Try new experience
with our app

INSTALL

Romantika Kelam 

Alina Hamil -6-

Sudah sebulan berlalu, kabar hubungan Alina dan Rendra mulai terdengar di kantor. Mereka mulai bergosip secara diam-diam setelah seorang pegawai laki-laki menangkap basah Alina di kamar mandi pria, tepat setelah Rendra keluar.


Pegawai kantor mengira akan ada perang dunia ketiga di kantor karena biasanya seorang istri akan mengamuk saat tahu suaminya selingkuh. Namun nyatanya Dara hanya diam dan memilih menutup telinga. Afni pun sudah bosan menyadarkan sahabatnya.


"Rendra, kaya nya aku hamil."


Dara yang hendak masuk ke ruangan Rendra untuk mengajaknya pulang langsung berhenti. Bukannya mendobrak pintu dan marah-marah setelah mendengar suara Alina dari dalam, ia malah memutuskan menunggu di kursi depan.


"Jangan gila kamu, Alina. Sadar posisi kamu dan sadar siapa aku. Kalau pun kamu hamil, aku engga akan akui anak itu karena aku punya istri."


"Tinggalin Dara, Rendra. Kita akan hidup bahagia bertiga dengan calon anak kita. Dia itu mandul. Buktinya kalian engga kunjung punya anak padahal sudah menikah tiga tahun."


Jika tadi Dara bisa tenang saja. Kali ini tidak, ia mulai cemas. Ucapan Alina benar, Rendra bisa bahagia dengan perempuan ini, apalagi jika Alina punya anak. Jika Rendra meninggalkannya, Dara akan kehilangan semua kenyamanan yang ia dapatkan sekarang.


"Aku engga bisa, Alina."


"Kenapa?! Kamu bisa nyuruh aku gugurkan kandungan, tapi kamu engga bisa ninggalin Dara. Apa karena kamu udah mencintai dia?!"


"Bukan karena itu."


"Lalu kenapa, Rendra?!"


"Karena Dara terlalu rapuh dan akan hancur jika aku tinggalkan."


Dara langsung terdiam temenung memikirkan jawaban Rendra, ia tak menyangka dari sekian banyak jawaban, Rendra akan menjawab hal itu. Ia tak lagi fokus mendengarkan pertengkaran keduanya hingga suara pintu yang ditutup keras membuatnya mengalihkan pandangan dan melihat Alina menatap tajam ke arahnya lalu pergi.


Tak lama kemudian, Rendra keluar dengan wajah lelah dan kaget saat melihat kehadiran Dara di depan pintu.


"Ayo, pulang."


Rendra hanya mengangguk. Ia bersyukur Dara tak membahas apa yang didengar perempuan itu tadi. Keduanya hanya diam selama perjalanan, bahkan saat sampai di kamar pun tak ada yang berbicara.


Saat Rendra masuk ke kamar mandi, Dara memutuskan melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai di kantor agar bisa melupakan ucapan Rendra tadi. Namun tak sengaja sebuah foto jatuh dari tasnya saat ia mengeluarkan laptop. Ia mengambil dan memandang foto perempuan yang sangat ia sayangi, mendiang mamanya.


Lalu ingatannya tertuju pada titik terendah dalam hidupnya saat mamanya meninggal dunia, ia hancur-sehancurnya.


"Apa kehilangan Rendra akan terasa sama dengan kehilangan Mama?"


Lamunan Dara terhenti saat mendengar suara pintu kamar mandi terbuka dan Rendra keluar memakai kaos dan celana pendek. Entah apa yang merasuki Dara hingga ia berani bicara pada Rendra perihal yang ia dengar.


"Aku siap jadi Mama tiri untuk anak kamu. Jadi, kamu engga perlu menikahi Alina dan menceraikan aku."


"Ternyata kamu dengar semuanya, jangan berpikir terlalu jauh. Alina belum tentu hamil, itu hanya dugaannya saja."


Keduanya saling menatap satu sama lain, Dara berdiri menghampiri Rendra dan mencium pria itu. Rendra jelas menyambutnya dan mendorong Dara ke tempat tidur. Keduanya memutuskan melepas berbagai emosi yang tidak bisa diungkapkan lewat sentuhan malam itu.