Try new experience
with our app

INSTALL

HEART (Ikatan Cinta Fanfiction) 

1. Transplantasi

Hal pertama yang membuat Andin tersenyum lebar untuk kali pertama sejak dia sadar adalah, irama detak jantungnya. Irama detak jantungnya yang berdebar konstan. Tidak begitu cepat, tidak juga begitu lambat.


Sejak kecil, jantungnya selalu berdegup pelan. Selain itu, tak jarang dia merasa sakit dan kelalahan dalam jangka waktu panjang. Membuat Andin tidak bisa menghabiskan masa mudanya secara maksimal seperti teman-teman sebayanya yang lain.


"Andin, kamu siuman?"


Suara yang familier untuk Andin terdengar. Sebab tubuhnya masih begitu lemah pasca operasi, Andin tidak bisa banyak bergerak. Namun, matanya bisa melihat dua orang paling berarti di dalam hidupnya. Dua orang yang tak kenal lelah selalu berusaha untuk Andin. Mama dan papanya.


"Papa," bisik Andin parau. Memanggil pria yang barusan berbicara padanya. Tatapan matanya beralih pada sosok mamanya yang Andin lihat sudah meneteskan setetes air dari pelupuk matanya yang sendu.


"Gimana perasaan kamu sekarang, Sayang?" tanya Sarah, mamanya Andin.


Andin menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Namun berbanding terbalik dengan bibirnya yang mengulas senyuman, matanya justru tampak akan menangis.


"Luar biasa, Ma, Pa. Aku ... aku bisa ngerasain detak jantung aku saat ini. Ini ... aku benar-benar ngerasa hidup," gumam Andin dengan suara yang parau.


Surya, papanya Andin, memeluk istrinya dengan terharu. Sementara kedua netranya menatap putri mereka yang keadaannya kini berangsur membaik. Sebuah keajaiban bagi Sarah dan Surya bisa melihat Andin terlihat sehat. Suatu impian sederhana bagi setiap orang tua, tetapi butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa diwujudkan oleh Sarah dan juga Surya.


Namun akhirnya, sekarang, impian mereka perlahan akan terwujud. Putri tercinta yang sejak kecil harus sakit-sakitan karena jantungnya yang lemah, kini bisa berangsur sehat dan melakukan aktivitas normal seperti orang lain. Sebab jantungnya yang lemah, kini telah digantikan oleh jantung sehat dari donor yang ia terima. Keduanya berharap bahwa setelah ini Andin bisa hidup dengan lebih baik. Tidak dapat terbayangkan betapa kalutnya mereka beberapa hari lalu saat Andin nyaris meregang nyawa di hadapan mereka.


"Untuk beberapa waktu, kamu mungkin harus dirawat dulu, Andin. Kami harus lihat perkembangan kamu ke depannya gimana. Setelah dirasa cukup aman bagi kamu untuk pulang, kamu bisa pulang. Namun ingat, bagaimana pun, kamu harus tetap menjaga kesehatan kamu. Jaga pola makan dan istirahat. Jangan terlalu lelah," pungkas dokter muda bernama Evan yang sejak tiga tahun belakangan menjadi dokter spesialis yang menangani Andin. Sebelumnya, Andin merupakan pasien dari dokter lain. Sayangnya, dokter tersebut telah pensiun sekarang.


Andin mengangguk dengan senyuman lebar miliknya. "Baik, Dok. Saya akan menjaga kesehatan."


Setelah memberikan informasi tersebut, Dokter Evan dan segenap staff pergi meninggalkan ruangan Andin. Membiarkan Andin yang baru saja siuman untuk menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya.


"Siapa orang yang donorin jantungnya buat Andin?" tanya Andin dengan suara yang parau.


Andin ingat betul sore itu. Saat dadanya terasa begitu nyeri tak tertahankan. Lebih nyeri daripada biasanya. Andin bahkan merasa bahwa 'waktunya' telah tiba.


Sarah tampak menghela napas dalam. "Namanya Jessica. Perempuan malang itu mengalami kecelakaan, tepat di hari pertunangannya," jelas Sarah.


Informasi tersebut sontak membuat Andin begitu terkejut. Tidak dapat dibayangkan oleh Andin bagaimana perasaan tunangannya. Ditinggalkan oleh kekasih tercinta secara mendadak. Padahal mereka sudah dekat dengan impian yang sudah mereka rajut sejak lama.


"Waktu itu, keadaan kamu sudah tidak memungkinkan lagi, Sayang. Kita semua tahu begitu sulitnya menemukn donor jantung, sementara keadaan kamu sangat riskan. Mama dan Papa benar-benar sudah nyaris menyerah. Lalu kemudian, seorang laki-laki datang menghampiri kami bersama dokter Evan. Mengatakan bahwa seseorang akan mendonorkan jantungnya."


Andin berusaha keras untuk menahan laju air matanya. Namun bagaimana pun, dia tidak bisa. Andin benar-benar tidak tahu bagaimana dia harus bersikap. Satu sisi dia merasa bersyukur karena wanita itu mendonorkan jantungnya untuk Andin. Namun di satu sisi lainnya, Andin merasa bersalah atas apa yang terjadi pada wanita bernama Jessica tersebut. Dia merasa amat kasihan.


"Perempuan baik itu setidaknya harus mendapatkan tempat yang layak di surga sebagai imbalan karena telah memberikan satu kesempatan bagi kamu untuk bisa melanjutkan hidup. Dia telah memberikan harapan pada dua orang tua ini untuk bisa melihat anaknya melanjutkan hidup." Ada do'a yang teramat tulus untuk Jessica dari kalimat yang Surya ucap barusan.


Andin mengangguk setuju. "Jessica, siapa pun kamu, terima kasih banyak. Aku janji, aku akan hidup dengan baik, supaya jantung yang kamu donorkan ini nggak akan sia-sia," bisik Andin pelan.


Perempuan itu menghapus air matanya. Semua yang dia ucapkan bukan hanya sekadar kata-kata. Andin sungguh-sungguh berjanji akan hidup dengan baik, agar kesempatan yang diberikan Tuhan melalui jantung Jessica tidak akan sia-sia.


Sementara itu, di balik jendela ruang rawat yang ditempati Andin, seorang pria berdiri diam. Di balik bulu matanya yang lentik, ada genangan air mata yang siap menetes. Pria itu menghela napas dalam, kemudian bergegas meninggalkan ruangan Andin dengan perasaan yang masih saja kacau.


***