Try new experience
with our app

INSTALL

Trah 

Trah 4. Bagaimana Sekarang?

Trah 4. Bagaimana Sekarang?


“Satu malam saja segitu. Sampai hari pulang berapa? Uang sakuku pas-pasan. Untung dapat tambahan dari pak Salam. Belum makan hari-hari di sini. Aku juga ingin membawakan oleh-oleh. Sekarang, bagaimana?” batin Lily saat telah berada di luar hotel termurah di dekat istana itu.


“Aku akan mencoba mencari penginapan yang jauh dari istana, tetapi yang ke arah bandara agar tidak kejauhan nanti pulangnya,” ujar Lily kemudian dalam hatinya.


Allahuakbar Allahuakbar!


“Duhur. Cari masjid dahulu.”


***


Rombongan iring-iringan mobil dari istana di mana ada Pangeran Barata melaju menuju ke bandara. Mereka ke bandara untuk menyambut para raja dari berbagai negeri yang telah tiba. Setelah penyambutan itu, bersama-sama para raja dari berbagai negeri itu bertolak ke istana. Sayang, Lily yang sedang mengarah ke bandara tidak melihat lagi iring-iringan itu karena sedang memasuki salah satu penginapan.


Para tamu mulia itu di tempatkan di kamar-kamar di area naratetama. Berbeda dengan para artis dan selebriti yang ditempatkan di kamar-kamar di area naratama. Mereka semua dijamu di satu ruangan yang sama, tetapi dibedakan area tempat duduk dan area prasmanannya.


Saat melihat Pangeran Barata sudah berada di istana, petugas yang melayani tamu undangan dari kalangan artis dan selebriti menghampiri pangeran. Ia melaporkan adanya undangan palsu atas nama Lily Adly.


“Apa?” Barata terngaga terbelalak. Bersamaan itu, napasnya tertarik cepat. Tidak menyangka, artis itu akan datang.


“Mana Lily Adly?” tanyanya kemudian.


“Sudah diusir oleh kami, Pangeran.”


“Bodoh!”


“Iya, bodohnya kami, seharusnya kami menangkapnya. Maafkan kami yang bodoh ini, Pangeran.”


“Tambah bodoh! Itu tamuku!” Kini petugas yang melaporkan yang ternganga terbelalak sembari napasnya tertarik cepat.


“Cari dia! Temukan sampai dapat!”


“Baik, akan kami cari Lily Adly, Pangeran! Maafkan kami yang terlalu bodoh.” Petugas itu ketakutan.


***


Sudah mencari, semua harganya masih mahal bagi Lily, membuatnya bingung dan lagi-lagi dalam hati bermonolog, “Sekarang, bagaimana? Apa mungkin karena ini ke arah bandara? Mungkin kalau bukan arah ke bandara lebih miring. Cari di arah yang berbeda dengan bandara boros juga diongkos transportasi. Belum tentu juga ada yang lebih murah. Em ... bagaimana kalau kos-kosan atau kontrakan? Hm ... akan aku coba cari di sekitar sini. Em ... coba yang di perkampungan warga sederhana. Iya, benar, mungkin ada yang sesuai dengan uangku.”


Lily berjalan kaki membawa sebuah tas punggung yang bisa juga seperti koper karena ada rodanya. Tas itu kadang ia pikul, kadang ia tarik. Ia terus melangkah meskipun sudah lunglai. Sampai akhirnya, ia menemukan perkampungan yang nampak sederhana. Ia menghembuskan napas lega saat menemukannya. Penuh harap bisa menemukan tempat tinggal sementara yang terjangkau olehnya di tempat itu.


Ia mengedarkan pandangannya mencari-cari warga di sekitarnya yang mungkin bisa ia tanya. Ia melihat seorang perempuan sebayanya sedang berjalan ke arahnya, ke arah ke luar dari perkampungan itu. Ia lekas menghadang jalan perempuan itu.


“Permisi, Kak! Saya mau tanya. Di sini kos-kosan di mana ya?”


“Silakan Anda lurus saja sampai ada belokan ke kanan. Anda silakan belok ke kanan. Anda carilah yang rumahnya bertingkat seperti hotel, tetapi tidaklah setinggi hotel.”


“Boleh tahu harganya?”


“Yang saya ketahui, perbulannya seharga menginap satu malam di hotel yang paling murah di sini.”


“Kalau sehari berapa?”


“Mohon maaf, saya tidak mengetahuinya. Belum pernah ada yang menyewa satu hari atau beberapa hari. Paling singkat satu bulan. Anda orang asing ya?” Gadis itu mengenali Lily sebagai warga asing dari fisik dan bahasa.


Di masa modern negeri-negeri memakai bahasa internasional yang sama untuk sehari-hari dan untuk profesional. Meskipun bahasanya sama, di Duhinbaia lain dari pada negeri-negeri yang lain. Di Duhinbaia terangkai panjang, sering ada tambahan partikel di akhir kata, sering baku, dan sering terkesan formal. Namun, ada beberapa yang berbahasa sama dengan kebanyakan warga di berbagai negeri. Salah satunya adalah Barata saat bersama teman-temannya, asistennya, dan lain-lain orang yang di bawahnya. Jika bersama keluarganya atau petinggi, ia akan berusaha mengikuti kaidah di negerinya.


“Benar, saya dari Bebanda. Saya baru datang pagi tadi. Anda warga sini?”


“Iya, benar, saya asli warga di sini. Saya adalah tetangga pemilik kos-kosan itu. Sekarang, saya mau ke rumah juragan saya karena saya bekerja menjadi pembantu. Saya sesekali saja pulang ke rumah karena pekerjaan saya penuh waktu. Maaf, saya permisi mau melanjutkan perjalanan saya ke rumah juragan saya. Assalamualaikum.”


“Waalaikumsalam.”


Setelah kepergian perempuan itu, Lily berpikir, “Pembantu ... hm ... ide bagus. Tinggal gratis dan bisa mendapatkan tambahan uang. Paling tidak diberikan tempat tinggal gratis sudah Alhamdulillah. Akan aku coba.” Ia lantas senyum-senyum dan pergi dari perkampungan sederhana itu. Kini, ia mencari rumah-rumah elite.


***


Petugas penerima tamu undangan meminta bantuan militer untuk mencari Lily Adly. Militer lekas melihat CCTV di pintu gerbang dan halaman istana. Dari CCTV itu mereka bisa mengetahui sosok Lily Adly. Pangeran Barata ikut menambahkan dengan hasil screenshot yang ia simpan dalam ponsel pribadinya. Militer menyebarkan screenshot itu ke para personilnya melalui ponsel. Kemudian, mereka mengikuti jejak Lily Adly dari semua CCTV yang merekam Lily Adly.


Seluruh tempat di Duhinbaia memang telah dilengkapi CCTV. Setiap kendaraan umum pun dilengkapi CCTV di beberapa sisi bagian luar dan beberapa sisi di bagian dalam. Setiap sudut negeri itu tidak luput dari pantauan CCTV. Hal itu dilakukan mengingat negeri itu cukup besar dan kemungkinan kriminalitasnya juga. Memenuhi negeri dengan CCTV adalah salah satu cara pencegahan tindakan kriminal yang pemerintah Duhinbaia upayakan. Dari semua CCTV itu dengan mudah akhirnya militer sampai di mana Lily berada. Barata ikut datang ditemani sahabat dan asistennya dalam satu mobil pribadinya.


“Siapakah dia, Pangeran?” tanya Gifari, sahabat pangeran.


“Artis baru dari Bebanda,” jawab Barata.


“Untuk apakah mengundangnya, Pangeran?” tanya Basu, asistennya.


“Iseng saja. Hanya ingin membuatnya heboh mendapatkan undangan dari raja. Tidak aku sangka, ternyata dia sungguhan datang.” Mendengar itu, Basu dan Gifari saling pandang dan geleng-geleng.


“Awas saja, jikalau sampai Yang Mulia mengetahuinya, Pangeran!” Gifari mengingatkan.


“Kalau begitu, jangan ada yang cerita! Kalau tahu juga tidak masalah. Seperti biasa, ayahanda hanya akan mengomel seperti wanita cerewet.”


Muncullah yang dicari. “Itu sepertinya dia!” tunjuk Barata. Gifari dan Basu melihat gadis yang ditunjukkan.


Barata lekas meraih alat komunikasi dan menghubungi militer. “Kalian tidak perlu melakukan apa pun! Kalian pergi saja! Selebihnya urusanku! Tutup mulut kalian, jangan sampai ayahandaku tahu!”


“Kalian berdua turun, hampiri dia!”


“Lalu apakah yang harus kami lakukan, Pangeran?” tanya Gifari.


“Ajaklah dia ke istana! Naik angkutan umum saja, jangan bawa ke mobilku!”


Gifari dan Basu turun untuk menghampiri Lily. Saat itu, Lily sedang menekan bel sebuah rumah besar. Belum kedua utusan pangeran sampai kepada Lily, tuan rumah dari rumah besar itu muncul. Kedua utusan pangeran menjadi berhenti melangkah dan memilih menguping.


“Assalammualaikum,” ucap Lily seramah mungkin.


“Waalaikumsalam.” Nyonya rumah itu membalas tidak kalah ramahnya. “Siapakah Anda ini? Sepertinya Anda ini orang asing?” tanyanya kemudian.


“Benar, Nyonya. Saya dari Bebanda. Baru sampai di Duhinbaia tadi pagi. Nama saya Lily.”


“Ada keperluan apakah ke rumah saya?”


“Em ... saya butuh pekerjaan yang sekaligus bisa tinggal. Saya butuh untuk beberapa hari ke depan. Tidak dibayar tidak apa-apa yang penting bisa tinggal. Soal makan juga tidak perlu repot-repot. Barang kali Nyonya ada pekerjaan rumah yang bisa saya bantu.”


“Kalau bagian bersih-bersih, saya sudah ada. Saya membutuhkan tukang memasak. Anda bisakah memasak?”


“Bisa, tapi makanan Bebanda. Kalau Duhinbaia, jujur, sama sekali tidak bisa.”


“Wah, tidaklah masalah! Malah senang hati saya beberapa hari bisa memakan masakan luar negeri! Saya terima Anda! Walaupun hanya beberapa hari, akan saya gaji dua bulan! Insya Allah.” Nyonya itu sangat antusias, begitu senang. Pun Lily berbinar dan tersenyum mendengar pundi-pundi yang akan ia dapatkan.


“Ayo, masuklah!” Nyonya seusia Lilian Ganika itu meraih lengan Lily untuk masuk.


Akan tetapi, tiba-tiba. “Tunggu! Nona Lily, Anda adalah tamu di Istana Duhinbaia. Anda haruslah tinggal di istana!” tegas Gifari.


“Em ... siapa Anda? Dari mana Anda tahu? Em ... undangan itu palsu. Saya bukan tamu istana. Jadi, tidak ada tempat untuk saya di sana.”


“Undangan itu tidaklah palsu. Petugas kamilah yang keliru. Marilah, ikut kami, Nona Lily!”


“Saya tidak bisa dibohongi! Jelas-jelas yang diundang adalah selebriti dan artis top yang sudah mendunia. Coba tunjukkan selain saya, siapa lagi yang bukan siapa-siapa yang diundang!”


“Iya, benar, memang tidak ada lagi, hanyalah Anda seorang, Nona Lily,” jawab Gifari.


“Tidak ada ‘kan? Kalian ini siapa? Jangan-jangan kalian ya yang membuat undangan palsu itu? Buat apa? Apa maksud kalian?”


“Sudah saya bilang tadi, undangan itu tidaklah palsu, petugas kamilah yang salah! Ayolah, Nona Lily ikut kami sekarang juga ke istana!”


“Buat apa? Kalau aku tidak mau?”


“Pokoknya, Anda harus ikut kami!”


“Nyonya, siapa mereka? Saya tidak kenal mereka. Mereka memaksa saya ikut mereka. Saya takut, Nyonya.”


“Tenanglah, saya akan menghubungi militer!” ujar pemilik rumah besar.


Basu mengeluarkan lencana tanda pengenal pegawai istana. “Iiiiitu adalah pegawai istana sungguhan. Dari lambangnya berarti, itu adalah pegawai penting. Semacam orang yang sangatlah dekat dengan keluarga istana,” terang nyonya itu.


Lily terkejut, tetapi ia tidak mau mudah percaya. Ia tidak mau terpengaruh cintanya sehingga menjadi buta untuk kedua kalinya. Ia mencoba mencari celah di mana mereka bohongnya.


“Kalian pegawai istana?” tanya Lily.


“Iya, benar, Nona Lily,” jawab Basu.


“Mana mobil kalian? Pasti pegawai istana ada kendaraannya ‘kan, Nyonya?” Nyonya itu menjadi ikut berpikir seperti Lily.


“Harusnya ada, apalagi pegawai terdekat keluarga istana. Paling tidak mobilnya cukup bergengsi,” kata Lily lagi.


“Janganlah mencoba-coba berbohong, apalagi menggunakan atribut istana, kalian bisa dihukum berat!” ancam nyonya itu sembari mengeluarkan ponsel pintarnya dan menunjukkan hendak menelepon. “Saya akan menelepon militer sekarang juga!”


“Tunggu tunggu tunggu! Militerlah yang melacak keberadaan Anda, Nona Lily, sehingga kami bisa sampai kepada Anda sekarang ini. Baru saja militer sudah diperintahkan kembali karena Anda sudah ditemukan. Lihatlah di sana! Di sana ada mobil istana. Nyonya yang asli di sini, pastilah mengetahui itu mobil siapa.” Gifari terpaksa menunjukkan keberadaan Barata. Nyonya itu paham siapa yang ada dan ia menjadi terbelalak ternganga dengan napas yang tertarik cepat.


“Mereka sungguh benar dari istana. Anda haruslah ikut mereka!” Nyonya itu menunduk hormat sejenak ke arah mobil itu berada. Lily menatap heran.


“Sayang sekali, saya tidak jadi memakan masakan Anda, makanan dari Bebanda. Assalamualaikum.” Setelah mengatakan hal itu, nyonya itu masuk ke dalam rumahnya.


“Waalaikumsalam,” lirih Lily dan kedua utusan pangeran, mengiringi nyonya itu masuk.


“Mari silakan! Kita akan kembali ke istana dengan menaiki angkutan umum karena maaf, Anda tidaklah layak berada di dalam mobil itu,” ajak Gifari.


“Kalau begitu tidak usah saja saya ke istana! Buat apa juga saya ke istana? Kenapa saya yang bukan siapa-siapa ini diundang? Untuk apa? Saya tetap menolak ke istana!” tegas Lily. “Saya permisi, Assalamualaikum!” tegasnya hendak pergi. Basu lekas menahan lengan Lily khawatir Lily pergi yang akan berakibat dirinya dimarahi pangeran.


“Undangan raja haruslah dihormati yang artinya adalah Anda diharuskan datang!” tegas Basu.


“Kalau saya tetap tidak mau?”


“Akan kami paksa!” ujar Basu.


“Saya bukan kriminal dan saya bukan warga negeri ini. Apa jadinya, kalau masyarakat sedunia tahu perlakuan kalian terhadap turis?” Gifari dan Basu tidak berkutik. Lily pergi untuk kembali mencari tempat di mana ia bisa bekerja untuk mendapatkan tempat tinggal gratis.


Gifari menelepon Barata. “Dia tidak mau ikut ke istana.”


“Ck! Apa alasannya menolak ikut?”


“Bukan siapa-siapa.”


“Apa yang dilakukannya tadi di rumah besar itu?”


“Mencari pekerjaan yang sekaligus bisa tinggal. Tadinya sudah mendapatkan, tetapi kami datang.”


“Sekarang dia mau ke mana?”


“Tidak tahu. Dia sedang jalan kaki ke sana.”


Barata bingung harus bagaimana. “Ikuti dulu terus!”


“Lalu bagaimana, apakah yang bisa kami lakukan?”


“Tidak perlulah melakukan apa pun, cukup ikuti! Em ... sementara ini aku akan siapkan dulu tempat untuknya di istana karena kalau tidak terdaftar tidak disediakan. Kalau sekarang pun ia bersedia ikut, tidak ada kamar yang bisa langsung ia tempati. Kalau sudah ada tempatnya, nanti akan aku hubungi untuk kalian membujuknya lagi.”


“Baiklah jikalau demikian perintah Anda, Pangeran. Pangeran akan pergi sendiriankah ke istana?”


“Iya.” Barata mengakhiri komunikasi lalu berpindah ke sisi kemudi yang sebelumnya ditempati oleh Basu, asistennya.


***


Barata bertanya sendiri tentang kesediaan kamar di area naratama. “Kamar kosong di area ini berada di sebelah manakah? Tolong bersihkanlah karena tamu saya akan menempatinya!”


“Maaf, Pangeran, jumlah tamu sudah disesuaikan dengan jumlah kamar yang ada di area naratama. Oleh sebab itulah, kita tidaklah pernah menambahkan jumlah tamu yang diundang.”


“Oh, iya.”


Barata terpaksa beralih ke area naratetama. “Siapkanlah satu kamar kosong, bersihkanlah, karena tamu saya akan menempatinya!”


“Raja dari manakah, Pangeran? Semua raja sudah menempati kamar masing-masing, Pangeran.”


“Bukan untuk raja. Untuk rakyat biasa.”


“Mohon maaf, Pangeran, ini area naratetama. Jadi, kamar-kamar di sini khusus diperuntukkan bagi tamu-tamu terhormat. Kalau tidaklah bangsawan, paling tidak pengusaha yang sukses kaya raya lagi berpengaruh sangat besar. Selebriti atau artis bertaraf internasional saja, tidaklah diperkenankan untuk menempati area ini.”


“Satu saja untuk tamu saya!”


“Bisa saja saya mempersilakan, tetapi sekarang sedang ada tamu-tamu terhormat. Apakah Pangeran mau tamu-tamu itu merasakan rendah dikarenakan disandingkan dengan orang biasa? Kalau lagi kosong, melampaui protokol istana tidaklah masalah, toh hanyalah soal kamar.”


“Iya, Anda benar. Khawatir mereka tersinggung dengan apa yang saya lakukan. Terima kasih.” Barata pergi dengan menunduk karena sedang berpikir dan membatin akan menempatkan Lily di mana.


“Di hotel dekat istanakah? Em ... ataukah di area dalam istana? Banyak ruang dan kamar. Aku biasanya mengajak teman-temanku menginap. Tidak masalah mengajak dia ke area keluarga istana. Paling artis tidak terkenal itu besar kepala. Hm ... mungkin akankah dia memamerkannya ke artis dan selebriti kelas dunia yang datang?” Ia senyum-senyum membayangkan.


Barata pergi ke area di mana ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan keluarga besarnya. Ia berkeliling di area itu, melihat-lihat kamar-kamar dan ruang-ruang kosong. Kemudian, langkahnya berhenti di depan sebuah kamar kosong yang cukup besar namun terkunci sangat lama yang tidak terhitung lamanya.


“Kamar kosong berabad-abad ini berhantu tidak ya? Katanya kalau kosong empat puluh hari bisa ditempati makhluk halus. Kalaulah benar, berarti kamar ini lebih seram. Kalaulah benar hihihi malah bagus hihihi. Kalau tidak benar, maka akan aku hembuskan gosip kamar ini berhantu hihihi,” kekehnya mendapatkan ide iseng lagi untuk Lily Adly.


Kemudian, ia mengingat sesuatu. “Katanya ayahanda yang memegang kuncinya adalah Syekh Mursal. Di manakah beliau sekarang ini?”


Allahuakbar Allahuakbar!


“Sudah asar. Hm ... beliau sudah pasti saat ini sedang pergi ke masjid istana. Sekalianlah saya salat asar.” Barata lekas pergi ke masjid.


Bersambung

Terima kasih

:) :) ;)


DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)