Contents
My Husband My Enemy
2. Awal Kebohongan
"Ups, sorry."
Andin menutup mulutnya yang sedikit belepotan karena muntahannya. Matanya menatap pada sisa makanan yang dia muntahkan di lantai kamar Aldebaran bahkan yang mengenai kasur pria itu, lalu mengangkat wajah menatap Aldebaran yang wajahnya tampak memerah. Andin tahu, pria itu pasti sangat marah sekarang. Maka sebelum pria itu benar-benar mengamuk, Andin buru-buru turun dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi yang terletak di samping kamar.
"Andin!" geram Aldebaran kesal. Sayup-sayup, Andin bisa mendengar suara itu. Namun dia memutuskan untuk menutup mulut, memejamkan matanya karena malu sekaligus panik dengan apa yang akan dilakukan oleh pria itu setelah ini padanya.
Sejenak, Andin harus melupaka perihal Aldebaran saat perutnya kembali bergejolak dan hendak memuntahkan isi perutnya yang tersisa. Segera Andin menuju westafel dan kembali muntah di sana.
Setelah selesai memuntahkan isi perutnya, Andin menghela napas dalam, berusaha kembali untuk menetralkan dirinya. Gadis itu lantas baru menyadari bahwa bajunya sudah sangat kotor dan berantakan akibat dari muntahannya sendiri.
"Al!" teriak Andin dari dalam kamar mandi.
Di luar, Aldebaran si maniak kebersihan masih berdiri mematung, menatap jijik pada muntahan Andin di kamarnya. Dia benar-benar tidak memiliki kata apa pun lagi untuk dia katakan. Aldebaran sangat marah sampai tidak bisa melakukan apa pun. Tubuhnya seolah menjadi kelu saat ini, bahkan saat dia mendengar teriakkan Andin dari dalam toilet, dia hanya bisa bereaksi dengan memelotot tajam ke arah pintu kamar mandi.
"Baju gue kotor banget, pinjem baju lo, dong!"
Aldebaran mengepalkan tangannya kuat-kuat. Lalu berjalan menghampiri kamar mandi. "Andin, pergi sekarang juga dari apartemen saya!" teriak pria itu dari depan pintu.
Di dalam, mendengar teriakkan murka Aldebaran, Andin hanya bisa menggigit bibir bawahnya sendiri. Menjambak rambutnya dengan frustrasi.
"Kenapa gue harus berakhir di apartemen cowok itu? Mana muntah, baju gue kotor, arghhh!" desis Andin di depan cermin westafel.
Andin menghela napas panjang, berusaha untuk terlihat mempesona seperti biasa. Dia sudah memperlihatkan sisi buruknya di depan Aldebaran secara tak sengaja. Kini, dirinya harus bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Meski malu, Andin harus tetap bersikap seperti biasa.
Andin membuka pintu. Terlihat Aldebaran berdiri di sana yang segera melayangkan tatapan nyalang saat mereka saling berhadapan. "Al, lo lihat, baju gue kotor dan basah. Tolong pinjemin gue baju, ya? Please!" Andin mengiba, mempertemukan sepasang jemarinya dan menyatukan mereka menjadi satu di bawah dagu. Tak lupa, gadis itu berkedip beberapa kali. Dipikir dia menggemaskan saat melakukan hal itu, padahal Aldebaran berpikir bahwa dirinya cacingan.
"Kamu tahu, kamu nyusahin saya banget, tahu?" balas Aldebaran kesal. Dia sebenarnya tidak ingin membantu Andin setelah gadis itu muntah di kamarnya begitu saja. Namun, melihat betapa kacaunya penampilan gadis itu, tetap saja Aldebaran tidak tega.
Andin hanya bisa menyengir polos. Meski dia kesal karena harus berurusan dengan Aldebaran, tetapi tidak ada lagi yang bisa dia pintai tolong saat ini. Jadi, bagaimana pun juga, untuk hari ini saja, setidaknya Andin harus bersikap lebih baik pada Aldebaran.
Aldebaran berjalan menuju lemari pakaian miliknya yang terletak di pojok kanan kamar. Selama beberapa waktu, pria itu terlihat memilih beberapa kaus yang agak kecil agar muat di tubuh Andin. Akhirnya dia memutuskan untuk mengeluarkan sebuah kaus rib berwarna cream serta celana training hitam dari sana lantas berjalan menghampiri Andin yang masih menunggu di depan kamar mandi.
"Ini. Setelah ganti pakaian, cepat pulang dari rumah saya."
Andin hanya mememblekan bibirnya sambil menerima pakaian dari tangan Aldebaran. Kemudian perempuan itu menutup kembali pintu kamar mandi.
Sementara Andin berganti pakaian, entah dia mandi atau tidak, Aldebaran memutuskan untuk ke dapur. Dia harus membuat sarapan sebelum pergi untuk membuka kafe.
Baru saja Aldebaran memecahkan telur ke dalam sebuah mangkuk, bel berbunyi. Aldebaran mengernyitkan kening. Siapa gerangan yang datang pagi-pagi buta seperti ini ke rumah orang lain? Mengganggu saja.
Setengah kesal karena pagi ini begitu banyak gangguan, Aldebaran berjalan menuju pintu. Saat melihat layar intercome, Aldebaran benar-benar tak habis pikir saat melihat sosok ibunya yang sudah rapi.
"Astaga. Mama ada hal mendesak apa lagi sampai Mama datang pagi-pagi begini?" gumam Aldebaran menghela napas dalam.
Aldebaran membuka pintu, lantas disambut oleh senyuman lebar Mama Rosa. "Eh, anak Mama sudah rapi. Mau pergi ke kafe, ya?" tanya Mama Rosa, berjalan menghampiri Aldebaran dan memeluk putra semata wayangnya tersebut.
Namun tiba-tiba, Mama Rosa melonggarkan pelukan dan wajahnya tampak terkejut melihat ke belakang tubuh Aldebaran. Saat Aldebaran menoleh, dia mendapati sosok Andin yang berjalan santai dengan baju Aldebaran yang kebesaran di tubuhnya. Sepertinya Andin tidak sadar bahwa Aldebaran sedang kedapatan tamu yakni mamanya. Gadis itu berjalan begitu saja menuju dapur dan duduk di kursi meja makan sambil memegangi kepala seolah orang yang sedang pusing.
"Al, itu ... kenapa ada perempuan di rumah kamu di jam pagi-pagi begini? Bahkan dia pakai baju kamu!" pekik Mama Rosa terkejut.
"Ma, ini enggak seperti yang Mama kira. Saya ...."
Uhuk! Andin terlihat batuk dan berjalan menuju westafel sambil menutup mulutnya. Gadis itu mengeluarkan isi perutnya yang hanya air sebab dia belum makan apa pun.
Melihat hal itu, Mama Rosa terlihat semakin shock. "Al, jelaskan sama Mama, dia siapa?"
Karena suara Mama Rosa terdengar cukup nyaring sekarang, Andin sepertinya mulai menyadari kehadiran wnaita itu. Andin segera membasuh mulutnya dan berjalan menghampiri Aldebaran dan Mama Rosa.
"Tante," kata Andin bingung dengan situasi yang terjadi. Gadis itu saling menautkan tangan di depan tubuh. Terlihat gugup karena dia harus bertemu dengan ibunya Aldebaran saat dia berpenampilan aneh seperti itu di rumah putranya.
"Kalian, apakah kalian sudah melakukan hal-hal yang tidak seharusnya?" Mama Rosa menatap Andin dan juga Aldebaran dengan tajam, meminta penjelasan.
Sementara Aldebaran mendesah tak percaya, Andin justru terlihat bingung. "Tunggu. Al, ini ... Tante, kita tidak ada hubungan apa-apa."
"Ya. Ini enggak seperti yang Mama bayangkan. Saya bisa jelasin ini dan ...." ucapan Aldebaran terhenti saat dia melihat seseorang berjalan di belakang Mama Rosa dengan sebuket mawar di tangannya. Aldebaran seketika menelan saliva. "Saya mencintai Andin, Ma. Dia alasan kenapa saya tidak pernah mau dijodohkan. Dan seperti yang Mama lihat tadi, ya, saya tidak bisa meninggalkan Andin karena hal itu."
Sosok yang berjalan di belakang Mama Rosa hendak menghampiri mereka seketika menghentikan langkah mendengar ucapan Aldebaran. Mama Rosa pun terkejut. Namun yang paling terkejut di antara semua orang di sana adalah ... Andin.
***