Robi berdiri dan menahan langkah Reyna.
"Rey, kita kan udah sahabatan dari dulu. Kamu juga tau gimana perasaan aku ke kamu, sayangnya aku ke kamu."
"I Know Bi, tapi aku kecewa sama kamu. Kamu nuduh aku ada main sama Jansen padahal kamu tau sendiri kami hanya teman sekelas dan waktu itu kami sedang mengerjakan kerja kelompok dan ada Alice juga Catherine saat itu."
"Iya Rey, aku tau aku salah. Aku terlalu percaya omongan Farah."
"Farah?" Tanya Reyna heran.
"Iya, orang indo juga. Temen sekelas aku. Dia bilang liat kamu bermesraan sama Jansen."
"Omaygat Bi, kamu lebih percaya orang yang baru kamu kenal ketimbang aku, kamu tuh udah buat aku malu di depan teman-temanku."
"Iya iya Rey, maaf."
"Maaf, maaf. Terus aja minta maaf tapi di lakuin lagi, ga cuma sekaki dua kali kamu nuduh aku. Sering Bi." Reyna sudah merasa emosi.
"Iya aku tau Rey. Aku bener-bener menyesal."
"Udah Bi, aku mau ke kamar lagi. Aku pikir-pikir lagi permintaan maaf dari kamu."
"Aku tunggu jawaban kamu secepatnya Rey."
"Ya."
Reyna pergi bersama Alice ke kamar nya lagi sementara Robi keluar dari Apartemen.
***