Try new experience
with our app

INSTALL

Aldebaran, My Love 

Chapter 4

Andin sedang memeriksa tugas mahasiswa di meja kerjanya pagi itu saat Pak Agus, salah satu petugas cleaning service di kampus, menghampirinya membawa satu buket besar bunga mawar putih yang sangat cantik.

"Bu Andin, ini ada kiriman bunga buat Ibu."

"Oh, oke. Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, Bu Andin." Pak Agus pun berlalu dari ruangan.

Andin meletakkan bunga tersebut diatas meja dan mengambil kartu yang terselip diantara kelopak bunga.

Semangat kerjanya.

A. A.

Andin tertawa membaca tulisan pada kartu. Kalimatnya sederhana yang memang menggambarkan ciri khas seorang Aldebaran Alfahri yang tidak banyak bicara. Andin mengangkat buket bunga itu dan menghirup aromanya dalam-dalam.

"Dari suaminya, ya?" tanya salah satu dosen yang ada di sana.

Andin mengangguk dan tersenyum malu-malu. 

"Wah romantisnya ..." sambung dosen yang lain.

Beberapa dosen yang lain ikut menggoda Andin dan Andin tertawa geli mendengar gurauan mereka. Andin segera meraih ponselnya dan mengirimkan pesan pada suaminya untuk mengucapkan terimakasih.

Makasih bunganya, sayang. Aku suka banget. Love you!

Al langsung membalas pesan Andin.

Ya, sama-sama.

Tumben kamu balasnya cepat, Mas? Kamu ga ada meeting?

Ada. 10 menit lagi.

Ya udah aku juga ada kelas sebentar lagi. Sekali lagi makasih ya, sayang. Bunganya cantik banget.

Ya, sama-sama.

Andin kemudian merapikan tugas yang sudah diperiksanya dan pamit meninggalkan ruangan menuju kelas yang akan diajarnya sebentar lagi. Andin berjalan ke kelas dengan perasaan yang berbunga-bunga. Dia sangat bahagia. 

Tadi pagi Andin terbangun dengan posisi yang sama saat dia terlelap, dalam pelukan hangat suaminya. Wajah Aldebaran kelihatan sangat tenang dan damai saat sedang tidur sehingga kelihatan lebih muda. Andin membelai pipi Aldebaran dengan lembut, mengagumi ketampanan suaminya. Andin terkesiap kaget ketika Aldebaran tiba-tiba membuka matanya dan tersenyum nakal padanya.

Wajah Andin memerah mengingat apa yang dilakukan suaminya setelah itu dan dengan susah payah Andin mengatur ekspresinya agar tetap tenang sebelum masuk kelas. Ketika hendak masuk, tiba-tiba Andin mendengar namanya dipanggil dari belakang. Andin menoleh dan melihat Pak Agus buru-buru menghampirinya dengan membawa buket bunga kedua. Buket bunga mawar merah kali ini.

"Ada kiriman lagi, Bu Andin," kata Pak Agus.

"Ya ampun ... maaf ya pak sudah merepotkan."

"Ga apa-apa, Bu."

"Ini, Pak." Andin mengeluarkan dompetnya dan memberikan tip kepada Pak Agus.

"Ga usah, Bu Andin."

"Ga apa-apa, Pak. Ambil aja."

"Makasih ya, Bu."

"Sama-sama."

Andin membuka kartu ucapan dan dia tertawa geli melihat kata-kata yang hampir sama tertulis disana.

Semangat terus kerjanya.

A. A.

Andin mendekatkan bunga itu ke wajahnya dan menghirup aromanya dalam-dalam, merasa sangat tersentuh atas perhatian Aldebaran padanya. Tiba-tiba Andin merasa ingin menangis dan berteriak.

Bagaimana mungkin dia sanggup meninggalkan suaminya nanti?

~~~

Saat itu sudah hampir jam makan siang dan Andin baru saja akan meninggalkan kelas ketika ponselnya berdering. Andin tidak mengenali nomor telepon yang tertera di layar ponselnya.

"Halo, Bu Andin." Ternyata yang menelepon adalah Dita, resepsionis kampus. "Ada yang ingin bertemu dengan Bu Andin di bawah."

"Siapa?"

"Namanya Ricky Atmaja."

Andin duduk disana untuk waktu yang lama, membiarkan otaknya yang panik mencernanya. Andin bertanya-tanya kenapa teman dekat Dayana mencarinya.

"Bu Andin mau temui Pak Ricky sekarang?"

"Oke, aku kesana sekarang. Makasih ya, Dit."

Andin melihat Ricky sedang berdiri di dekat meja resepsionis begitu dia memasuki lobi kampus yang tampak sepi. Andin menghampiri Ricky dan menyapanya.

"Kak Ricky, apa kabar?"

"Hey, Andin," Ricky balas menyapanya dengan mata berbinar. Andin tersenyum pada Ricky. Terakhir kali dia bertemu Ricky sekitar tujuh tahun yang lalu ketika masih tinggal di Denpasar, tepat sebelum Andin pindah ke London. Saat itu Ricky dan Dayana memberinya kejutan berupa farewell party kecil-kecilan untuk melepas kepergian Andin.

"Ayo bicara di ruang tamu, Kak."

Andin memberi isyarat agar Ricky mengikutinya ke ruang tamu yang privat dan tertutup di salah satu sudut lobi.

"Kak Ricky tau dari mana aku kerja disini?" tanya Andin ketika mereka sampai di ruang tamu dan duduk di sofa.

"Dari Dayana," jawab Ricky sebelum duduk di sebelah Andin.

Jantung Andin berdebar tak karuan mendengar jawaban Ricky. "Kak Ricky ketemu Mbak Dayana?" tanyanya.

"Iya," jawab Ricky, menceritakan pertemuannya dengan Dayana yang tinggal di Denpasar. Minggu lalu Ricky ada pekerjaan di Denpasar dan ketika dia mengunjungi studio lukis milik pamannya, dia tidak sengaja bertemu Dayana yang sedang belajar melukis disana.

"Dayana udah cerita semuanya, Ndin," ujar Ricky tiba-tiba.

"Cerita apa?" tanya Andin berusaha untuk tetap tenang.

"Dia cerita tentang rencana kalian untuk menghancurkan Aldebaran Alfahri dan itu rencana yang bodoh, Ndin. Kalian ga tau siapa Aldebaran sebenarnya. Dia itu bukan orang sembarangan!" jawab Ricky berapi-api.

Andin tersentak. Dia tidak menyangka kalau sepupunya itu mengumbar rencana balas dendam mereka yang seharusnya bersifat privat dan rahasia tersebut kepada orang lain. Tapi Andin tahu betapa Dayana sangat membenci Adebaran karena meninggalkannya di altar ijab kabul saat mendengar kabar pembunuhan adiknya, Royano Alfahri, tepat di hari pernikahan mereka.

Awalnya, Dayana berusaha membujuk Aldebaran agar mereka tetap melakukan prosesi akad nikah terlebih dahulu dan setelah itu barulah mereka bersama-sama ke Jakarta. Akan tetapi, Al tetap bersikeras untuk ke Jakarta saat itu juga untuk mengurus prosesi pemakaman Roy.

Tidak terima dengan sikap Aldebaran yang keras kepala, Dayana memberikan ultimatum kepada Al jika pria itu tetap ingin membatalkan pernikahan mereka, maka hubungan mereka akan berakhir selamanya. Aldebaran marah besar mendengar ultimatum Dayana dan langsung meninggalkan Dayana saat itu juga tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

Merasa menyesal dan putus asa, Dayana pun menyusul Aldebaran ke bandara. Tragisnya, sebelum sampai di sana, musibah menimpanya. Andin menggeleng sedih mengenang nasib sepupunya. Kandasnya pertunangannya dengan pria yang sangat dia cintai membuatnya hancur sehingga dia tidak fokus menyetir dan akhirnya mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya lumpuh.

Kelumpuhannya merupakan pukulan yang sangat berat bagi Dayana yang harus merelakan karirnya yang cemerlang sebagai penari balet profesional. Rasa cintanya kepada Aldebaran berubah menjadi rasa benci dan dendam yang teramat dalam sehingga satu-satunya hal yang membuatnya bertahan adalah keyakinan bahwa suatu hari nanti dia akan berhasil membalaskan dendamnya dan membuat kehidupan Aldebaran hancur.

Kepulangan Andin ke Indonesia bagaikan jawaban atas doanya selama ini dan merekapun mulai menyusun rencana pembalasan dendamnya kepada Aldebaran Alfahri.

"Ndin. Lo dengar gue ngomong ga?" tanya Ricky kesal saat melihat Andin melamun dan tidak menggubris kata-katanya.

"Iya aku dengar, kok," balas Andin. "Tapi emangnya Kak Ricky kenal sama Mas Al?"

"Semua pengusaha maupun karyawan yang berkecimpung di bisnis kesehatan dan kecantikan pasti kenal Aldebaran Alfahri. Dia orang yang dingin dan manipulatif. Gue khawatir sama lo, Ndin. Aldebaran itu laki-laki yang berbahaya."

"Mas Al itu suami aku. Aku ga suka Kak Ricky bicara seperti itu tentang Mas Al." kata Andin dingin, tersinggung mendengar suaminya digambarkan seperti itu.

"Ndin, gue itu kerja sebagai Marketing Manager di Mustika Ayu Cosmetics, saingan terberat Maharatu Cosmetics, salah satu perusahaannya Aldebaran. Jadi gue tau gimana kompetitifnya dia. Dia ga akan tinggal diam kalau seandainya lo berhasil balas dendam. Dia akan balas berpuluh kali lipat, Ndin."

Andin menggelengkan kepalanya berusaha menyangkal itu semua, air matanya tiba-tiba menggenang. Ricky yang melihat itu berusaha menenangkan Andin dan menariknya ke dalam pelukannya.

"Tenang, Ndin ..." kata Ricky dengan nada membujuk. "Lo punya gue disini. Gue ga akan biarin lo kenapa-napa. Yang penting sekarang lo tinggalin Aldebaran sebelum terlambat."  lanjutnya sebelum mendaratkan ciuman ke rambut Andin.

"Kak Ricky lepas—" Belum sempat Andin menyelesaikan kalimatnya, dia tiba-tiba ditarik dengan kasar dari pelukan Ricky. Andin memekik kaget dan shock melihat Aldebaran berdiri disampingnya dengan raut wajah penuh amarah.

"Mas Al ..." Andin tercekat, berusaha keras menenangkan debar jantungnya yang berdegup kencang.

Andin menatap wajah Aldebaran dengan panik, bertanya-tanya sejauh mana suaminya mendengar kata-kata Ricky yang berbahaya.

 

To be continued ...

Saturday, November 5, 2022