Contents
My Possessive Cassanova
Bagian 6
Definisi rumah adalah dia yang sederhana, namun penuh kehangatan. - Malkin
Gue obatinya,"ucap Kinar pelan.
Kinar menatap Malven dengan tatapan bertanya, namun bukannya menjawab cowok itu malah menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa lalu memejamkan matanya seakan lelah.
"Mal—" "Berisik!"
Kinar mendengus pelan.
Dasar cowok menyebalkan.
Dengan gerakan kesal, gadis itu mengambil kotak P3K-nya, mengeluarkan kapas dan cairan antiseptik untuk membersihkan luka Malven.
"Tahan ya, paling sakit dikit." Kinar mulai membersihkan luka pada wajah Malven dengan hati-hati. Alis cowok itu sedikit mengerut saat merasakan perih dibagian lukannya namun ia enggan membuka matanya untuk sekadar melihat apa yang dilakukan cewek bawel itu pada lukanya.
"Lo kenapa sih berantem sama cowok tadi?" tanya Kinar. "Kalian kelihatannya kaya punya masalah sebelumnya," Kinar berucap sambil menatap wajah Malven yang terlihat tenang dengan mata terpejam.
Kok ganteng? Eh!
"Atau emang kalian punya masalah? Ya, maksud gue profesional aja gitu. Kalo kayak gini kan jadinya sekolah kita jadi malu.Maaf kalo lo kesinggung ta—"
Malven membuka matanya. "Bawel!"
Kinar memutar matanya malas, ia kan hanya memberi saran.Diterima atau tidak itu urusan Malven, tapi kalau tidak suka kan bisa bicara baik-baik, tidak perlu seperti motor yang baru diisi bensin.Kinar sedikit menekan luka disudut bibir Malven membuat akhirnya ringisan kecil terdengar dari cowok itu.
"Hehe, nggak sengaja. Maaf." Gadis itu tersenyum lebar memamerkan jejeran giginya yang rapi.
Malven menatap kesal cewek dihadapannya ini.
"Sayang," panggil seorang cewek dengan pakaian dress selututyang langsung berlari kecil ke arah Malven dan memeluk erat cowok itu.
"Maaf aku terlambat," ucapnya dengan raut penyesalan yang terlalu drama.
"Astaga, muka kamu kenapa?" tanya cewek itu khawatir sambil mengelus lembut pipi Malven.
Cewek itu mengalihkan pandangannya menatap Kinar dengan tatapan menuduh,“Lo ngapain cowok gue?”
"Eh, gue nggak ngapa-ngapain cowok lo kok,” elak Kinar tidak terima.
Malven menatap Anita, “Dia sekarang cewek gue.”
Kinar melotot tidak terima dengan pernyataan Malven itu segera meralatnya, "Enggak! Gue bukan pacarnya Malven. Gue cuma anak PMR yang kebetulan obatin dia karena abis berantem," jelas Kinar cepat sebelum terjadi kesalahpahamanan.
Cewek itu memiringkan kepalanya sedikit menatap Kinar daribawah sampai atas, tersenyum meremehkan. “Gue Anita, ceweknya Malven.”
Kinar melirik Malven yang terlihat muak melihat cewek disampingnya itu.
"Btw, thanks yaudah obatin pacar gue." Gadis cantik itu menekankan kata ‘pacar gue’ guna menyatakan pada Kinar perihal kepemilikannya terhadap si cassanova Cahaya Pelita itu.
"Yaudah gue duluan deh, bye." Kinar mengambil slingbag-nya yang ada disamping tempat duduk Malven, gadis itu ingin secepatnya pergi dari sana.
Belum sempat Kinar melangkah pergi, Malven lebih dahulu menahan lengan gadis bersurai sepunggung itu, "Bareng gue," ucap Malven datar sambil mengambil tas ranselnya dan membawa Kinar menjauh.
Jantung Kinar berdetak sangat cepat saat tangan Malven menggenggamnya erat, detik berikutnya Kinar merutuki degup jantungnya sendiri saat Malven menoleh menatapnya.
Jangan-jangan Malven denger detak jantung gue lagi.
Gadis itu menyentuh dadanya, merasakan sesuatu yang begejolak di dalam sana. Tidak mungkin kan Malven menatapnya lekat seperti sekarang karena mendengar detak jantung Kinar?
"Mal—"
"Bawel!"Kinar bedecak, baru saja memanggil sudah dibilang bawel.
"Mal—"
"Shut up."
"Malven, lepasin tangan gue!" bentak Kinar dalam sekali tarikan napas membuat Malven menghentikan langkahnya.
Seakan omongan Kinar hanyalah angin lalu, Malven sama sekali tidak menggubrisnya dan melangkah lebih cepat, membawa gadis itu ke area parkiran motor dimana ia memarkir motor ninjanya.
"Lo mau bawa gue kemana? Gue kesini bareng temen-temen gue!”
“Bisa diam nggak?"
"Nggak! Karena gue punya mulut. Lagian ngomong itu hak gue sebagai manusia!”
Cowok itu mengabaikan ucapan Kinar dan naik ke atas motornya lalu tanpa berkata apapun memberikan helm full face miliknya pada Kinar.
"Apa? Kenapa?" tanya Kinar dengan alis terangkat. "Pake!"
"Nggak mau. Gue nggak mau pulang bareng lo!"
Kinar itu seperti belut, untung saja Malven sigap meraih tangan gadis itu saat ia hendak kabur."Pake!" ulangnya lebih tegas.
"Ck, gue nggak mau Malven, nggak mau."
Dengan kesal Malven turun dari motornya dan memakaikan helm itu kekepala Kinar. Untuk sesaat jantung Kinar seakan berhenti berdetak saat hembusan napas Malven mengenai wajahnya dengan jarak mereka yang begitu dekat.
Malven menjauhkan wajahnya dan kembali naik ke atas motornya dan meminta Kinar untuk naik, namun gadis itu justru terpaku, berdiri di tepatnya tanpa berkedip.
"Kinar,Naik!"
"Bisa nggak sih, nggak usah bentak-bentak," ucap Kinar kesal namun anehnya gadis itu menuruti permintaan Malven dan naik ke atas motor cowok itu.
Kinar memiringkan kepalanya sedikit." Lo nggak pake helm?" Hening.
"Mal, lo ngomong sehari berapa kata sih? Irit banget." Hening.
Ketawa kek, udah usaha ngelawak gini gue.
"Mal—"
"Apa?!"
"Wasss, santai dong. Gue cuma mau bilang, maaf soal yang gue nuduh lo itu," ucap Kinar membahas masalah teater waktu itu. Langkah awal sebelum meminta bantuan cowok itu untuk perlombaan teater nanti.
"Hm," gumam Malven sebagai jawaban.
Kinar mengembuskan napasnya panjang. Kinar yang terlalu bawel atau Malven yang terlalu dingin? Cowok di depan Kinar itu seperti gunung jayawijaya, sulit untuk ditaklukkan, namun begitu menantang untuk didaki.
"Mal," panggil Kinar lagi.Malven diam.
"Malven,ih," panggil Kinar lagi sambil mendorong pelan punggung Malven, membuat cowok itu mendengus pelan lalu menatap tajam Kinar dari kaca spion motornya.
Kinar yang mendapat tatapan tajam Malven, hanya mengangkat bahunya tak peduli. Bodo amat.
"Lo suka main basket sejak kapan?" tanya Kinar memecahkan keheningan.
Malven diam.
Kinar mencabik bibirnya kesal, Kinar paling tidak suka dengan suasana yang awkward tapi mengajak Malven bicara itu lebih sulit daripada mengajarkan burung bicara. Buktinya dari tadi, Kinar ajak bicara, Malven lebih banyak diam daripada menjawab dan kalau menjawab pun cuma sepatah dua patah kata.
Untunglah, Kinar gadis yang sabar dan rajin menabung.
"Mal, lo pernah bawel nggak sih?"tanyaKinarlagi, “by the way, lo pas lagi ngeband, diem-diem bae kayak gini juga?”
Malven diam.
"Dasar cowok irit ngomong. Udah dingin, jutek, cuek, emosianpula!Amit-amitdeh!"gerutu Kinar pelanyang tentu saja masih dapat didengar dengan jelas oleh Malven.
"Berisik!"
Kinar mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Malven."Siapa?" tanya Kinar sambil mendekatkan sedikit tubuhnya ke arah punggung Malven."Lo."
"Yang nanya," ucap Kinar dengan nada meledek sambil terkekeh pelan.
Kinar tersenyum puas saat melihat Malven menatapnya tajam dari kaca spion, namun sampai beberapa detik kemudian Malven masih menatap kaca spionnya namun kali ini dengan tatapan yang berbeda dan hal itu membuat Kinar mengerutkan keningnya bingung.
Detik berikutnya, Malven sudah menambah kecepatan motornya membuat tubuh Kinar hampir saja terjungkal kebelakang.
"Aaaaaa!" jerit Kinar seperti tikus kejepit pintu.
Kinar langsung membenarkan posisinya dan berpegangan pada pegangan yang ada dibelakang motor Malven. Semakin lama, kecepatan motor Malven semakin cepat, ditambah lagi jalanan yang cukup padat membuat Malven harus berkelok-kelok untuk menghindari pengguna jalan yang lain.
Untunglah, keahlian Malven dalam hal mengendarai motor tak perlu diragukan lagi. Namun, tetap saja takdir Tuhan siapa yang tau?Kecelakaan bisa terjadi akibat kecerobohan.
"ASTAGA MALVEN, LO KENAPA?! KALO MAU MATI
SENDIRI AJA!" teriak Kinar histeris ,bukannya memelankan laju motornya, Malven malah seperti orang kesetanan yang terus menambah kecepatan motornya.
"YA ALLAH, MALVEN! HATI-HATI!" Kinar hampir saja jantungan saat Malven tak mempedulikan lampu lalu lintas yang berwarna merah.
Malven terus menerobosnya hingga pengguna jalan yang merasa haknya diambil, membunyikan klaksonnya ditambah teriakan pejalan kaki yang hampir saja terserempet oleh Malven.
"MALVEN, AWAS!" teriak Kinar saat motor Malven lagi-lagi hampir saja menabrak sebuah truk yang tiba-tiba berbelok.
Jantung Kinar seakan berhenti berdetak, bersamaan dengan bunyi decitan yang ditimbulkan oleh ban motor Malven dan aspal yang begesekan. Jangankan berpikir lolos dari kemungkinan kecelakaan, berpikir masih hidup saja nantinya Kinar sudah kehilangan harapan. Seperti hukum Newton I, tubuh Kinar langsung terdorong kedepan dan membentur punggung Malven dengan cukup keras saat cowok itu mengrem motornya mendadak.
Malven melirik tangan Kinar yang kini melingkar dipinggangnya dengan sempurna, bahkan Malven pun dapat merasakan detak jantung Kinar yang seakan menyatu dengan punggungnya. Mata Kinar sudah terpejam erat. Kinar bersumpah, ini pertama dan terakhir kalinya ia mau dibonceng oleh Malven. Dibonceng oleh cowok itu sama saja mengantarkan diri pada malaikatmaut. Iya kalo mati masuk surga, kalo neraka gimana?!
Cowok berpakaian basket itu melirik kearah belakang dan ternyata ketiga motor yang serupa dengan miliknya yang tadi mengejarnya juga mengerem secara mendadak untuk menghin dari truk.
"Pegangan,"bisik Malven pelan sembari mengelus lembut punggung tangan Kinar yang masih setia memeluknya, lalu kembali melajukan motornya dengan kecepatan melebihi tadi.