Contents
AKU VELLA
BERSAMA DIA
CHAPTER 6
BERSAMA DIA
Angga mengajaku pulang bareng saat itu, tapi aku lupa bertanya dimana dia menunggu. Aku memutuskan menunggu di depan gerbang sekolah seperti pertama aku melihatnya dengan dekat, tak lama aku menunggu dia datang dengan berlari membawa minuman ditangannya.
“ vel, maaf lama tadi aku dipanggil pak zein karena ada masalah sedikit kemarin”.
Aku hanya tersenyum dan mengajaknya untuk langsung jalan karena aku belum sholat zuhur
“bentar vel, ini minum takut kamu haus, aku juga beli, jadi gak bakal minta”.
Aku menahan ketawa dan menganguk padanya sambil menerima minuman es darinya.
“ ayuk jalan, aku takut ketinggalan zuhur”.
Angga lalu jalan mendului aku dan menoleh menyuruhku jalan.
Aku sebenernya penasaran sekali dengan perkataan dinda tadi, apakah benar atau hanya karangan dinda saja supaya bisa meledeki aku, tapi aku tidak enak dengan angga kalau menanyakan itu.
“vel..., kamu di rumah sama siapa aja?”
Tapi tanpa disangka angga membuka pembicaraan dan sepertinya ini kesempatan aku untuk bertanya juga padanya.
“sama bibi aja, karena mamah dan papah kerjanya sibuk banget paling beberapa kali saja aku ketemu”.
“sama dong kalo begitu".
“tapi bedanya ayahku udah meninggal dan ibuku ngak pulang-pulang, aku tinggal berdua sama pamanku”.
Aku masih bingung sih mau tanya dari mana dan bagaimana, tapi aku penasaran sekali sama kisahnya yang dulu.
Aku nmenghela nafas sebentar dan menanyakan hal itu padanya.
“nga..., kata dinda kamu dulu sempet ngak masuk sebulan dan dikeluarin dari sekolah ya, makanya kamu masih kelas 8 sekarang?” aku gugup sekali menanyakan itu padanya.
“kalo misal kamu gak mau jawab ngakpapa kok, maaf ya!”.
Angga hanya diam disitu sambil meminum es yang ditangannya dan melihat ke atas beberapakali, aku merasa tidak enak disitu yang aku takuti terjadi saat aku menanyakan ini.
“jadi, waktu itu ayah aku sakit parah dan aku harus nemenin dia berobat, karena ibuku pergi tidak tahu kemana, kayanya sih karena ayah sakit parah dan dia baru tahu pada saat dia pulang kerja kaget ngeliat ayahku sudah tergeletak di lantai”.
“aku saat itu masih belum mengerti kenapa ayah jatuh dan kenapa ibu harus pergi, tapi yang aku tahu saat itu ayah sangat menyayangiku dan aku juga meyayangi ayah, jadi aku berusaha berbuat yang terbaik untuk ayah”.
Aku mendengarkan ceritanya satu demi satu sepanjang kami jalan pulang.
“ aku berteriak minta tolong saat itu, ibu hanya terkejut dan merapihkan bajunya untuk keluar dari rumah, tapi sebelumnya ku kira ibu mau berkemas menuju rumah sakit, tapi ibu malah menciumku dan berkata ibu pergi dulu, mulai saat itu aku tidak tahu lagi ibu dimana”.
Aku sangat sedih mendengar ceritanya, rasanya aku ingin membantunya dan menemaninya sepanjang hari ini.
“sorry...sorry kenapa gue jadi ngomong aku ya”.
“hahaha...!!!”
Aku juga baru sadar ketika dia bilang, aku tidak menyadari kalau dari tadi dia berbicara aku padaku.
Aku melihat jam tepat pukul setengah dua, aku kebingugan dan menoleh ke kiri kanan depan belakang tapi tidak ada musholla atau masjid disitu.
“rumahku sebentar lagi sampai, kamu sholat aja disana”.
“pamanku..., maksudnya paman gue ada di rumah jadi tenang aja".
Mendengar itu aku langsung lega dan kembali santai berjalan. Aku kembali diam setelah cerita angga terpotong tadi, dan aku tidak berani lagi untuk meminta dia melanjutkannya.
“tapi kenapa kamu, ngak bilang ke sekolah dulu minta tolong pamanmu”.
Itulah aku tidak berani tapi tetap dibahas karena penasaran dan akhirnya aku bertanya lagi pada angga untuk melanjutkan ceritanya.
“oiaaa lupa, maaf maaf!”.
“jadi gue sama paman gue itu...”. aku seketika memotong penjelasan angga.
“gakpapa, pakai aku aja aku seneng dengernya”.
Aku malu sekali berbicara seperti itu pada angga, tapi aku memang suka dia berbicara aku.
“tapi aku dan paman tinggalnya jauh saat itu, paman di bandung aku di Jakarta".
“jadi aku tidak sempat meminta tolong padanya, aku juga tidak dekat dengan tetangga dekat rumahku bahkan di sekolah aku tidak ada teman dekat”.
Aku bergumam dalam hati, kalau dia sama sekali denganku.
“AKU, PENDIAM!!!”.
Aku dan angga mengucapkan itu bersama
Aku tertawa sepanjang jalan tertawa menuju rumah angga, dia seperti teman yang baik bagiku dan bahkan lebih.
Aku melanjutkan pertanyaanku soal dia mrah-marah dikantin, aku berharap dia tidak marah padaku karena banyak bertanya masalah pribadi.
“oiaa nga..., aku pertama ngeliat kamu itu, waktu kamu marah-marah di kantin aku sempet kesel sih liat kamu sok begitu cima karena salah mesen makan, tapi...”.
aku berhenti karena angga memotong perkataanku.
“aku hanya kesal saat itu, ayah ku sudah meninggal ibuku tidak ada, dan pamanku harus memohon pada pak zein untuk meminta aku masuk lagi di sekolah itu”.
“aku merasa semua seperti tidak berpihak padaku, semua hal menghilang dariku dan aku hanya pecundang, saat aku sedang memikirkan itu, mang ojo mengantarkan mie ayam dan salah pesananku dengan orang”.
“aku jadi marah dan kesal sekali padanya, padahal aku marah sama keadaanku sekarang”.
“aku gak tahu kamu tahu masalah aku itu, aku jadi malu”.
Angga menoleh kepdaku dan berhenti berbicara, aku juga melihatnya dan mengusap pundaknya tanpa berkata apapun padanya.
Tak terasa sudah sampai rumah angga, dan aku mengucapsalam lalu masuk dan salaman dengan pamannya di rumah.