Contents
Sunshine ( Pesona Mantan )
Teman atau Pacar
"Mah, koq kesini?" Tanyaku saat mobil mamah memasuki parkiran MALL terbesar di kota Bandung.
"Trus kamu mau nya kemana?" Mamah balik nanya.
"BEC kan lebih deket mah, trus hp nya juga lengkap."
"Mamah kan mau sekalian cuci mata sayang.." Ucap mamah sambil merapihkan rambutnya kemudian keluar dari mobil.
Aku menghela nafas panjang dan dengan malas membuka pintu mobil.
"Cepet dong, lemes banget anak perawan mamah satu ini." Mamah menarik tangan ku dan langsung menutup pintu mobil.
"Mah, lepasin tangan aku." Aku berusaha melepaskan genggaman tangan mamah namun tidak berhasil. Genggamannya sangat kuat.
"Emang kenapa sayang? Nanti kalo kamu ilang gimana?"
"Mamahh, aku kan bukan anak kecil lagi.. liat semuanya merhatiin kita mah." Aku melihat kesekeliling.
"Mereka tuh iri sayang karena ga punya anak secantik kamu."
Hmmm..
Paling susah memang kalau sudah debat dengan mamah. Selain pinter ngeles, keras kepala juga. Dan ga pernah mau kalah. Lebih baik diam dan nurut adalah cara paling ampuh, kalau tidak.. beuhh ocehan mamah ngalahin semburan gunung merapi kalo meletus kayanya. Ga berhenti-berhenti.
***
Ketika sedang menemani mamah yang katanya ingin melihat-lihat tas, mataku tertuju kepada sosok yang terlihat tak asing lagi. Ku sipitkan mata memfokuskan pandangan. Dan ga salah lagi itu pak Sendy dan ada perempuan cantik menggandeng tangannya. Seketika ku cari hp ku, 'Astaga, gue kan kesini mau beli hp. Ngapain gue cari hp di tas.' Aku baru ingat kalau hp ku rusak.
Padahal ingin rasanya ku foto dan kusebarkan ke teman sekelas agar mereka stop berkhayal jadi pacar si fisika itu. Namun niat jahatku terhalang ulahku sendiri, tapi walaupun begitu selalu ada hikmah diaetiap kejadian. Aku kan jadi tau kalau ternyata pak Sendy sudah memiliki pacar.
Tak sadar aku senyum-senyum sendiri membayangkan reaksi teman-teman saat besok aku kasih tau apa yang terjadi disini.
"Bella sayang, ayooo." Suara mamah membuyarkan khayalanku.
"Iya." Kali ini aku berjalan di belakang mamah.
"Bella?" Suara laki-laki yang begitu familiar memanggilku dari belakang.
Seketika aku dan mamah menoleh bersamaan.
"Eh, pak Sendy." Aku tersenyum pura-pura terkejut melihatnya.
"Siapa sayang?" Tanya mamah penasaran.
"Guru aku mah."
"Sendy." Pak Sendy mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
"Nadin. Mamahnya Bella." Mamah membalas uluran tangan pak Sendy.
"Gantengnya guru kamu, masih muda lagi. Udah nikah?" Mamah menanyakan hal yang membuatku malu.
"Apaan sih mah, malu tau." Aku berbisik namun karena jarak kami tidak terlalu jauh, pak Sendy juga pasti mendengar apa yang aku ucapkan.
"Belum tante." Jawab pak Sendy sambil tersenyum malu.
"Udah punya pacar?" Tanya mamah lagi.
"Udahh.. Ayo mah kita kan mau cari hp." Aku menarik tangan mamah dan menjauh dari pak Sendy. "Duluan pak." Ucapku sambil melambaikan tangan.
Ku lihat pak Sendy hanya tertawa kecil.
'Kemana cewe yang tadi bareng sama pak Sendy ya.' Aku mengernyitkan dahi.
"Oh iya, ada yang mau gue tanyakan ke pak Sendy." Aku berteriak sedikit keras hingga beberapa pasang mata menatap ke arahku.
"Ada apa sayang." Mamah menghentikan langkahnya.
"Mah, aku lapar. Kita makan dulu ya. Aku kan belum makan siang." Aku mengalihkan pertanyaan mamah.
"Aduh mamah lupa, ya udah kita ke restoran yu."
"Mamah duluan aja, nanti aku nyusul ya."
"Loh, katanya lapar."
"Iya, tapi mau ke toilet dulu."
"Ya sudah mamah tunggu di restoran lantai atas ya. Nanti kamu nyusul."
"Oke." Aku berlari kembali ke tempat tadi berharap pak Sendy masih berada disana.
Kulihat kesana kemari namun tak ku temukan.
"Udah pulang kayanya."
"Siapa yang udah pulang?" Tanya seorang pria yang berdiri tepat dibelakangku. Wajahnya sangat dekat sehingga hembusan nafasnya terasa di leherku.
Seketika aku membalikan badan dan wajahku sejajar dengan wajahnya yang hanya berjarak beberapa cm.
Bola mataku membesar, aku terpaku. Tubuhku kaku tidak bisa beegerak. Baru kali ini aku melihat wajah pak Sendy dari jarak yang sangat dekat bahkan hidung kami hampir menempel. Bukan disengaja pastinya.
"Nyari saya ya." Dia yang sedikit membungkuk kembali menegakkan badannya sambil tak henti tersenyum.
"Ihh Ge-er." Aku menjadi salah tingkah.
"Hahaha. Jangan salting gitu dong." Dia tertawa renyah.
"Maaf tadi telfnya ga ke angkat. Hp saya silent."
"Mmm,,, i i i ya gapapa koq pak." Aku semakin salting.
"Ada pertanyaan lagi?" Tanyanya.
"Kenapa bapak tadi ga ngajar? Kita kan ketemu diparkiran tapi bapak pergi lagi."
"Sebenarnya memang saya hari ini sudah izin ga ngajar, tapi ada barang saya yang ketinggalan pas ngajar kemarin. Jadi saya ambil."
"Ohh."
"By the way, kalo bukan disekolah, jangan panggil saya bapak dong. Nanti orang-orang ngira saya bapak kamu lagi." Dia tertawa.
"Trus saya panggilnya apa dong? Om?" Tanyaku geli.
"Ya ga om juga atuhh." Dia mencolek hidungku dengan jari telunjuknya.
"Trus bapak mau saya panggil apa?" Aku mengusap-usap hidungku.
"Apa aja yang enak didenger."
"Emmmm,, Mas?"
"Nah boleh lah,, dari pada om."
"Oke,, Bapak ehh Mas Sendy ngapain disini?" Tanyaku.
"Nganter temen beli tas." Jawabnya singkat.
"Mana sekarang temennya, koq ga keliatan?"
"Udah pulang duluan, kalo kamu ngapain disini? Pasti nganter mamah belanja ya?" Tanyanya yang kemudian mengingatkanku kalau aku harus segera menyusul mamah ke restoran sebelum mamah ngomel-ngomel.
"Iya. Aku harus pergi. Mamah nunggu di tempat makan. Bye pak eh mas." Aku berlari sambil melambaikan tangan.
Pak Sendy hanya tersenyum melihat tingkahku. Mungkin baru pertama kali dia melihat wujud asli ku kaya gini karena mengingat baru beberapa bulan dia mengajar dan hanya melihat kemurungan dan kejutekan ku di kelas pasca aku putus. Ya, kini aku sudah kembali. Aku sudah bisa berdamai dengan keadaan. Tidak ada lagi kesedihan dan air mata. Aku yang ceria akan kembali lagi.
***
Aku berlari menaiki tangga eskalator agar cepat sampai di lantai atas.
Setelah sampai di area restoran, aku langsung mencari mamah.
"Bell, disini." Suara mamah memanggil dari arah belakang.
Aku berjalan menghampirinya.
"Kenapa lama? Spagethi mamah udah mau abis." Tanya mamah yang keliatan sedikit kesal.
"Toiletnya ngantri mah. Makanan aku mana?" Tanyaku.
"Loh emangnya kamu udah pesan?"
"Ihh mamah ga pesanin?"
"Mamah kan ga tau kamu mau makan apa?"
"Ahh mamah, ya udah aku pesan dulu... Mas.." Aku memanggil seorang pelayan pria yang dengan cepat langsung menghampiriku.
"Iya teh. Mau pesan apa?" Dia bersiap menulis pesananku.
"Spagethi satu, jus alpukatnya satu."
"Baik teh, ditunggu ya." Pelayan itu pun pergi.
Aku hanya mengangguk mengiyakan.
Beberapa menit kemudian, pesananku datang. Dengan cepat aku melahap spagethi kesukaanku hingga tak tersisa hanya dalam hitungan menit.
"Lapar apa doyan?" Tanya mamah mengejek.
"Lapar mah." Aku tersenyum sambil mengusap sisa saos yang menempel di mulut dengan tissue.
Setelah selesai makan, kami mengunjungi konter hp. Aku membeli hp i-phone keluaran terbaru, padahal hp yang ku inginkan merk android biasa saja tapi mamah memaksa membelikanku itu. Seperti yang ku katakan sebelumnya, lebih baik diam dan nurut.
Langit sudah berubah warna menjadi gelap, matahari sudah digantikan bulan. Tandanya sudah malam. Kami pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
Sesampainya dirumah, aku langsung mandi dan mengganti pakaianku dengan piyama. Karena sudah sangat lelah, akupun tidur walau masih pukul 9 malam.
***