Try new experience
with our app

INSTALL

My Possessive Cassanova 

Bagian 1

Ada nelangsa di ujung bait pertemuan, semoga takdir memperlambat kehadirannya. - Malkin

Derap langkah memenuhi koridor utama SMA Cahaya Pelita yang menghubungkan kantin dan parkiran, serta berbatasan langsung dengan lapangan outdoor yang saat itu menjadi tujuan utama murid-murid Cahaya Pelita. Satu-satunya hal yang mampu menjadi magnet menarik perhatian mereka adalah pertandingan basket rutin antara anak IPA dan IPS.

Sudah menjadi hal yang lumrah kalau selalu saja ada persaingan antara anak IPA yang katanya kebanggaan sekolah dalam bidang akademik, dengan anak IPS yang menjadi kebanggaan guru dalam bidang non-akademik.

Cahaya Pelita adalah singanya perlombaan, sekolah yang paling ditakuti dalam setiap bidang perlombaan. Salah satunya adalah tim basket SMA Cahaya Pelita yang sudah memenangkan DBL–Developmental Baketball League—dua kali berturut-turut.

“Lo mau nonton basket juga,Kin?” tanya Chaca yang berambut sebahu pada sahabatnya yang biasanya langsung pulang saat bel pertanda usainya pembelajaran berbunyi.

Kinara Aurellia, gadis dengan tinggi badan seratus lima puluh tujuh sentimeter itu menggeleng cepat, “Mending gue nonton film horor dibandingkan nonton basket,” ogah gadis itu sembari menguncir rambutnya.

Gadis itu memang paling takut menonton film bergenre horor, namun kalau disuruh milih antara nonton basket atau nonton film horor, tentu saja ia memilih nonton film horor. Sebenarnya Kinar memiliki pengalaman buruk dengan olahraga basket, gadis itu pernah terkena bola basket sampai pingsan, ditambah hubungannya dengan kapten basket yang saat ini menjabat di SMA Cahaya Pelita cukup buruk.

“Lha terus lo ngapain masih di sekolah?” Mira, gadis bermata segaris itu menyuarakan kebingungannya.

“Iya, Kin, lo nggak ada ekskul kan hari ini?” tanya Ghea, simodel Cahaya Pelita yang memiliki bentuk tubuh semampai, gadis itu juga salah satu anggota cheerleaders bersama Chaca.

Kinar menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah ruangan yang di pintunya bertuliskan Theater's room, “Bentar lagikan ada lomba teater, kalau kali ini teater kalah lagi setelah satu tahun nggak nyumbangin piala sama sekali buat Cahaya Pelita, teater bakalan dibubarin.Jadi gue mutusin buat latihan lebih sering.”

Begitulah peraturan di SMA Cahaya Pelita, bagi ekskul yang tidak menyumbangkan piala selama satu tahun, maka ekskul tersebut akan dipertimbangkan keberadaannya. 

Seakan baru menyadari sesuatu, gadis berhidung mungil itu menoleh ke kiri dan kanan,“Ini anggota gue mana,ya?” herannya, karena tidak menemukan satu pun anggotanya disana.

Ketiga sahabat Kinar ikut menoleh ke kiri dan kanan, hanya ada mereka dilorong itu karena murid-murid yang tadi berjalan beriringan dengan mereka, sudah sampai dilapangan untuk menyaksikan pertandingan basket antar jurusan itu.

“Jangan kayak orang susah dong,Kin! Di-chat napa!” gurau Chaca yang baru disadari oleh Kinar, gadis itu bergegas mengambil handphone yang ada di sakunya. Begitu ponsel itu menyala, pesan berbondong-bondong masuk yang berasal dari group chat teater.

Maaf, ka. Aku keluar dari teater, izin left ka @kinaraaurellia

Mata Kinar membelalak tidak percaya saat semua pesannya berisihal yang sama dan sekarang hanya sisa Kinar di group itu.

“Lho-lho…ini kok?”Kinar mulai panik, memperlihatkan pesan-pesan itu kepada teman-temannya, “Ini kok mereka keluar semua?!”gadis itu nyaris menjerit tidak terima.

“Tenang, Kin. Lo-nya jangan panik gitu, gue ikutan panik nih!”“Lo ada ngelakuin kesalahan atau apa gitu? Coba pikirin!”

Chaca memiringkan kepala,menatap sesuatu yang menempel di pintu ruang teater yang luput dari perhatian mereka di awal tadi. Sebuah pamflet berwana hitam bertinta putih yang berisi ancaman agar anggota teater keluar dari ekskul yang dipimpin Kinar itu.

“Sialan! Iniapa-apaan? Siapa coba yang bikin? Ada inisialnya M, tapi siapa?” Kinar meremas pamflet tak bedosa itu, mencoba menerka siapa orang berinisial M yang memiliki masalah dengannya.

“Ekskul sampah gini lo bangga-banggain.” Seseorang mengucapkannya dengan nada meremehkan, membuat emosi Kinar memuncak,tidak terima ekskul yang dipimpinnya dijelek-jelekan oleh si kapten basket yang baru saja melempar bola hingga memecahkan jendela ruang teater.

“Hello! Wakeup, boy! Ngelempar bola aja lo remedial, mau mimpin tim basket?!”

“Lo lihat piala di ruang guru? Hampir setengahnya berasal dari ekskul basket.”

“Malven!”tanpa sadar Kinar menyerukan nama itu dengan lantang, kemudian ia menatap sahabat-sahabatnya bergantian, “Pasti Malven!”

Seperti singa betina yang ditantang bertarung saat sedang lapar, gadis itu berlari tergesa dengan pipi bersemu merah menahan amarah. Kuncir rambutnya bergerak ke kiri-kanan seiring langkah kaki gadis itu,menerobos murid-murid yangmemadati lapangan menonton pertandingan tidak berguna itu.

Bola basket yang baru saja masuk ke dalam ring, mengelindingdan berhenti tepat di depan kaki Kinar. Gadis itu meraih bola oranye tersebut dan melangkah kearah cowok yang dilengan kirinya terikat kain merah yang menandakan dia adalah kapten basket yang diagung-agungkan.

“Lo!” Kinar menunjuk cowok itu, “Utang penjelasan sama gue!”

Namanya Malven Pratama Alvito, si Cassanova Cahaya Pelita yang menjadi idola sejuta umat. Cowok itu menatap Kinar dengan alis terangkat, seolah tidak mengerti dengan tindakan Kinar yang dinilainya tidak jelas.

Sok cool, sialan!

Kinar melempar pamflet yang ada di tangannya, “Sebenernya lo punya masalah apa sih sama gue, banci banget tau nggak cara lo. Nggak berkelas. Ooh… atau jangan-jangan lo takut kesaing sama ekskul yang gue pimpin...”

Kinar menunjuk tim basket yang ada dibelakang Malven,

“Karena kalian cuma menang ditampang doang!”

“Lha nih cewek kenapa dah? Dateng-dateng ngegas, mulut apa boncabe itu, neng?” Lion, cowok yang nakalnya sebelas dua belas dengan Malven itu berceletuk yang langsung dihadiahi Kinar tatapan mematikan.

“Apa lo?!” bentak Kinar garang membuat Lion meneguk saliva susah payah, ini cewek apa anjing liar sih, galak amat.

Kinar kembali memusatkan perhatiannya pada Malven,“Gue nggak mau tau,pokoknya lo harus—“

“Kinar!”Chaca, Mira, dan Ghea membelah kerumunan dan segera menarik Kinar agar pergi dari sana, namun jangan lupakan sifat keras kepala gadis berzodiak leo itu.

“Urusan gue sama dia—“ ucapan Kinar terpotong saat Chaca membisikan sesuatu yang mampu membuat Kinar beharap agar ia bisa menghilang detik itu juga.

“Bukan Malven yang ngelakuin, tapi Marsha.”

Marsha adalah saingan Kinar dalam ekskul teater, keduanya dicalonkan menjadi ketua teater, namun yang terpilih adalah Kinar. Gadis itu sama sekali tidak menyangka kalau Marsha ternyata menyimpan dendam sampai melakukan hal seperti ini.

“Lo serius, Cha? Buk—bukan Malven?”

Bundaaa, maluuu!

“Gila aja kalo gue bercanda masalah gini,”bisik Chaca gemas.

Kinar menatap Malven dengan senyum canggung, gadis itu menggaruk tengkuknya. “Emmm, kayaknya kita cuma salah paham deh. Gue—maksud gue, tadi gue cuma, ya gue pikir ini semua kerjaan lo. Gue bener-bener minta maaf.”

“Uuuu!” sorakan terdengar saling bersahutan atas tindakan memalukan yang dilakukan Kinar, mereka menilai Kinar sedang cari perhatian saja.

“Gue—gue bener-bener minta maaf. Gue pergi dulu, lanjut aja pertandingannya, semangat!”gadis itu hendak berbalik dan pergi secepatnya, namun tangannya ditahan.

Detik berikutnya, tubuh Kinar diputar dan ditarik paksa hingga Kinar refleks melipat kedua tangannya didepan dada untuk menghindari dadanya bersentuhan dengan Malven.

“Maaf?”

Kinar seakan terhipnotis oleh sorot mata tajam milik Malven, gadis itu mengangguk dan mem-beo ucapan cowok itu,“Maaf.”

“Dua kali lo nyari masalah sama gue, ”ucap Malven pelan,“Perlu dihukum kayaknya.”

“Hah?”mata gadis itu membulat,“dihukum?”

“Mulai hari ini lo jadi cewek gue!”ucap Malven lantang membuat semua orang terpaku termasuk Kinar, tidak menyangka dengan hukuman yang diterima gadis itu, kemudian Malven melanjutkan ucapannya berbisik tepat ditelinga Kinar.

“You’re mine.”