Try new experience
with our app

INSTALL

Askara sang penerus tahta 

2. KEJUTAN dan KESEDIHAN

Sesampainya di pondok pelita, Askara turun dari mobil dengan penuh semangat. Namun ada yang membuatnya aneh, di depan gerbang sama sekali tidak ada orang, biasanya ada Uya dan Boim yang selalu stay disana, kali ini benar-benar tidqk ada yang menjaga sampai-sampai Riza harus turun dulu untuk membukakan pintu gerbang yang tidak di kunci.


"Pak Riza, pak Uya dan pak Boim kemana ya?" Tanya Askara bingung.


"Mungkin lagi pada ketoilet Den." Jawab Riza.


"Ceroboh banget lagi gerbang ga di kunci, kalau ada orang jahat masuk kan ga ketauan." Askara mengomel sepanjang jalan dari tempat parkir menuju rumah.


Saat Askara membuka pintu utama, keanehan berlanjut. Suasanya sangat sepi dan gelap. Dia berjalan perlahan namun kakinya tersandung sofa hingga hampir terjatuh.


"Den ga apa apa?" Tanya Riza khawatir.


"Ga apa apa pak Riza, ini kenapa gelap gini sih. Orang-orang pada kemana?" Tanya Askara kesal.


Saat sampai di ruang tengah, Askara mencari-cari tombol lampu. Setelah ketemu, dia langsung menekan tombol nya dan buuuummmmmm...


Suara letupan confeti dan balon aling bersahutan.


"WELCOME HOME ASKARA PUTRA ALFAHRI." Semua berteriak tapi Askaranya sendiri malah terdiam mematung saking specchless nya.


"Sayang.." Andin menghampiri putranya itu dan langsung memeluknya sambil meneteskan air mata bahagia. "Mamah kangen banget sama kamu nak."


"Aska juga kangen mamah, tapi kayanya balon nya kurang banyak deh mah" Dia cemberut lalu tersenyum geli.


"Ihh kamu kebiasaan." Andin melepaskan pelukannya kemudian memukul manja lengan putranya itu dan semuanya tertawa.


"Papah rindu sekali sama kamu nak." Al memeluk sambil menepuk nepuk punggung anaknya. Air mata menetes di pipi nya namun dengan segera dia mengusapnya.


"Aku juga rindu papah."


"Mas askaaaaa." Rania berhambur ke pelukan Askara. "Nia kangen juga sama mas Aska." Dia menggoyang-goyangkan tubuh kakak laki-lakinya itu.


"Masa sih." Askara mencubit pipi Adiknya gemas.


"Iya dong." Rania mengacak-acak rambut Askara.


"Tapi Mas ga bawa oleh-oleh loh dek."


"Ahhh Mas mah, kalo gitu Nia ga jadi kangennya ah." Rania menyilangkan kedua tangannya didada sambil cemberut.


"Tapi boong." Askara menyodorkan kotak kecil yang sudah di bungkus kado.


"Ahhh Mas so sweet." Rania kembali memeluk Askara kemudian mengambil kado itu dan berlari ke kamarnya.


"Nak, bilang apa dulu ke mas nya?" Teriak Al karena jarak Rania sudah agak menjauh.


"Terimakasih mas Askaaaa." Rania berteriak.


Semua nya menggelengkan kepala sambil tertawa melihat tingkah laku kedua ade kakak ini.


"Selamat datang ke rumah kembali mas Aska." Ucap Kiki dan Mirna.


"Terimakasih miss Kiki dan cus Mirna."


"Kita semua kangen sama Mas Aska." Kali ini giliran Uya dan Boim yang memeberikan ucapan.


"Aku juga kangen kalian.. tapi pah mah, oma mana?" Tanya Askara sambil melihat-lihat ke sekeliling.


Ekspresi semuanya berubah menjadi sedih.


Andin menghampiri Askara "Oma udah nunggu kamu di suatu tempat nak."


"Kenapa ga disini sih?" Askara mengernyitkan dahinya.


"Ayo, papah dan mamah anter kamu ketemu oma." Al merangkul Askara dan berjalan bersama.


"Ki, Mir. Tolong siapin makanan di meja makan ya." Andin mengikuti Askara dan Al.


"Siap mba andin." Kiki dan Mirna berlari ke arah dapur.


"Dan pak Riza, saya minta tolong barang-barang Askara di simpen di kamarnya ya." Ucap Andin kepada Riza.


"Baik bu." Riza dengan sigap membawa barang-barang Askara ke lantai dua.


"Pak Boim, pak Uya. Bisa kembali ke gerbang."


"Siap Bu." Uya dan Boim berlari ke arah gerbang sebelum Al dan Askara sampai di sana.


***


"Pah, Oma dimana sih. Kita harus naik mobil kesananya?" Tanya Askara penasaran.


"Iya nak." Jawab Al sambil membuka pintu kemudi sementara Askara masih berdiri kebingungan disamping pintu belakang.


"Kenapa belum masuk sayang?" Tanya Andin yang baru saja sampai di parkiran.


"Mah pah, Aska boleh naik motor papah ga? Udah lama Aska ga naik motor." Askara tersenyum manja.


"Jangan sekarang sayang, ayo cepat masuk." Andin membukakan pintu mobil untuk anaknya.


Askara pun menurutinya dan masuk ke dalam mobil sanbil cemberut kemudian Andin juga masuk dan duduk di samping suaminya di kursi depan.


Disepanjang perjalanan, Askara terlihat bingung karena jalur yang di lewati bukan jalur menuju perkotaan namun ia enggan bertanya karena pasti orang tuanya malah menyuruhnya diam.


"Kita udah sampai." Andin dan Al keluar dari mobil.


Askara ikut keluar namun dia merasa tersentak setelah melihat gapura bertuliskan tempat pemakaman umum.


"Apa-apaan ini pah, mah?" Perasaan Askara mulai tidak enak.


"Ayo." Andin menggandeng tangan Askara dan berjalan mengikuti Al yang sudah berjalan terlebih dahulu.


Beberapa saat kemudian, mereka berhenti di sebuah makam yang bertuliskan ROSSA AlFAHRI.


Al dan Andin berjongkok disamping makam itu.


"Mah, ini cucu mamah udah pulang. Dia udah lulus mah." Al tak kuasa meneruskan kalimatnya. Andin yang berada disamping Al mengelus lembut pundak suaminya itu.


"Mah, pah. Oma udah ga ada tapi mamah dan papah ga ngasih tau aku?" Tanya Askara sambil menangis memeluk nisan oma tercintanya itu.


Ya, Askara terbilang sangat dekat dengan omanya. Bahkan pada saat itu, Askara hampir saja membatalkan sekolahnya ke Jepang karena melihat omanya yang sudah tua dan sakit-sakitan.


Tapi karena terus di yakinkan oleh kedua orang tuanya, akhirnya Askara pergi ke Jepang.


"Oma meninggal setahun setelah kepergian mu. Kami sengaja tidak memberi tahumu karena oma yang minta sebelum dia kritis di rumah sakit." Ucap Andin menenangkan putranya sambil memeluknya dari belakang.


"Tapi mah, ini ga adil. Aku tidak ada di saat-saat terakhir oma." Askara terus menangis.


"Maafin papah nak." Al menepuk-nepuk bahu Askara lembut.


"Oma, Aska disini oma. Aska kangen sama oma. Kenapa oma ninggalin Aska secepat ini." Askara mengelus-elus batu nisan oma nya.


Andin dan Al berdiri di belakang Askara sambil ikut menangis.


"Oh iya oma, ini liat Aska lulus dengan nilai terbaik." Askara menunjukan secarik kertas yang ia simpan di saku jaketnya. "Aska juga udah beliin oma oleh-oleh, Aska simpan di koper. Oma kan bilang dulu pengen nyoba baju adat Jepang. Aska udah beliin buat oma." Dia memeluk makan omanya sambil tak henti nya menangis.


Andin yang tak kuat melihat kesedihan anaknya langsung memeluk Al.


Al mengelus-elus kepala Andin berusaha menenangkannya.


***


Setelah berlama-lama di makam, mereka pun kembali ke pondok pelita dengan masih dalam keadaan berduka. Andin yang kini memilih untuk duduk bersama anaknya di belakang berusaha terus menghiburnya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.


"Mah, opa Surya kenapa ga ikut di ponpel? Jangan bilang opa Surya udah nyusul oma Sarah." Tanya Askara.


"Ga nak, opa lagi ke Bandung. Sepertinya opa lupa kalau hari ini kamu pulang. Udah mamah telf dari kemarin tapi sepertinya disana ga ada sinyal." Jawab Andin.


"Ngapain opa di Bandung mah?"


"Akhir-akhir ini opa kamu merasa sedih nak, dia merasa sangat kesepian semenjak ditinggal oma Sarah. Jadi dia memutuskan untuk tinggal di Bandung. Lebih seger di banding di kota katanya."


"Nanti kita kesana mah?"


"Iya sayang nanti ya, sekarang kan kamu baru pulang. Dari Jepang loh. Istirahat dulu beberapa hari. Nanti kita ke Bandung ketemu opa."


Mendengar pernyataan Andin, Askara sedikit lebih baik. Dia kembali tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di bahu Andin.


Al yang melihat itu, tersenyum bahagia.


***