Try new experience
with our app

INSTALL

Luka Terindah 

Prolog

"Cinta itu unik. Datang disaat yang tak tepat. Dimana sang terkasih harus bersanding dengan yang lain. Tak ada lagi gunanya aku memelihara rasa ini. Biarlah ku bawa bersama impianku. Pergi ke kota lain yang jauh. Berharap seiring berjalannya waktu. Rasa itu akan sirna" (Sandra Kauny)


Prolog


Sandra menghela napas, sesak di dadanya kembali terasa. Saat bayangan Faiz melintas begitu saja tanpa permisi. Dengan susah payah, ia berjuang untun segera menyelesaikan pendidikannya, agar bisa secepatnya menyatakan perasaannya pada Faiz. Tetapi, takdir berkata lain. 

Hari ini Faiz akan menikah dengan seorang wanita yang tak lain adalah sahabat dekatnya, Dewi Anggraeni. Ia tak menyangka, juga tak bisa menyalahkan keadaan. Karena rasanya pada Faiz tak pernah terucap. Ia hanya memberi sinyal saja. Namun sayang, sinyal itu tak sampai pada sang pujaan hati. Untung, kuliahnya di fakultas kedokteran telah selesai. Koas pun sudah ia laksanakan dengan baik. Kini gelar dokter sudah di sandangnya. Bertepatan dengan hari lamaran Faiz dan Dewi. Ia harus merasakan bahagia sekaligus sedih secara bersamaan. 


Karena semua pendidikan sudah selesai, Sandra memiliki alasan untuk pergi jauh untuk sementara waktu, sampai hatinya bisa ikhlas menerima semua kenyataan ini dan menghapus harapan dan semua kenangannya bersama Faiz. Meski interaksinya dengan Faiz tak sering. Namun setiap pertemuan yang ia lalui dengannya. Menorehkan sebuah kisah yang sulit untuk dilupakan.


Tanpa Sandra sadari setetes air jatuh dari sudut matanya, mengembalikan kesadarannya. Cepat, ia menghapusnya. Lalu melanjutkan kegiatannya. Beberapa baju yang akan dibawa, ia masukkan ke dalam tas. Tak lupa, ia pun membawa foto keluarga kecilnya. Di sana ada ayah, ibu, Kak Rama dan juga dirinya. Tapi sekarang, keluarga yang ia miliki hanya Kak Rama. Ayah dan Ibu meninggal dalam sebuah kecelakaan, saat akan pergi liburan Ke Bali.

Malam kejadian naas itu terjadi, ketika mobil yang mereka tumpangi melewati jalan yang sepi, ditambah hujan turun dengan sangat lebat. Karena kaca mobil yang berembun, supir tidak melihat kalau di depannya ada jalan berkelok. Akhirnya mobil yang mereka tumpangi masuk ke dalam jurang dan merengut nyawa kedua orang tuanya. 


Kejadian itu sempat membuat Sandra trauma untuk naik mobil. Namun ia sangat beruntung masih memiliki Kak Rama. Kak Rama-lah yang pelan-pelan membantunya menghilangkan rasa trauma itu. Hingga bunyi ketukan pintu terdengar. Ia pun menyimpan foto itu ke dalam tas.

"Masuk!" Teriak Sandra sambil menghapus airmatanya.

Pintu terbuka, menampakkan sesosok pria jangkung berkacamata dengan pakaian santainya. Dia adalah Kak Rama, kakak sekaligus keluarga satu-satunya yang ia miliki. 

"San, jam berapa berangkat?" Tanya Kak Rama.

"Jam 1 an, Kak," jawab Sandra sambil mengemasi barang-barang yang akan di bawa.

"Kamu, yakin mau ninggalin Kakak di sini sendirian?" Tanya Kak Rama lagi sambil duduk di sampingnya. 

"Insya Allah yakin, Kak," ujar Sandra mantap.

"Kamu pergi bukan karena Faiz akan menikahkan?" 

Pertanyaan Kak Rama membuat Sandra terperanjat. Darimana sang kakak tahu, jika kepergiannya kali ini karena untuk mengobati luka hatinya. 

"Tanpa kamu bicara pun kakak tahu, San. Tapi, kenapa harus ke Cianjur? Kamu bisa pergi ke Bandung atau Sumedang?

"Di Cianjur, ada teman yang memiliki klinik. Sandra di minta untuk praktek di sana," jelas Sandra.

"Tapi, San ..." 

"Sudahlah, Kak. Sandra akan baik-baik saja di sana. Kakak tidak perlu khawatir, ya." Sandra memotong kata-kata Kak Rama. 

"Baiklah, kalau kamu sudah mantap. Kakak hanya bisa mendoakanmu. Tapi, jika suatu saat nanti, kakak memintamu untuk kembali dan praktek di sini. Kamu harus mau, ya!"

"Tergantung, Kak! Apakah hati Sandra sudah sembuh atau belum. Nah, semua barang-barang sudah dikemas. Hmmm, kakak sudah makan belum?"tanya Sandra sambil menoleh pada sang kakak.

"Belum."

"Bagaimana, kalau kita makan bersama dulu. Sebelum Sandra berangkat?"

"Ide, bagus. Ayo, kita makan! Kebetulan tadi Kakak masak udang asam manis kesukaanmu." 

"Wah, kebetulan sekali. Sandra emang lapar baget ini." Sandra menarik tangan Kak Rama, agar mengikutinya ke arah ruang makan.

***

Tepat pukul 1 siang, Sandra sampai di terminal. Diantar oleh Kak Rama. Beruntung ia datang tepat waktu. Lima menit saja terlambat. Ia akan ketinggalan bus dan harus menunggu bus selanjutnya.


Supir bus sudah duduk dikemudi dan menyalakan mesin. Pelan bus mulai melaju. Sandra menatap keluar jendela sambil tersenyum miris. 


"Selamat atas pernikahan kalian berdua! Semoga kalian bahagia selamanya. Maaf, aku tak bisa menghadiri acara pernikahan kalian berdua. Hatiku tak sanggup melihat semuanya. Aku pergi, semoga seiring berjalannya waktu! Aku bisa menerima kenyataan ini,"gumamnya dalam hati.


Bus sudah melaju keluar dari terminal menuju kota tempat kelahiran sang ibu, di Cianjur. Sandra memutuskan untuk menjadi dokter di salah satu rumah sakit di sana. Ia juga bisa sering bertakziah ke makam ayah dan ibunya dan mengenang masa-masa indah di rumahnya dulu. Untung Kakaknya, tidak menjual rumah itu. Jadi ia bisa tinggal di sana.


***


Faiz dan Dewi bak raja dan ratu sehari, mereka berdua berdiri berdampingan sambil menyalami tamu satu per satu. Mata Faiz tak pernah lepas dari pintu masuk. Ada seseorang yang ia tunggu kehadirannya. Hingga kedua netranya melihat sepasang suami-istri, Rama dan Mita. Sayang orang yang dinanti tidak terlihat. 


Rama dan Mita berjalan menuju pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada sepasang pengantin yang berdiri di sana. Ia menyalami kedua orang tua Dewi yang duduk di samping Faiz. 


"Lho! Sandra mana?" tanya Bu Farah, Ibunya Dewi. 


"Kebetulan, Sandra ada panggilan kerja. Jadi maaf, ia nggak bisa hadir." Rama terpaksa berbohong. Karena tak mungkin Ia mengatakan tentang perasaan Sandra yang membuatnya harus pergi. 


"Alhamdulillah, cepet ya Sandra dapet kerja!" ucap Bu Farah lagi.


"Iya, Bu!" Rama berbasa-basi sebentar, lalu berjalan kembali diikuti Mita. Ia tak mungkin berlama-lama mengobrol karena antrian sudah mengular.


"Selamat ya, Bro! Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawwaddah warrahmah." Rama memeluk Faiz. 


"Aamiin. Terima kasih, Ram!" Faiz melepas pelukannya. Ia tak banyak bicara. Ia kecewa dihari bahagianya. Sandra tidak bisa hadir. 


"Selamat ya, Wi!" ucap Rama dan Mita.


"Kenapa Sandra tega sih, Kak? Nggak datang di hari pernikahanku. Padahal kan, ia bisa dong tunda dulu keberangkatannya!" Dewi cemberut. Ia berjanji kalau bertemu lagi sama sahabatnya itu. Ia akan mengomel panjang kali lebar. 


"Maafkan, Sandra! Panggilannya mendadak, jadi ia harus segara berangkat. Tak bisa menunda lagi." jelas Rama."Lihat, antriannya sudah panjang! Kakak ke sana dulu, ya!"


Dewi menganggukkan kepala. Rama dan Mita lanjut menyalami orang tua Faiz. Setelah itu berjalan menuju meja prasmanan yang menyediakan berbagai hidangan.