Contents
Trah
Trah 7. Dipenjara
Trah 7. Dipenjara
Setelah salat subuh, Lily memilih jalan-jalan di luar istana. Saat itu, ia melihat sebuah sekolah. Rupanya taman kanak-kanak. Masih sepi karena masih pagi buta. Kemudian, netranya kembali melihat masa lalu di zaman kuno. Ia merasa di tempat itu, ia pernah bermain dengan banyak anak kecil. Ia melanjutkan jalan kaki hingga sampai di sebuah taman. Ia duduk di salah satu bangku taman. Cukup banyak orang di tempat itu. Kemudian, lagi, ia merasakan pernah duduk di tempat itu, tetapi di bangku yang sedang di tempati oleh orang lain. Kemudian, di taman itu, ia melihat sebuah pohon berbentuk payung. Ia merasa mengenal pohon itu. Bahkan mengingat dirinyalah yang telah menanam pohon itu. Hal itu membuatnya tertarik mendekati pohon itu. Ia meraba tubuh pohon itu.
“Akasia. Pohon Akasia ini umurnya berabad-abad. Tidak tahu pasti berapa abad dan entah siapa yang menanamnya.” Seorang kakek tiba-tiba juga mendekat ke pohon.
“Saya yang menanamnya,” ujar Lily.
“Ananda senang bercanda rupanya. Saya juga suka. Nama saya Hakim. Siapakah Ananda? Orang asing dari manakah?” tanya Hakim.
“Saya Lily, Kakek. Dari Negeri Bebanda.”
“Em ... Kakek lihat-lihat wajah Ananda asing, tetapi juga mirip-mirip wajah Duhinbaia. Apakah orang tua Ananda berasal dari sini?”
“Ayah dan ibu saya asli Bebanda, Kakek.”
“Kakek pamit dulu ya, soalnya harus bersiap-siap untuk acara penting. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Kakek Hakim.” Lily tersenyum mengiringi langkah kakek itu hingga kakek itu hilang dari pandangannya. Kemudian, ia teringat kata-katanya. “Bagaimana bisa aku tadi bilang aku yang menanam pada kakek Hakim?” Lily heran atas ucapannya tadi. Akan tetapi, ia benar-benar merasa yang telah menanam pohon itu sehingga ia kembali meraba tubuh pohon Akasia tua itu. Rasa rindu dan rasa syukur bertemu dan melihat pohon itu hidup muncul di hati Lily Adly. Sungguh aneh. Membuat Lily kembali heran. Lily tidak mau larut dengan keanehan yang lagi-lagi ia alami. Ia lekas pergi dari taman itu.
Kali ini, ia melihat gedung-gedung pencakar langit. Sungguh tinggi-tinggi. Gedung-gedung di Bebanda masih kalah jauh tingginya. Kemudian, lagi, ia mengetahui seharusnya di masa lampau tempat itu apa, tempat itu apa, tempat itu apa, dan tempat itu apa. Merasa familiar dan semua yang familiar itu telah berubah jauh-jauh berbeda. Kemudian, kesekian kalinya keanehan ia alami, yang kali ini berupa sekilas-sekilas bayangan kegiatan hari-hari di masa kuno di tempat berdirinya gedung-gedung itu.
“Ya Allah, aku ini kenapa?” keluhnya yang bingung dan semakin bingung dengan semua keanehan itu.
***
“Gifari, saya sibuk karena sebentar lagi pertemuan internasional. Seperti semalam yang saya katakan, saya butuh wanita berkelas untuk menjadi kekasih saya yang akan saya perkenalkan ke publik di acara internasional. Anda harus mencarikan karena saya tidak akan sempat tiga hari ini.” Barata sedang berkomunikasi dengan Gifari melalui ponsel pintar.
“Bagaimanakah jikalau Pangeran memilih di antara wanita-wanita yang menaksir Pangeran? Mereka semua cukup berkelas.”
“Ya sudah, pilihkan!”
“Pangeran bisa pilih sendiri melalui foto-foto mereka. Akan saya kirimkan foto-foto mereka.”
“Iya, bolelah begitu!”
Gifari mengirimkan melalui ponsel pintar puluhan foto wanita berkelas yang menyukai Barata. Sembari sibuk bersiap untuk pertemuan internasional ia melihat-lihat foto-foto itu. Ia merasa buang waktu. Ia akhirnya memilih saja foto berikutnya yang ia lihat. Ia mengirim kembali foto wanita yang dipilihnya kepada Gifari bersama keterangan.
* Pesan online ponsel *
Aku mau ini saja. Makan siang nanti bawa dia ke istana.
***
Lily sudah lelah. Bukan lelah karena jalan kaki, tetapi karena keanehan-keanehan yang terjadi. Sungguh membuatnya bingung. Akhirnya, meskipun masih ingin melihat-lihat Duhinbaia, ia memutuskan untuk kembali ke istana. Saat memasuki bangunan keluarga, ia berpapasan dengan Barata yang sudah berpenampilan siap ke acara internasional.
“Assalammualaikum, Pangeran,” sapa Lily dengan sangat lembut.
“Waalaikumsalam!” balas Barata dengan tegas. “Dari manakah Anda, Nona Lily?”
“Dari jalan-jalan di luar istana, Pangeran. Hari ini, Pangeran berbahasa layaknya di Duhinbaia. Kemarin tidak.”
“Hari ini saya akan bertemu banyak orang penting lagi berkelas. Tentu saja saya akan berbicara selayaknya di Duhinbaia. Kamu enak sekali jalan-jalan. Apakah kamu tidak membaca undangannya jika pagi ini dimulai acaranya? Para raja akan disuguhi penampilan-penampilan para artis dan disambut bertemu sapa dengan selebriti. Sebelum istirahat makan siang juga akan kembali diberikan hiburan. Demikian sampai nanti malam dan berlangsung selama tiga hari. Bisa-bisanya kamu keluyuran dan tidak bersiap!” Barata cari-cari alasan untuk memberi tekanan pada Lily.
“Sasaya memangnya akan tampil juga, Pangeran?”
“Menurut Anda, Anda diundang hanya untuk menumpang tidur dan makan gratis begitukah?”
“Oh.”
“Anda membawa kostum untuk tampil?” tanya Barata yang berharap Lily tidak membawa agar Lily bingung lagi. “Jangan bikin malu Duhinbaia di forum internasional dengan baju alakadarnya!” ujarnya kemudian.
“Saya membawa kok, Pangeran. Semoga masih pantas untuk ditampilkan di forum internasional.”
“Pangeran Barata! Sedang apakah, Ananda? Ayo!” seru Raja Alberga Albifardzan. Barata merasa belum puas iseng memberikan tekanan pada Lily.
“Makan siang nanti, pacarku akan aku kenalkan ke publik!” ujarnya bersungguh-sungguh lalu pergi meninggalkan Lily. Deg, kali ini, kata-kata Barata sungguh memberikan tekanan pada Lily karena perasaannya terhadap Barata bukan perasaan biasa. Bahkan rasa itu sangat mendalam. Matanya sontak berkaca-kaca. Dengan segera bulir demi bulir bening jatuh. Napasnya terasa sesak tercekat. Ia melangkah gontai menuju kamar tua.
“Kenapa aku ini? Aku harusnya sadar diri. Tidak seharusnya bersedih. Jika dia bahagia berarti aku bahagia,” tutur batinnya mengiringi langkahnya. Ia lantas teringat jika harus tampil. Ia pun menegakkan batin dan raganya lalu lekas sampai ke kamarnya.
“Lagu apa yang akan aku bawakan? Suasana hatiku tidak mendukung untuk lagu-lagu riang.” Lily bingung sesampainya di dalam kamar karena ia tidak memiliki lagu sedih. Selama ini, memang semangat dan hal positif yang menjadi karyanya.
Lily teringat mimpinya semalam. Sebait-sebait terbentuk lirik dari mimpi itu. Akhirnya, terangkai penuh meskipun menjadi lagu yang pendek. Lirih-lirih ia nyanyikan.
Jika memang demikian tak diharap.
Takkan hadir jadi masalah.
Pastikan tak ada duka karenaku.
Reff
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
...........
Jika memang demikian tak diharap.
Takkan hadir jadi masalah.
Pastikan tak ada duka karenaku.
Reff
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
...........
Reff
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
Ku takkan pernah di sini lagi.
Pergi jauh.
Tak kembali ....
“Sip! Tinggal aku berkomunikasi dengan band pengiring. Mereka profesional go internasional pasti sangat mudah buat mereka. Sekarang, aku bersiap terlebih dahulu!” Lily mencoba semangat meskipun hatinya terluka. Menemukan lagu itu cukup berhasil menghiburnya meskipun sedikit.
***
Lily mengenakan dress dengan panjang sedikit di atas lutut. Kerahnya berbentuk huruf U yang pas tidak rendah tidak tinggi. Lengannya puff bergelembung sangat besar dengan panjang di atas siku lalu ada lebihan renda yang cukup lebar hingga menutupi siku hingga sebagian lengan bawah. Di dalam roknya bertumpuk-tumpuk kain sehingga dress itu mengembang. Kemudian di bagian bawah dari tumpukan begitu banyak kain itu ada begitu banyak mawar berwarna putih, pink kalem, dan peach kalem. Aksen itu setengah senti melebihi dressnya. Warna dressnya polos ungu kalem. Ia tambahkan dengan stoking putih berbentuk celana dengan aksen mawar-mawar senada dressnya. Alas kakinya berupa angkle bot berhak tinggi tebal berwarna cokelat bata. Ia mengurai semua rambutnya yang sepanjang kaki. Hanya sebuah jepit berbentuk mawar pink cerah yang menghias sisi kiri rambutnya. Sepasang antingnya berupa perak berbentuk rantai rapat yang panjangnya melebihi bahunya. Tangannya ia hias dengan sebuah gelang mutiara asli berbentuk simpel melingkar di sisi kanan dan gelang kain dengan sebuah mawar pink cerah berukuran sedang di sisi kiri. Mutiara asli juga melingkar sederhana di lehernya. Make Up biasanya ia mengenakan yang simpel, tetapi karena kesedihannya ia menjadi menggunakan lengkap dengan sading-sading dan lain-lain sehingga begitu menonjol kecantikannya. Selain itu, ia mengaplikasikan warna cerah, tetapi yang lembut, kecuali bagian bibirnya. Pada bibirnya ia mengenakan pink sangat cerah. Sungguh paripurna kecantikannya.
“Apa masih terlihat ?” tanyanya sembari melihat wajahnya di cermin. “Semoga tidak ada yang melihat jejak air mataku,” harapnya dengan tersenyum.
***
Lily di tuntun dejavunya ke tempat acara. Hanya sesekali ia bertanya. Ia bertanya juga hanya pada yang berbaju formal yang menurutnya sedang berseragam karena dejavunya yang bicara demikian. Di masa kuno memang demikian. Tentunya dengan baju seragam kuno di masa itu.
“Permisi, saya Lily. Saya akan tampil kapan?” Lily berkomunikasi dengan panitia. Semua heran bagaimana ada Lily. Undangan palsu yang sudah diusir. Akan tetapi, mereka juga cukup terpesona melihat kecantikan dan penampilan Lily. Membuat iri kaum hawa.
“Kamu belum pergi juga?”
“Iya, kemarin sudah diusir sama yang menerima undangan. Sudah ketahuan undangannya tidak bisa di scan.”
“Sudah diusir tidak tahu malu ya, kamu?”
“Dasar pemalsu undangan!”
“Ini forum internasional! Semua yang tampil yang kelas internasional bukan abal-abal!”
Para artis dan selebriti bertubi-tubi bergantian bersikap demikian.
“Undangannya tidak palsu. Saya sudah pergi, tetapi pangeran yang menjemput saya untuk kembali ke istana. Baru saja, pangeran juga yang memerintahkan saya untuk tampil.” Mereka tidak percaya dan malah mentertawakan.
“Halunya kelewatan!”
“Perlu diperiksakan ke psikiater nih orang!”
“Bangun Lily, jangan tidur, ini dunia nyata, bukan mimpi!
Lily bertanya, “Apa Pangeran Bohong?”
“Kamu yang bohong, Lily!”
“Sudah bohong, malah menuduh pangeran bohong!”
“Kurang ajar kamu mengatakan pangeran bohong!” Kali ini ketua panitia yang berbicara dengan bentakan hebat membuat Lily berjingkat. Panitia adalah orang-orang yang berbeda dengan yang bertugas menerima kedatangan para undangan sehingga tidak mengetahui.
Lily menerangkan, “Saya sungguh tidak berniat mengatakan pangeran bohong.” Lily berkaca-kaca karena ia tidak mungkin berbuat demikian kepada pangeran yang begitu ia kasihi.
“Baiklah, jika memang saya tidak tampil tidak masalah. Saya ke sini hanya memenuhi perintah pangeran tadi pagi.” Lily hendak pergi.
Panitia menghalangi. “Kamu tidak boleh pergi!” Panitia menghubungi militer menggunakan HT. “Ada penipu lagi pembohong di area persiapan pertunjukan! Cepat ke sinilah sekarang juga!” Lily terkejut, bagaimana bisa malah jadi seperti itu?
Lima militer lekas datang dengan berlari ke area itu. Dalam lima menit sudah berada di tempat itu. Lily ketakutan saat melihat kehadiran mereka.
“Mana?” tanya salah satu militer dengan sangat tegas.
“Dia!” tunjuk ketua panitia. Dengan segera kelima militer itu menyeret Lily.
“Lepaskan saya! Lepaskan! Saya tidak menipu! Saya tidak berbohong!” Lily tidak bisa menahan air matanya.
Kelima militer itu memasukkan Lily ke dalam penjara. Lily duduk di lantai semen memeluk lutut dan menangis.
Bersambung
Terima kasih
:) :) :)
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)