Try new experience
with our app

INSTALL

Aldebaran, My Love 

Chapter 5

"Mas Al ..."

Andin memanggil nama suaminya, jantungnya berdebar sangat kencang, begitu takut Al mendengar percakapannya dengan Ricky. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Andin kembali memanggil nama Al, namun Aldebaran bergeming dan bahkan tidak melirik ke arah Andin sama sekali. Mata Al tertuju pada Ricky, menatapnya dengan penuh kebencian.

Tiba-tiba, Aldebaran menerjang ke arah Ricky dan memukulnya dengan kuat sampai Ricky tersungkur di sofa.

"Mas Al!"

Dengan panik Andin memeluk suaminya dari belakang, bermaksud menahannya sebelum Al berhasil mendaratkan pukulan kedua pada Ricky. Kedua lengannya memeluk pinggang Al dengan kencang.

"Sayang, please ..." Andin berusaha menenangkan Aldebaran sambil menciumi punggung Al berkali-kali. Andin tahu Al bisa melepaskan tubuhnya dengan mudah dan kenyataan bahwa Al tidak melakukannya dan memilih untuk mendengarkan permintaan Andin, membuat air mata Andin mengalir deras.

Ricky sekarang sudah bangkit dari sofa dan wajahnya tampak murka.

"Lo liat sendiri kan, Ndin? Suami lo temperamental dan berbahaya!" teriak Ricky emosi.

Tubuh Aldebaran seketika menegang di pelukan Andin setelah mendengar perkataan Ricky, bersiap untuk kembali menghajar pria itu. Tapi tangan Andin menahannya, memeluknya semakin erat.

"Mas Al. Udah please," bujuk Andin. "Kak Ricky ini temen aku. Dia ga bermaksud jahat."

Marah dan sakit hati mendengar Andin membela Ricky, Aldebaran melepas pelukan Andin dengan kasar dan berjalan keluar dari sana dengan emosi yang meledak-ledak.

"Mas Al!"

Andin berlari mengejar Aldebaran melintasi lobi sampai ke parkiran dan berusaha meraih lengannya.

"Lepas Andin!" bentak Al.

Andin tersentak mendengar bentakan Al. Selama setahun mereka bersama, belum pernah sekalipun Al membentaknya.

"Jangan kasar sama perempuan!" geram Ricky yang ternyata juga mengejar mereka keluar.

Andin, yang tidak ingin suasana menjadi semakin panas, berusaha meredam situasi.

"Kak Ricky. Makasih atas perhatiannya, tapi tolong jangan ikut campur. Biarin aku dan Mas Al menyelesaikan masalah kami berdua," ujar Andin. Sorot matanya memohon agar Ricky bisa pergi dan tidak memperkeruh suasana.

Dengan berat hati Ricky menyetujui permintaan Andin. "Kabarin gue kalau lo butuh apa-apa. Nomor handphone gue masih sama," ujarnya sebelum berlalu dari sana.

Andin kemudian memandang wajah Aldebaran dengan kalut. Selain bentakannya tadi, Al tidak mengeluarkan suara sepatah kata pun dari awal kemunculannya.

"Mas Al ... kita pulang, yuk. Kita bicarakan di rumah," bujuk Andin.

"Ga perlu. Ga ada yang perlu dibicarakan. Sepertinya saya yang salah, karena istri saya sendiri ga merasa ada yang salah saat dipeluk dan dicium laki-laki yang bukan suaminya," ujar Al dingin.

Andin terhuyung mundur mendengar kata-kata Aldebaran, merasa tubuhnya benar-benar diserang secara fisik. Dan Andin tidak yakin mana yang lebih menyakitkan, kata-kata Al yang penuh kemarahan yang menghantam telinganya, atau rasa sakit yang menusuk jantungnya.

Andin tidak bisa bernapas dan dia hanya berdiri disana, tidak bisa berkata apa-apa karena Aldebaran benar. Andin begitu takut dan mencemaskan apa yang akan terjadi jika Al mendengar percakapannya dengan Ricky sehinga dia melupakan hal lain yang begitu penting. Dia melupakan fakta bahwa suaminya sudah melihatnya dalam pelukan laki-laki lain dan dia bersikap seolah-olah tidak ada yang salah akan hal itu.

Andin merasa sangat bersalah dan dia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat hingga kukunya menancap melukai telapak tangannya untuk melawan dorongan untuk menangis sejadi-jadinya. Dia mendongak menatap Al dengan wajahnya yang bersimbah air mata tapi Al mengalihkan pandangannya.

"Mas Al ... aku minta maaf," Andin memohon terisak-isak. "Kak Ricky itu cuma teman, ga lebih."

Aldebaran hanya diam dan menatap Andin selama beberapa saat sebelum berkata,

"I have to go, we'll talk later."

Dia kemudian berjalan menuju mobil dan membuka kuncinya. Andin yang tidak mau masalahnya jadi berlarut-larut ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang di sebelah Al.

"Turun, Andin!" perintah Al. "Kita bicara nanti."

"Aku ga mau, Mas!" jawab Andin keras kepala.

Aldebaran menghembuskan napas kesal dan menjalankan mobilnya tanpa bicara sedikit pun. Selama perjalanan dari kampus ke rumah mereka, Al memberi Andin silent treatment, menolak untuk berbicara dengan istrinya.

Setelah mereka sampai di depan rumah, barulah Aldebaran bicara lagi pada Andin. Al menyuruh Andin untuk turun dan mengatakan kalau dia akan kembali ke kantor. Dengan keras kepala Andin kembali menolak perintah Al.

"Ayo bicara di dalam, sayang ..." bujuk Andin.

Al tidak menjawab.

"Kalau gitu, aku ga mau turun," ujar Andin keras kepala.

"Turun!" perintah Al sekali lagi.

"Ga mau!"

"ANDIN!" bentak Al.

"Aku ga mau, Mas! Kamu bebas mau ngatain aku apa aja. Tapi tolong jangan diemin aku kayak gini, Mas. Aku ga sanggup." Andin menatap Al dengan tatapan memohon, matanya berkaca-kaca.

"Emang apa lagi yang perlu dijelasin, hah?" tanya Al emosi.

"Aku bisa jelasin ke kamu kalau aku ga ada hubungan apa-apa sama Kak Ricky. Dan dia tadi meluk aku cuma buat nenangin aku aja, Mas! Sama kayak pelukan seorang kakak ke adik perempuanya."

"Omong kosong. Saya bisa liat kalau dia itu suka sama kamu. Lagi pula buat apa dia nenangin kamu segala? Kamu lupa kalau udah punya suami?"

"Mas Al. Please, maafin aku." Andin menangis sesenggukan.

Aldebaran mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Kamu masuk dulu. Nanti kita bicara setelah sama-sama tenang."

Andin menggeleng.

"Masuk, Andin!" perintah Al tegas.

Andin tetap menggelengkan kepalanya.

Aldebaran memukul setir dengan keras dan keluar dari mobil. Dia berlari memutar, membuka pintu penumpang, dan mengangkat tubuh Andin keluar dari mobilnya.

Aldebaran menggendong Andin sampai ke rumah, membunyikan bel dengan tidak sabar dan ketika pintu terbuka, Al langsung menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai atas. Andin bahkan tidak sadar siapa yang tadi telah membukakan pintu untuk mereka. Aldebaran mendorong pintu kamar terbuka dan menjatuhkan tubuh Andin ke kasur.

Aldebaran kemudian berbalik dan dengan cepat berjalan ke luar kamar. Andin buru-buru bangkit dari kasur dan memeluk tubuh Al dari belakang, menahannya agar tidak pergi.

"Lepas, Andin!" Al menarik diri dari pelukan Andin dan berputar menghadap istrinya.

Aldebaran menatap wajah Andin yang bersimbah air mata. Rasa sakit dan cinta yang teramat dalam terlihat jelas dimatanya. Melihat itu, hati Al terasa perih dan matanya berkaca-kaca. Dia mengelap air matanya yang hampir jatuh dengan punggung tangannya.

Aldebaran menggendong Andin kembali ke kasur.

"Jangan pergi ..." isak Andin, memeluk Al dengan erat dan membenamkan wajahnya di leher suaminya dan menciumi titik sensitif disana.

"Mas Al ..." Air mata jatuh bergulir di pelipis Andin saat Al membalas sentuhannya. Andin tahu dia sudah merayu dan menggoda suaminya dengan sentuhan dan belaiannya untuk meredakan amarahnya dan pada akhirnya memaafkannya. Tapi Andin akan melakukan apapun untuk mempertahankan suaminya, sebelum waktu untuk berpisah tiba.

~~~

Satu setengah jam kemudian, Andin menyelinap keluar dari kamar tidur. Dia berjalan menyusuri koridor ke arah ruang tamu untuk menelepon Dayana, meninggalkan Aldebaran yang sedang mandi. Wajah Andin memerah ketika mengingat semua hal intim yang dilakukan Al padanya kurang dari setengah jam yang lalu. Tapi Andin harus fokus. Dia harus mengkonfrontasi sepupunya tentang Ricky sebelum Aldebaran mencarinya.

Andin menghubungi Dayana beberapa kali sampai akhirnya Dayana mengangkat telepon Andin dengan nada mengantuk.

"Halo Ndin."

"Mbak, lo kenapa sih ceritain rencana kita ke Kak Ricky?" desis Andin, takut suaranya sampai ke kamar tidur.

"Oh, gue pikir apaan lo nelpon tiba-tiba," jawab Dayana enteng. "Gue emang berencana libatin Ricky dalam rencana kita, Ndin. Dia bisa bantu lo disana."

Wajah Andin memucat. "Mbak, lo udah gila ya? Kak Ricky hampir saja hancurin semuanya, Mbak!" Andin menceritakan perkelahian antara Aldebaran dan Ricky kepada Dayana.

"Ya ampun. Trus gimana?" Dayana terdengar khawatir.

"Mas Al marah banget. Untung dia ga dengar omongan Kak Ricky di awal. Jadi dia marahnya karena liat Kak Ricky meluk gue."

"Al itu emang cemburuan dan posesif banget orangnya," kata Dayana.

Rasa cemburu membakar hati Andin mendengar perkataan Dayana barusan. Dia tidak tahan membayangkan suaminya yang bersikap posesif pada Dayana walaupun itu semua hanya masa lalu.

"Pokoknya sekarang lo harus suruh Kak Ricky buat jauhin gue dan Mas Al. Gue ga butuh bantuan dari siapa-siapa."

"Tapi, Ndin ...."

"Lo mau gue yang ninggalin Mas Al, kan? Bukan sebaliknya? Biar dia tau gimana rasanya dicampakkan. Tapi kalau nanti Mas Al liat Kak Ricky masih dekat-dekat gue, yang ada gue yang ditinggalin, Mbak! Itu yang lo mau, hah?"

Andin bisa mendengar Dayana menghembuskan napas berat dari seberang telepon sebelum menjawab, "Ya udah. Ntar gue bilangin Ricky buat jaga jarak sama kalian."

Andin mengangguk dan menutup telepon. Sebut saja dia egois dan manipulatif, tapi Andin belum rela kehilangan Aldebaran sekarang dan akan melakukan apapun untuk mendapatkan kepercayaan Al kembali.

 

To be continued ...

Sunday, November 6, 2022