Contents
My Possessive Cassanova
Bagian 2
Jika melodi mampu membuat seseorang hanyut dalam nadanya, maka dia mampu membuatku terlena hanya dengna menatapnya.
Kenapa sih,Kin?"Chaca masuk kedalam ruang teate rdisusul oleh Mira dan Ghea, masing-masing mereka membawa minuman juga snack.
Kinar mendesah pelan, wajah suntuknya menjelaskan kalau gadis sedang dalam masalah,"Gue kekurangan anggota."
Jawaban dari gadis dengan surai dikuncir itu tidak membuat ketiga sahabatnya berhenti mengunyah makanan,"Yaudah cari member baru aja...apa susahnya?"
"Apa susahnya lo tanya?!" Kinat meraih keripik kentang yang ada ditangan Mira dan memakannya beberapa,"Gue perlu pangeran."
"Pangeran?!"
Kinar mengusap pipi kirinya,mendengus kasar,"Muncrat!"
Kemudian tawa teman-temannya terdengar, biasanya Pangeran yang mencari Tuan putrinya dan sekarang malah sang Tuan putri yang mencari sosok berkuda putih itu.
"Yaelah Kinara Aurellia,lo lupa SMA Cahaya Pelita punya pangeran?"Mira meraih kembali snack yang jika tidak segera diambil, bisa saja habis oleh Kinar yang jika sedang stres suka kalap saat makan.
"Pangeran Cahaya Pelita?"
Seakan satu pemikiran, Chaca, Mira, dan Ghea mengangguk."Iya," jawab mereka serempak.
"Siapa?"
Sekarang, ketiga sahabat Kinar itu saling melempar tatapan dan tersenyum penuh makna—mengucapkan satu kata yang menjurus pada satu nama yang sampai kucing beranak macan pun, Kinar tidak akan pernah meminta bantuan padanya.
"Mine,"kata mereka sembari tertawa.
"Belum pernah disumpal kaus kaki tuh mulut?"Kinar menyandarkan punggungnya pada tembok,"Bukannya pangeran yang ada malah beast!"
"Jangan salah, beast-beast gitu endingnya jadi babang tampan kelesss," timpal Ghea bergurau,diikuti tawa serta anggukan sependapat dari Chaca dan Mira.
“Maaf Ibu harus mengatakan ini,tapi ini adalah kesempatan terakhir kamu, Kinara. Buktikan kalau kamu memang mampu... Ibu percaya sama kamu.”
Ya Tuhan, perkataan Bu Amel terus saja terngiang di telinga Kinar. Teater Perak SMA Cahaya Pelita sudah berdiri hampir limabelas tahun dan bagaimana mungkin Kinar membiarkan ekskul itu ditutup karena kegagalannya dalam memimpin. Perlombaan di Taman Budaya bulan depan adalah satu-satunya harapan Kinar, ia tidak memilik banyak waktu untuk memilih pemain serta berlatih.
"Gue yakin Malven pasti bakalan mau bantuin ceweknya," goda Mira sembari menyenggol Kinar yang nampak fokus berpikir," Ibaratnya ya, Kin, lo itu nyia-nyiain berlian buat emas yang nggak pasti.Jelas-jelas ada Malven, ngapain cari yang lain."
Mungkin jika hubungan Malven dan Kinar baik, Kinar akan memikirkan saran sahabat-sahabatnya itu. Nah ini, terakhir Malven mengklaim Kinar sebagai miliknya saja karena keteledoran Kinar yang melabrak cowok itu. Jadi kemungkinan Malven akan mau membantu Kinar sangat amat kecil, bahkan mungkin mustahil.
Gadis beriris cokelat itu meraih boneka bantal berbentuk kepala doraemon miliknya yang sengaja ia tinggal di ruang teater," Selain Malven..." Kinar menatap teman-temannya bergantian, "Adaopsi lain nggak?"
Chaca merebahkan dirinya di pangkuan Kinar, inilah mengaparuang teater menjadi tempat ternyaman untuk empat gadis itu, selain ruangannya ber-ac, juga karena ada bantal doraemon yang bagai surga disekolah, sangat empuk dan mengundang untuk dipeluk, bahkan ditiduri.
"Gimana kalau Aldo?" Aldo si ketos? Gayanya terlalu selengean, lagipula Pak Ketos satu itu telalu padat jadwalnya. Yang ada nanti bukannya membantu Kinar, malah Kinar yang disuruh-suruh olehnya. Terakhir saja saatada kegiatan sekolah dan Aldo kekurangan anggota, Kinar menjadi salah satu korbannya dan harus merelakan dirinya menjadi panitia dengan embel-embel perwakilan ekskul teater.
"Atau Renald?"Mira memberi usul.
Renald si atlet voli? Bukannya rasis, namun jika berdiri disamping Kinar, kulit cowok itu terlihat amat kontras dengan Kinar yang nota bene memiliki kulit putih. Bagai kopi dan susu, terlebih orangnya rada rese dansuka tebar pesona.
Tipe-tipe playboy yang menyebalkan.
Ghea menyeruput minumannya, nampak berpikir satu nama yang sekiranya cocok, "Adit?"
Adit? Si anak olimpiade biologi? Lumayan ganteng, putih, serta tinggi,setidaknya sebelum Chaca menambahkan,"Gue denger-denger,doi gay lho."
"Shit!"rutuk Kinar,hilang sudah bayang-bayang sosok Adit yang sempat Kinar angankan tadi,"Nggak ada apa cowok yang normal jasmani rohaninya?!" erangnya, mulai frustrasi karena SMA Cahaya Pelita yang memiliki segudang cowok tampan, justru tak adayang sesuai kriteria pangeran yang diinginkan Kinar.
“Panji gimana?” usul Ghea, si ketua PMR yang setiap bertemu Kinar selalu berdebat,cowok itu menyebalkan,tapi juga menyenangkan.
Tapi,kemudian gadis itu menggeleng, mengingat kalau seniornya itu harus focus pada ujian yang sudah ada di depan mata,“Yang sehat jasmani, rohani, pintar akting,dan nggak sibuk,ada nggak sih?”
"Ada!" Ketiga sahabat Kinar menatap dengan sorot berbinar, "Malven!"
"Bodo amat!"
Faktanya, cowok itu bukan hanya akan menjadi sosok yang memainkan peran sebagai Pangeran, namun dia adalah Pangeran yang sebenarnya, sayangnya Tuan Putri tak mau mengakuinya.
Gadis beransel biru muda itu melangkahkan kakinya di koridor sekolah, menatap gemericik hujan yang membasahi lapangan Cahaya Pelita. Lorong sekolah sudah sepi, selain karena tidak ada jadwal ekskul hari ini, juga karena ada rapat guru yang berujung dengan dipulangkannya seluruh murid lebih awal dibandingkan biasanya.
"Astagaaa, ini stok cowok udah mau punah apa!" sebenarnya inibukan hanya perihal wajah, tapi juga bakat bermain peran. Kinar hanya memiliki sedikit waktu, tidak akan cukup jika harus melatih orang awam,terlebih Kinartak ingin kalah lagi kali ini.
Menelusuri satu per satu kelas, hingga langkah kaki gadis itu terhenti didepan ruang musik.Ada suara drum yang diketuk membuat melodi indah, membuat Kinar tertarik melangkahkan kakinya lebih dekat untuk mengintip dari celah jendela.
Kinar tidak cukup tinggi, gadis itu berjinjit dengan tangan berpegangan pada sisi tembok. Pandangannya terkunci pada sosok yang duduk di balik drum, ketukan yang selaras dengan nyanyian si pemilik suara membuat Kinar hanyut dalam melodinya.
Tanpa sadar,Kinar dibuat terlena. Bahkan sampai menit ketiga, gadis itu tetap pada posisinya, tidak sadar kalau sosok yang diperhatikannya kini malah justru balik memperhatikan Kinar. Perlu waktu setidaknya lima detik sebelum akhirnya Kinar sadar kalau Malven—cowok yang mampu membuat Kinar hanyut dalam melodinya sampai-sampai terperangah—sedang menatap Kinar secara terang-terangan.
Ya Tuhan!
Pipi Kinar bersemu malu, gadis itu berbalik dan melangkah secepat mungkin. Bahkan gadis itu tidak sadar kalau langkah kakinya kini membawanya pada gedung belakang sekolah dan bukannya ke gerbang sekolah.
Sialnya, saat Kinar berbalik, sosok yang diintipnya tadi sudah berdiri dihadapan gadis itu.
Mampus gue!
"Kenapa pergi?"Cowok berhoodie hitam itu melangkah mendekat diiringi langkah mundur Kinar, tidak sadar atau bahkan tak peduli dengan tindakannya yang mampu membuat Kinar menahan napasnya.
"Gu—gue ta—tadi nggak sengaja li—lihat lo." Demi apapun,bahkan untuk meneguk salivanya saja Kinar susah, Malven memilikiaurayangmampumembuatKinarmerasaentahlah,sukardijabarkan.
Senyum miring tercetak membingkai wajah tampan Malven,kedua tangannya mengurung Kinar di tembok. Jarak wajah merekamampumembuat gadisberhidungmungilitumenahannapasnyalebihlama.
"Gaksengaja?"
Kinar mengangguk,"Gak sengaja."
Malven menggindikan bahunya,"Gue nggak suka.”
“Gak suka? Oh itu anu—gue nggak bermaksud ngintipin lo, gue cuma kebetulan lewat.”
Sebelah alis tebal milik cowok itu terangkat, detik selanjutnya ia memajukan wajahnya hingga bibirnya berada tepat didepan telinga Kinar.
"Pipi lo merah." Lalu, tubuhnya mundur tiga langkah, "Padahal cuacanya sejuk."
Segera, Kinar memalingkan wajahnya. Jari jemarinya menggenggam erat ujung tali ransel, tanpa berkata apapun, gadis itu melangkah melawati Malven—baru tiga langkah, Kinar membeku ditempat akibat ucapan Malven.
"Lo lagi PMS."
Itu bukan sebuah pertanyaan atau pernyataan yang sarat akan nada keraguan.Namun,itu sebuah pernyataan yang diucapkan Malven begitu lugas, jika tadi hanya pipi Kinar yang bersemu merah,kini seluruh wajahnya memerah.
Dengan santai, Malven mendekati gadis yang wajahnya sudah seperti mau dieksekusi mati.Melepaskan hoodie yang dikenakannya, lalu membungkukkan sedikit badannya untuk mengikatkan hoodie itu di pinggang Kinar. Tidak merasa terganggu meski sadar gadis dihadapannya itu tengah menahan napas saking terkejutnya dengan tindakan Malven tersebut.
Malven memang penuh kejutan dan sepertinya, Kinar adalahsalah satu bagian kejutan yang diciptakan Tuhan bukan untuk dibuat terkejut oleh cowok itu, namun sebaliknya.
“Napas,”peringat Malven,menyentuh hidung mungil Kinar.
Setelah membersihkan dirinya,Kinar melangkah keluar dari kamar mandi dengan hoodie Malven tersampir di lengannya. Kaki gadis itu melangkah menuju tempat pencucian untuk mencuci hoodie tersebut, pokoknya Kinar harus mengembalikannya secepat mungkin kepada sang pemilik. Mungkin, mengucapkan terima kasih sekaligus maaf juga, dan setelah itu semua selesai, tidak akan Kinar membiarkan dirinya berurusan lebih panjang dan rumit lagi bersama cowok itu.
"Kinar?"Aira—Bunda Kinar—melangkah mendekati putri tunggalnya,"Ngapain, Kin?"
"Eh, Bunda." Kinar mengerjapkan matanya, "Itu... Kinar lagi nyuciin hoodie teman Kinar."
Aira semakin mendekat dengan gelas ditangan kanannya,"Nyuciin hoodie?"beo wanita berusia empat puluh tahunan itu.
Pipi Kinar kembali bersemu merah saat mengingat kejadian memalukan dengan orang yang membuatnya kesal setengah mati tadi,"Kinar tadi tembus."
Tawa wanita yang amat Kinar sayang itu pecah,"Terus pacarmu yang ngasih hoodie itu?" goda Aira sembari mencolek dagu putri tercintanya itu.
Segera Kinar menggelengkan kepalanya tidak terima, "Kenal aja nggak."
"Tadi katanya temen?"tak gentar, Aira terus menerus menggoda putrinya yang selama ini memang tidak pernah mengenalkan atau mengajak cowok yang dekat dengannya ke rumah, "Bohongin Bunda dosa lho, Nak."
Bagaimana caranya Kinar menjelaskan kalau jangankan pacar,menyebut Malven sebagai teman saja Kinar tidak ikhlas. Ayolah, predikat cassanova dengan pacar segudang yang melekat pada Malven membuat citra cowok itu amat buruk di mata Kinar.
Kesetiaan adalah harga mati dalam sebuah hubungan.
Apalagi sifat dan sikapnya selama ini, Kinar benar-benar tidak menyukai cowok seperti itu.
Setidaknya untuk saat ini...