Try new experience
with our app

INSTALL

My Possessive Cassanova 

Bagian 7

Setiap perasaan memiliki hak yang sama untuk disuarakan. - Malkin

Rasanya Kinar sudah tidak bernapas lagi saat Malven mengurangi kecepatan motornya hingga berhenti tepat diatas jembatan dekat taman kota. Gadis yang

nyawanya hampir melayang itu baru berani membuka matanya beberapa detik kemudian.

Tanpa diperintahkan, kakinya yang terasa seperti jeli perlahan turun dari motor ninja hijam milik Malven. Melepaskan helm full face hitam milik Malven dan memberikannya dengan kasar pada cowok itu.

"Lo..." Gadis itu memegang dadanya, "Kalau gue punya riwayat jantung, lima menit pertama diboceng lo, mungkin gue udah mati kena serangan jantung!"

Wajah merah, ditambah iris cokelatnya yang sedikit memerah menandakan gadis itu hampir menangis sakit takutnya. Bayangkan saja, Kinar yang notabenenya tidak pernah kebut-kebutan,

dibonceng dengan kecepatan diatas rata-rata yang mungkin saja membuat nyawanya melayang jika terjadi kecelakaan.

Malven menatap Kinar, ia pikir jeritan Kinar tadi hanya untuk mencari perhatiannya. Namun, saat menatap sorot mata teduh itu lebih dalam, Malven bisa melihat gadis itu benar-benar syok.

Bukan tanpa sebab Malven memacu motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, ada beberapa motor yang mengejarnya tadi. Sepertinya itu Rafael dan kawan-kawannya yang tidak terima dengan kejadian tadi.

Tangan cowok berhoodie hitam itu terangkat ingin mengelus pipi Kinar guna menghilangkan ketakutan gadis itu, namun terhenti saat ponselnya berdering.

Tangannya merogoh saku, menggeser layar berwarna hijau untuk menerima panggilan masuk dari seseorang yang bernama Renaka.

"Lo di mana?"

Malven menatap Kinar sesaat sebelum akhirnya menjawab dengan singkat, "Jalan."

"Gawat. Gue udah dapat informasi, lo ke sini sekarang." Airmuka cowok itu berubah, "Di mana?"

"Gue kirim lokasinya.""Oke."

Setelah memutuskan sambungan teleponnya, Malven menatap Kinar. "Lo pulang sendiri."

Seketika,iriscokelatyangmampumembuatkaumadamtenggelamdi dalamnya itumembesar.

"Pulang sendiri?" beonya.

"Gue ada urusan."

"Gila! Lo tadi maksa gue ikut lo dan sekarang lo ninggalin gue di tengah jembatan gini?"

Tidak menyahut, cowok itu justru memasang helmnya. Menyalakan mesin motornya, tanpa mengucapkan apapun lagi, cowok itu melajukan motornya meninggalkan Kinar yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran cowok berhidung mancung itu.

"Dasar cowok nggak tanggung jawab!" gadis itu berteriak, membuat beberapa pengguna jalan yang kebetulan melewatinya menatap gadis itus ekilas, "Gue sumpahin lo kecela—"

Sabar Kinar sabar, orang sabar disayang doi.

Terlalu berlebihan memang kalau Kinar menyumpahi cowok itu kecelakaan, tapi tetap saja, Kinar merasa seperti perempuan one night stand yang habis pakai langsung ditinggal pergi.

"Semoga lo dicium bencong, mampus!"

Gadis bersurai sepinggang itu menghentak-hentakkan kakinya kesal, rasanya ia ingin berteriak dan menangis sekarang jika saja ia tidak punya maludan siap dikira gila oleh orang-orang.

"Lah, anaknya Bunda udah pulang? Kok nggak salam, mana mukanya ditekuk gitu," tegur Aira saat melihat putri satu-satunya itu memasuki rumah tanpa salam terlebih dahulu, padahal biasanya berteriak-teriak menyerukan assalamualaikum.

Dengan wajah seperti pakaian belum disetrika, gadis itu mendekat kearah sang Bunda dan mencium punggung tanganya sembari mengucapkan salam, "Assalamualaikum."

Setelahnya, gadis itu duduk disamping sang Bunda. Dengan membara-bara, gadis itu bertanya, "Bunda tau gak?"

"Gak," jawab Aira polos membuat putrinya itu berdecak kesal. "Iiiihhh, dengerin dulu, Bundaaa."

Aira terkekeh kecil, "Iya, emang kenapa sayangnya Bunda?" "Bunda tau gak, hari ini tuh hari Kinar yang paling sial selama

Kinar hidup." Gadis itu meraih snack keripik kentang yang ada dipangkuan sang Bunda, "Udah Kinar ngelakuin hal yang malu-maluin diri sendiri..."

Berteriak ada polisi di depan umum.

"Kinar mual ngeliat darah. Kinar diajak kebut-kebutan samperasanya malaikat Ridwan udah nunggui Kinar di surga, terus Kinarditinggalin di jalan sama temen Kinar." Dengan mulut penuh keripik kentang, gadis itu terus bercerita tentang kesialan apa saja yang terjadi padanya hari ini.

Aira menarik hidung putrinya itu gemas saat Kinar tersedakkeripikyang dikunyahnya,"Janganngomong sambil makan."

Kemudian, wanita berusia empat puluh itu mengulurkan airminum untuk putrinya yang bawel itu. Kinar meminumnya hinggasisa setengah, lalu kemudian kembali bercerita, "Parahnya lagi nggak ada taxi yang lewat dan baterai hape Kinar lowbat, Bun."

Gadis itu menyandarkan punggungnya di sofa, menyerahkan sisa snack kepangkuan Bundanya, lalu memijat kakinya sendiri.

"Kinar jalan dari jembatan dekat taman kota sampai ke rumah."Jaraknya menghabiskan waktu dua puluh menit jalan kaki, untung saja selama di teater Kinar diajarkan pola pernapasan sehingga tidak mudah lelah, tapi tetap saja kakinya pegal.

Aira tertawa pelan, "Siapa yang ninggalin kamu? Ghea?""Bukan."

"Chaca?""Bukan juga.""Mira?"

"Bukan, Bunda." "Lha,terus siapa?"

Kinar diam, tidak mungkin dia menceritakan tentang Malven kepada Bundanya. Ia saja baru mengenal Malven, ditambah kedua orang tuanya sangat protective pada Kinar. Bisa dikira Kinar dan Malven ada hubungan spesial kalau Kinar ceritakan.

"Ya Tuhan... Bunda cium bau-bau gitu gak? Kayaknya Kinar harus mandi dulu deh, Bun."

Gadis itu bangkit dari duduknya, mengecup singkat pipi sangBunda sebelum berlari kecil menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Janganlari-lari,Kin!"teriak Aira sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Sepertinya putrinya itu sudah mulai suka-sukaan, terlihat jelas dari cara Kinar menghindari Aira saat ditanya siapa yang meninggalkannya. Jika itu perempuan, pasti Kinar akan bercerita.

Kinar menyandarkan punggungnya di pintu saat sudah berada di dalam kamarnya, "Gue harus cari cowok lain buat jadi lawan main gue."

"Tapi gimana caranya?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri,"pokoknya siapa aja asal jangan Malven!"

Gadis dengan ransel biru muda itu melangkah menelusuri koridor, beberapa kali melempar senyum manisnya pada kenalannya yang kebetulan berpapasan dengan dirinya.

"Woy, what up, gurl!" Panji tiba-tiba saja merangkul Kinar dari belakang, dengan alis naik turun cowok itu bertanya, "Gimana kemaren? Seru kan?"

Kinar menghentikan langkahnya, diikuti oleh Panji yang menatap adik kelasnya itu dengan kening berkerut. Di mata Panji, Kinar terlihat seperti singa betina yang siap menerkam mangsanya.

"Seru."Kinar tersenyum lebar membuat Panji meneguk salivanya susah payah, "seru banget."

Diinjaknya kaki Panji dengan kekuatan penuh, "Saking serunya nih kaki gue bengkak!" Hiperbola Kinar sembari mengangkat sebelah kakinya.

"Arrggh!" Panji menggerak-gerakan kakinya yang diinjak Kinar, "Kelingking gue bisa diamputasi nih, aduhhh!"

Kinar melipat kedua tangannya di depan dada, "Sekalian pisang lo diamputasi!"

Cowok hitam manis itu mengekori Kinar saat gadis itu kembali melangkah menuju kelasnya. "Ya Allah, Kin, apa salah dan dosa kusayang?"

"Sayang pala lo peyang.""Pala gue bunder." "Suka-suka lo panci!"

"Baperan banget sih, cerita sini sama gue. Kenapa sih emangnya kemarin?"

Bibir mungil gadis itu menipis, decakan pelan terdengar. "Lo pasti udah denger kan gimana kabar pertandingan kemaren?"

Panji mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya, tapi apa yang membuat Kinar sampai sebete sekarang. Lagi pula, gagal atau berhasilnya pertandingan kemarin bukannya itu bukan urusan Kinar?

"Pokoknya gue bete!" Kinar menatap Panji, "Lo tau gak, guejalan dari jembatan dekat taman kota sampai rumah dan itu semua karena lo!"

Iris hitam Panji melebar, apa hubungannya dengan Panji dan kenapa Panji yang disalahkan?

Benar kata orang. Perempuan selalu benar. Jika mereka salah, maka baca kalimat sebelumnya.