Try new experience
with our app

INSTALL

Tiba-Tiba Sah 

Tiga Detik

“ jadi lo ngobrol nih dari hati-ke hati, sebagai laki-laki kita harus memahami bagaimana sifat pasangan dengan matang-matang, soalnya nih pasangan kita nanti yang akan menemani kita hidup. Jadi gini menyatukan dua kepala itu tidak semudah menggoreng pisang.”

“ emang lo bisa goreng pisang?” tanya Yanto lucu

“ gak lah, gue kemaren goreng teri gosong” Mereka tertawa bersama. 

Entah darimana, Wira mengelurakan kalimat itu padahal ia belum pernah menemui masalah percintaan didalam kehidupannya. Wira sering menonton film bergenre roman yang kemungkinan besar ia belajar dari film-film yang ia tonton. Persahabatan mereka selalu harmonis, Ynto yang selalu becanda untuk menghibur Wira begitu pula sebalikknya Wira juga sering membuat kelucuan walaupun terkadang garing untuk didengar.

“ udah jam segini nih, kita balik” Wira menengok jam tangannya

Yanto mengangguk menyeruput cappuccino yang ia pesan 1 jam lalu, mereka bergegas menuju kantor yang letakknya didepan caffee itu. 

Seorang cewek dengan pakaian kantor yang rapi dan sederhana, masuk caffe melewati mereka berdua yang akan melewati penyebrangan, entah kenapa Wira ingin menengok wanita itu, pandangan kurang dari 3 detik itu berhasil ia dapatkan untuk melihat cewek itu.

>>>

Wira mulai membuka laptopnya dan membantu Yanto mencari gedung untuk event dikantornya. Terlalu banyak pilihan gedung yang disewakan, membuat mereka harus teliti untuk memilih gedung mana yang pas untuk event pameran produk baru. 

“ Eh liat-liat nih, gimana kalo event kali ini buat kayak gini?” Yanto menunjukkan contoh gambar acara yang terlihat penuh estetika dari sebuah halaman website EO.

“ Tapi lo yakin, mau outdoor ?, cuaca sekarang gak menentu loh” ujar Wira meyakinkan

“ Yah kita tanya aja dulu, siapa tau ada yang indoor tapi tetep pake konsepnya”

“ Hmmm coba lo cari tau aja dulu, dah ah gue mau keruangan pak Aga,”

“ idiiiihh lo mau ngapain ?”

“minta tambah gaji” jawab Wira becanda

“ EHHHH GUE SEKALIAN YA” teriak yanto.

Ketika ingin memasuki lift Wira tiba-tiba ada perembuan yang secara bersamaan masuk. Hanya ada mereka berdua didalam ruangan terbang itu, suasana hening tanpa ada obrolan. Lirikan mata Wira ke sebelah kirinya membuat ia mengetahui bagaimana wajah cewek itu dari cermin lift.

“ Eh ini kan” sebutnya dalam hati, 

“ pak mau kelantai berapa?” tanya perempuan itu

“ Hmmmm 4”

Perempuan itu bingung, tidak ada angka 4 dalam urutan lantai di gedung itu dan sudah menjadi rahasia umum jika kebanyakan gedung tidak menaruh angka 4 ataupun 13 disusunan gedung. Tiba-tiba lift terbuka dan cewek itu keluar, kini tersisa Wira yang ada didalam lift, sampai tersadar ia belum memencet kemana ia akan berhenti, tujuannya adalah keruangan pak Aga yang merupakan owner dari perusahaan itu mereka yang terletak dilantai 11.

Tok tok tok

“ permisi pak” dengan sopan Wira memasuki ruangan itu

“ EH Wira, silakan duduk”

“ makasih pak, bapak ada apa ya panggil saya?”

“ gini to the point aja ya, saya mau minta tolong kamu untuk event tahun ini acaranya dijadikan satu saja dengan pernikahan anak saya, nanti bakalan ada lebih banyak relasi yang datang dan secara otomatis akan banyak yang melihat produk baru kita, gimana menurut kamu?” penjelasan pak Aga.

“ Ya kalo saya sih nggak papa pak, tapi sebaiknya kita diskusikan ini dulu dengan karyawan yang lain, soalnya untuk tema takutnya juga nggak klop dengan konsep  per-nikahannya”

Pak Aga menunjukkan muka mikirnya, “ benar juga, oke besok kita meeting pagi buat ini, terima kasih Wira sudah datang sekarang kamu boleh balik”

“ baik permisi pak” Wira keluar dari ruangan itu.

Lift terbuka, ternyata didalam sudah berdiri sosok sederhana yang tidak asing dipenglihatannya, perempuan sama dengan yang Wira pandang kurang dari 3 detik di depan caffe. Wira memasuki lift dan langsung memencet tombol lantai tujuannya.

“ Bapak yang tadi kan, yang mau ke lantai 4?” tanya perempuan itu tiba-tiba

Belum sempat menjawab pintu lift sudah terbuka, terlihat angka 5 menyala dan perempuan itu keluar.

“ saya permisi dulu ya pak?”

Wira hanya mengangguk. Wira memang jarang sekali mengobrol dengan perempuan kecuali masalah pekerjaan.