Contents
My Possessive Cassanova
Bagian 5
Ketika seseorang benar-benar peduli dan menyayangimu, maka dia tidak akan pernah menyakitimu. Jika pun iya, maka sebenarnya dia pun terluka. - Malkin
Sampai keesokan harinya, tepat saat Ghea, Mira, dan Chaca menjemput Kinar untuk berangkat bersama ke SMA Jayawijaya, gadis dengan kaos lengan pendek berserta
celana jins itu masih mendiamkan Chaca.
"Yaelah, Kin, gue kan niatnya baik," ucap Chaca memberikan pembelaan atas tindakannya kemarin, lagi pula niat Chaca memang benar-benar baik, selain untuk membantu Kinar yang kesulitan mencari sosok pangerannya, juga untuk mendekatkan sahabatnya itu
dengan sosok cassanova Cahaya Pelita, ah, atau lebih tepatnya dengan kekasih gadis itu.
Ghea yang sedang menyetir melirik Kinar sekilas dari cermin,kemudian tertawa pelan, "Mampus," gumamnya pada Chaca yang dibalas dengusan kesal dari gadis bersweater putih itu.
"Iya, Kin, lo tau sendiri lah gimana Chaca... dia cuma bercandakok," ucap Mira yang diangguki oleh Chaca, "tapi bercandaannya emang keterlaluan sih, wajar kok lo marah," tambahnya yang mengundang tawa Ghea.
"Sialan!"gerutu Chaca,"kompor banget sih kalian berdua!"
Chaca menatap Kinar memohon, “Kin, maaf, beneran deh niat gue itu baik. Maafin ya.” Gadis berbulu mata lentik itu mengerjapkan dengan tampang dipolos-poloskan.
Kinar menghela napas, antara kesal dan kasihan, gadis itu bergumam mengiyakan perminta maafan Chaca, “Hm.”
Mereka berempat pun keluar dari mobil lalu Ghea membuka bagasi mobilnya untuk mengambil air mineral.
"Hai, guys," sapa Kinar pada tim basket saat ia sudah berada diarea khusus SMA Garuda.
"Lo yang gantiin Panji, kan?" tanya Denis,anggota tim basket.
Kinar mengangguk. "Iya, kapan mulai tandingnya?" tanya Kinar sambil duduk di salah satu kursi yang sudah disediakan.
"Lima menit lagi mulai deh kayaknya."
Kinar mengangguk."Oke. Semangat ya guys.”
"Iya,kalo kalah gue pecat lo dari SMA Cahaya Pelita"
"Semangat, jangan sampai kalah."
"Kita datang kesini buat menang bukan kalah. Ingat!"
Itulah yang diucapkan oleh Kinar, Chaca, Mira, dan Ghea sebagai bentuk dukungan untuk menyemangati tim basket.
"Kepada tim basket SMA Cahaya Pelita bisa memasuki lapangan sekarang." Terdengar suara dari pengeras suara. Semua tim basket berdiri lalu membentuk lingkaran kecil dan menyatukan tangan mereka.
"Cahaya," seru Malven, yang sejak kedatangan Kinar bersama teman-temannya, sama sekali tidak menoleh sedikit pun.
"Pelita! Pelita! Pelita!" sahut tim basket.
Setelah menyuarakan itu, tim basket SMA Cahaya Pelita memasuki lapangan basket disusul oleh tim basket SMA Jayawijaya. Malven berdiri di tengah, berhadapan langsung dengan seseorang yang Kinar perkirakan adalah kapten basket SMA Jayawijaya yang katanya ganteng. Emang ganteng sih.
"Astaga demi apa?! Itu yang namanya Rafael! Sumpah gantengbanget!" jerit Chaca yang langsung dihadiahi injakan kaki oleh Kinar karena jeritan Chaca itu membuat anak-anak Jayawijaya yang menonton, menatap sinis kearah empat gadis itu.
"Malu-maluin anjir," ucapKinar.
Chaca hanya cengengesan tidak jelas."Tapi, emang ganteng banget. Sumpah. Jadi pengen cepet dihalalin deh,"ucap Chaca centil.
Ghea menatap Chaca tidak habis pikir, betapa fanatik temannya itu terhadap cogan. "Bukan temen gue."
"Duain," sambung Kinar. "Tigain," seru Mira.
Pertandingan pun dimulai bersamaan dengan kedua sahabat Malven datang untuk menonton pertandingan cowok itu. Keduanya duduk tidak jauh dari tempat Kinar dan teman-temannya duduk.
Kening Kinar mengerut, padahal ini masih awal tapi terlihat jelas Malven dan Rafael sama-sama tidak ada yang mau kalah. Bahkan permainan sudah terlihat kasar. Rafael beberapa kali dengan sengaja menyenggol Malven.
"Woy,curang tuh!"teriak Lion yang tak terima saat Rafael kembali menyenggol Malven.
“Si adonan kue, kalo nggak bisa main nggak usah main!” Danielikut menimpali, membuat atmosfer terasa memanas karena suporter SMA Cahaya Pelita dan SMA Jayawijaya yang saling bersahutan membela timnya.
"Kok gue ilfeel ya liatnya," ucap Ghea saat melihat cara bermain tim Jayawijaya, meski ini pertandingan tidak resmi, hanya pertandingan persahabatan antar sekolah bukan berarti bermain curang dapat diterima.
Bruk.
"Anjing!" para pemain cadangan diikuti Lion dan Daniel berlari kearah lapangan saat melihat Rafael dengan sengaja mendorong Malven yang ingin memasukkan bola kering dari belakang.
Malven yang tidak siap langsung terjatuh dengan kepala yang langsung membentur tiang ringb asket.
"Kalo nggak bisa main basket nggak usah main, bangsat!" rutuk tim basket Cahaya Pelita.
"Kapten basket lo aja nggak bisa main basket, njing!" "Bangsat!"
Kinar berlari ke arah Malven yang dikelilingi beberapa orang."Bawa ke pinggir," suruh Kinar pada Daniel dan Lion yang mencoba membantu Malven bangkit.
"Gue bisa sendiri," ucap Malven dingin saat teman-temannya ingin membantunya.
Malven berjalan ke sisi lapangan, namun tatapan tajamnya tak pernah lepas dari Rafael yang juga menatapnya. Mereka tidak terlihat seperti rival dalam pertandingan basket namunter lihat seperti rival dalam kehidupan.
Kinar mengambil sebotol air mineral dan memberikannya pada Malven.
Malven mengambilnya, namun bukannya diminum air itu malah dipakainya untuk membasuh wajahnya. Membuat air itu bercampur dengan darah di kening Malven. Hal itu membuat Kinar memalingkan wajahnya, mengatur napasnya untuk mencegah dirinya pingsan.
"Luka lo, gue obatin ya," ucap Kinar sambil membuka kotak P3K-nya.
Saat Kinar akan menyentuh luka Malven cowok itu menahannya, "Nggak perlu."
Malven bangkit lalu berlari ke arah lapangan dan berdiri tepatdi depan Rafael yang ingin meninju Daniel yang tidak terima dengan perlakuan Rafael tadi.
"One by one."
Rafael terkekeh dengan satu alis terangkat,"One by one? Sure?" tanyanya dengan senyum meremehkan.
"Bacot!"
Tanpa aba-aba Malven langsung meninju wajah Rafael membuat cowok itu terjungkal. Rafael menggeram saat melihat menyentuh sudut bibirnya yang berdarah, ia bangkit dan dengan cepat melayangkan tinjuan kearah Malven membuat cowok bernomor punggung 07 itu mundur beberapa langkah.
"Malven!"jerit Kinar seakan merasakan apa yang Malven rasakan.
Napas Kinar memburu, ini pertama kalinya ia melihat perkelahian seperti ini secara langsung. Kinar memang pernah melihat cewek yang saling jambak bahkan ia pernah ada dalam posisi itu tapi melihat perkelahian antar cowok yang terlihat penuh amarah seakan ingin membunuh satu sama lain membuat Kinar bergidik ngeri.
Malven terlihat memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya ia menyerang Rafael dengan membabi buta dan Rafael pun melakukan hal yang sama. Cowok itu meninju dan menendang Malven, tidak terelakan keduanya sama-sama lihai dalam ilmu beladiri.
"POLISI!!!"jeritan seseorang yang terdengar begitu bodoh namun dapat menghentikan perkelahian mereka.
Malven dan Rafael yang sama-sama dalam keadaan babak belur menatap seseorang yang berteriak itu.
Polisi?Mereka bukan gerom boran tawuran yang akan berhamburan ketika ada yang berteriak polisi atau saat suara sirene mobil polisi berbunyi, namun tetap saja teriakan absurd itu mampu menghentikan perkelahian dua cowok itu.
Kinar, cewek itu lah yang berteriak tadi. Ia menggigit bibir bawahnya gugup saat semua orang kini menatapnya dengan kening berkerut.
Bundaaaaaaa, maluuuuu!!!
"Eh kok berhenti?" tanya Kinar dengan tampang polos-polos bloon.
"Lanjutin aja, tadi gue cum—cuma lagi hapalin salah satu dialog naskah teater," ucap Kinar gugup sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ghea mencubit keras lengan sang sahabat, dan menatap cewek itu seakan berkata
Bodoh! Udah bagus orang berhenti berantem malah disuruh lanjut!
"Adaapaini?! Kalian meminta izin buat melakukan pertandingan bakset dan bukannya seperti ini! Ini lapangan basket bukan ring tinju!" bentak seorang laki-laki yang baru datang dengan kepala plontos dan perut buncit, tak lupa kumis tebal di wajahnya.
"Kalian mau sok jagoan?!" betaknya lagi.
"Urusan kita belum selesai!" Rafael pergi tanpa mempedulikan teriakan guru yang ia sebut raksasa kerdil itu. Tapi ia sempat melirik Kinar yang masih menggigit bibir bawahnya yang entah mengapa telihat menggemaskan dimata Rafael.