Try new experience
with our app

INSTALL

Aldebaran, My Love 

Chapter 1

Andin meminta Pak Yongki, supir pribadinya, menurunkannya di parkiran kampus dan masuk ke dalam kamar mandi di dekat parkiran yang sunyi dan remang-remang. Andin berdiri diam di depan wastafel selama beberapa saat, berusaha mengumpulkan kekuatan dan ketenangan untuk menghadapi hari. Kilauan cincin kawinnya yang tertangkap lampu kamar mandi, menarik perhatiannya. Andin mengangkat tangan untuk mengamati cincinnya di bawah cahaya lampu.

Cincin mewah berbahan platinum dan bertabur berlian. Cincin yang diberikan oleh suaminya dengan rasa cinta dan kepercayaan. Tak satu pun dari hal itu layak didapatkan Andin.

Andin menatap cincin mahal dijarinya dan masih tidak percaya bahwa dia benar-benar melakukan semua ini.

Dia sudah menikah.

Menikah dengan Aldebaran Alfahri.

Mantan tunangan sepupunya.

Pria yang seharusnya dia tinggalkan.

Dia sekarang adalah Mrs. Alfahri. Ironis. Itu adalah nama yang sebelumnya dia benci setelah mendengar cerita sepupunya. Tapi sekarang...

Andin tidak dapat mengingat satu detik pun hari pernikahannya setelah meninggalkan kamar rias dan menuju ke ruang akad nikah. Dia tidak ingat ketika Aldebaran mengucapkan ijab kabul. Tidak ingat ketika para saksi menyatakan sah ataupun sorak-sorai dan ucapan selamat dari para hadirin setelahnya.

Yang bisa dia ingat adalah dia tidak sanggup meninggalkan Aldebaran.

Hidup Andin saat ini terasa sangat kacau dan dia berjuang keras untuk menjalani hari demi hari dengan tetap menjaga kewarasannya. Andin membenci dirinya sendiri dan dia tidak tahu bagaimana cara menghentikannya. Bagaimana dia bisa begitu bodoh terlibat dalam rencana jahat sepupunya?

Kemarahan Dayana saat mengetahui Andin tidak membatalkan pernikahannya dengan Aldebaran begitu mengerikan. Andin sama sekali tidak mengenali sepupunya lagi. Dia benar-benar seperti orang asing. Dayana yang dulunya baik dan penyayang berubah menjadi sosok yang penuh kebencian, egois, dan manipulatif yang mengancam akan mengakhiri hidupnya jika Andin tidak menuruti kemauannya.

Dengan susah payah, Andin berusaha meyakinkan Dayana bahwa kedatangan tak terduga ibu dan ayah tirinya di acara pernikahannya adalah penyebab Andin membatalkan rencananya. Dia tidak akan tega mempermalukan dan menyakiti hati orangtuanya dengan sengaja. 

Setelah tantrum dan mengamuk seperti anak kecil yang tidak dituruti kemauannya, akhirnya Dayana menerima alasan Andin dan segera akal liciknya kembali bekerja. Dia memerintahkan agar Andin meninggalkan Aldebaran di resepsi pernikahan mereka yang rencananya akan dilangsungkan bulan depan di Bali.

Berbeda dengan akad nikah yang berlangsung tertutup yang hanya dihadiri orang-orang terdekat, resepsi pernikahan Aldebaran dan Andin nantinya akan dirayakan secara besar-besaran dan mengundang banyak tamu. Di saat itulah Andin akan meminta cerai pada suaminya atau begitulah perintah Dayana padanya.

Emosi Andin naik turun seperti rollercoaster selama dua minggu terakhir semenjak hari pernikahannya dengan Aldebaran. Satu detik, Andin merasa begitu bahagia dan detik berikutnya, perasaan bersalah akan menghantamnya begitu dahsyat sampai rasanya ingin mati saja. Dari luar, dia tampak seperti pengantin baru yang berbahagia dan sangat memuja suaminya, tetapi di dalam, yang dia rasakan adalah perasaan bersalah dan putus asa.

Kesedihan dan penyesalan menyelimuti Andin. Dia mengalihkan pandangan dari cincinnya. Cincin yang mencerminkan pengkhianatan, tipu daya, dan rasa bersalahnya.

Andin menghela napas panjang, menyadari bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan selain menjalani hari dengan penuh kepura-puraan seperti biasa. Andin melirik jam tangannya. Saat itu hampir jam delapan pagi dan dia ada jadwal mengajar jam delapan tiga puluh. Menatap ke kaca kamar mandi, Andin melatih senyum palsunya lalu keluar dari sana menuju ruang dosen.

Ragu-ragu, Andin membuka pintu ruang dosen dengan pelan, berharap tidak banyak dosen yang berada disana pagi itu. Dia mengkhawatirkan pertanyaan-pertanyaan ingin tahu yang akan mereka ajukan tentang bulan madunya dengan suaminya. Ini adalah hari pertama Andin kembali mengajar setelah cuti dua minggu.

Benar seperti dugaan Andin, begitu dia memasuki ruangan dia disambut dengan pekik gembira dan diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan nakal yang membuat wajah dan telinga Andin memerah malu.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan dengan singkat dan berbasa-basi sebentar, Andin kabur dari sana dan bergegas ke kelas yang akan diajarnya walaupun mata kuliahnya baru akan di mulai setengah jam lagi. Saat mendapati kelasnya masih penuh, Andin berbelok ke kantin terdekat.

Baru saja dia duduk di salah satu kursi kantin, Andin mendengar seseorang memanggil namanya.

"Andin!"

Andin menoleh dan melihat Tina—sahabatnya sesama dosen dan juga salah satu bridesmaids di hari pernikahannya—bergegas menghampirinya sambil tersenyum lebar.

Mereka saling menyapa dan berpelukan sebelum Tina menarik salah satu kursi dan duduk di sebelah Andin.

"Jadi, gimana bulan madunya?" tanya Tina tanpa basa-basi. Andin hanya tertawa dan tidak menjawab.

"Jangan senyum aja. Ayo cerita."

"Gimana apanya?" tanya Andin mengulur waktu. Dia dan suaminya baru kembali dua hari yang lalu dari bulan madu mereka selama dua minggu di Naifaru Island, salah satu surga tropis di Maldives.

Dada Andin terasa sesak. Dia seharusnya menikmati bulan madu mereka dengan sepenuh hati. Menikmati fasilitas dari resort mewah yang mereka tempati. Menikmati keindahan pantai berpasir putih yang menakjubkan dan laguna sejernih kristal dengan pemandangan matahari terbenam yang tak tertandingi.

Bulan madu yang merupakan impian dari hampir seluruh wanita  di dunia dan rasa bersalah kembali menyerangnya.

"Ya gimana bulan madunya. Tapi gue ga tanya tentang pemandangannya ya karena of course semua orang tau indahnya Maldives."

"Iya, memang indah banget," kata Andin, tidak memakan umpan dari Tina.

"Andin, jangan pura-pura ga tau."

"Pura-pura ga tau apa?" Andin tersenyum geli melihat ekspresi Tina.

"Astaga," kata Tina tidak sabar dan memelankan suaranya, "Maksud gue gimana malam pertama kalian?"

"Rahasia perusahaan," jawab Andin. "Yang masih single ga boleh tau. Pamali," godanya.

"Eh gini-gini gue udah jago ya teorinya. Prakteknya aja sih yang belum."

Andin tertawa mendengarnya. "Masa?"

"Ya udah kalau lo ga mau cerita, tapi gue bisa tebak kalau malam pengantin kalian pasti hot banget." Tina menggerak-gerakkan alisnya dan menyeringai nakal pada Andin.

"Apaan sih, Tin." Wajah Andin mendadak memerah seperti kepiting rebus.

"Ya ampuun, bener kan dugaan gue!" seru Tina bersemangat saat melihat ekspresi Andin lalu mengipas-ngipaskan kedua tangannya ke wajah seperti sedang kepanasan. "Suami lo punya saudara ga, sih? Ayo kenalin ke gue. Gue juga pengen punya suami spek dewa kayak Aldebaran."

"Udah ah, gue mau ngajar." Andin bangkit dari kursi dan segera berlalu dari sana yang diiringi gelak tawa dari Tina.

Andin mengerti kenapa Tina bertingkah seperti itu. Aldebaran Alfahri adalah pria yang sangat tampan. Suaminya bertubuh tinggi, ramping, dan berotot di area yang tepat. Rahangnya kuat, hidungnya mancung, matanya tajam, dan bibirnya lembut dan kissable. Andin malu mengakui, tapi dia sangat menikmati malam pengantin mereka dan malam-malam yang mereka lewati setelahnya. Namun, hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa dia telah menyimpan rahasia yang begitu besar dari pria yang sekarang sudah menjadi suaminya.

Meninggalkan calon suami adalah satu hal, namun meninggalkan suami yang sah di mata hukum dan agama adalah hal lain. Pernikahan mereka telah menjadikan Aldebaran keluarganya dan tidak ada yang lebih penting bagi Andin selain keluarga. Tiba-tiba Andin merasa sangat marah pada ultimatum Dayana. Andin tidak tahu bagaimana caranya, tapi dia akan terus mempertahankan Aldebaran sekuat tenaga dan menikmati momen-momen kebersamaan mereka sepenuh hati. Tapi suara dalam kepalanya terus berbisik,

It is not that easy …

 

To be continued ...

Tuesday, November 1, 2022