Contents
Love You Sersan
Sayang
Selamat Membaca
“Panggil orang tuamu untuk datang ke sini, agar melihat dan memutuskan langkah selanjutnya atas apa yang kau lakukan,” titah Nenek.
Tubuh Alika semakin dibuat tak bertulang dengan keputusan neneknya yang tak bisa diganggu gugat lagi, Alika menatap sinis Kaelan, sungguh ia benci dengan pria dihadapannya saat ini.
“Baik, Nek.”
“Biar Nenek yang bicara langsung pada orangtuamu,” kata Nenek yang langsung meminta gawai Kaelan ketika terdengar telepon sudah tersambung.
Kaelan hanya bisa pasrah, ia pun merasa bersalah dan merasa memang harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah ia lakukan meskipun setengah sadar. Dipikirannya Laura tapi tak dipungkiri sedikit kesadarannya mengetahui gadis yang ia tahan tubuhnya bukanlah Laura, ia menuruti naluri lelakinya.
Nenek menceritakan semuanya pada orang tua Kaelan secara gamblang, orang tua Kaelan memutuskan untuk menyusul sang anak ke rumah Nenek Farida.
“Saya akan menunggu anda, Pak,” kata Nenek sebelum mengakhiri panggilan.
“Baik, tunggu kami tidak lebih dari satu jam.”
“Acara akad nikah dipersiapkan sejak malam ini, Pak.”
“Kita akan bicarakan nanti, Nek. Kami menuju rumah anda sekarang juga.”
Sambungan telepon pun akhirnya terputus, Nenek memberikan ponsel pada Kaelan kembali.
“Bisa kami berbicara sebentar, Nek, Paman?” tanya Alika pada Nenek dan sesepuh serta beberapa tetangga yang sudah hadir sebagai saksi.
“Silahkan, kalian bisa berbicara di teras, ruang terbuka,” jawab Pak Suroto.
Alika berdiri, memimpin langkah lebih dulu dan diikuti Kaelan. Mereka duduk bersisian, sebelum berbicara Alika mengambil napas dalam.
“Tolong ... jangan ada pernikahan. Aku belum siap menikah dan tak ingin menikah dalam waktu dekat, tolong usahakan agar pernikahan ini tidak pernah terjadi, kamu mengerti kan?”
“Saya harus bertanggung jawab, saya bukan pengecut yang lari begitu saja dari tanggung jawab.”
“Stop! Tolong jangan katakan tanggung jawab, ini murni kesalahan tak disengaja, anggap saja kecelakaan. Selebihnya lupakan!” pinta Alika kembali.
“Dengan cara apa saya bisa mengelak? Kamu bisa lihat sendiri bagaimana Nenek dan yang lainnya mendesak saya untuk bertanggung jawab dan saya pikir memang itu yang seharusnya saya lakukan. Tidak masalah.”
“Pernikahan model apa yang akan kita jalani? Aku tidak mengenalmu, kamu pun manta kekasih sepupuku. Pernikahan tanpa cinta pasti akan seperti neraka, itu bukan pernikahan yang aku impikan sejak dulu. Tolong jangan permainkan pernikahan, hentikan semuanya, kumohon Elan,” pinta Alika yang memang tak menginginkan pernikahan, masih banyak rencana masa depan yang belum ia wujudkan.
Menikah hanya akan menghambat langkahnya, pikir Alika. Melihat Alika memasang wajah melas dan penuh harap, Kaelan pun tak tega dibuatnya. Ia memijat keningnya yang terasa berputar, situasi yang membingungkan dan menyulitkan.
“Baiklah, itu berarti saya akan mengorbankan karir kemiliteran, mempermalukan nama baik keluarga dan akan mendapatkan hukuman pidana karena nenekmu sudah pasti akan melaporkan semuanya ke pihak berwajib. Tidak adil bagi saya, tapi saya juga tidak bisa memaksakan kamu terlebih ini adalah soal pernikahan, kamu benar saya memang tidak boleh memaksa seorang perempuan agar mau menikah. Yang sudah berpacaran cukup lama saja tak mau, apa lagi kamu yang baru mengenal saya dengan kejadian yang tidak mengenakkan,” terang Kaelan panjang lebar dengan suara berat.
Keputusan yang berat untuk Kaelan, tapi ia tidak bisa memaksa dan mengelak tanggung jawab.
Mendengar perkataan Kaelan, membuat Alika merasa kasihan dan tidak enak juga. Namun, bagaimana lagi, ia tidak mau menikah dengan cara seperti ini, bukan pernikahan impiannya sama sekali.
Deru mesin mobil terdengar memasuki halaman rumah Nenek Farida, tatapan mereka beralih ke 2 orang yang turun dari mobil. Mata Laura dan Joshua langsung melebar kala melihat Kaelan kini berada tepat di depannya, mereka menautkan kedua tangan.
“Untuk apa kamu ke sini? Bukankah sudah kubilang kita tidak memiliki hubungan apa pun, aku tidak mencintaimu.”
“Iya ... tanpa kau katakan aku sudah mengetahuinya.”
‘Kata panggilan saya langsung berubah jadi aku di depan Laura, ckkk!’ gerutu Alika dalam hati.
Laura dan Joshua melihat penampilan Kaelan dari ujung rambut sampai ujung kaki, mereka mengulum senyum melihat pemandangan seorang Sersan memakai baju hello kitty dilengkapi sarung.
“Di tinggal Laura membuatmu frustrasi sepertinya, aku tak menyangka seorang tentara sepertimu melakukan hal menjijikkan seperti sekarang,” cibir Joshua.
Mendengar cibiran yang terdengar sangat menghina Kaelan, membuat Alika geram. 2 orang dihadapannya memang tidak ia sukai sejak awal hubungan mereka, bahkan Alika muak dengan gaya berpacaran kakak sepupunya itu, terlalu terbuka dan tak tahu malu.
Mata sipit nan tajam milik Kaelan melirik Joshua, tubuhnya sudah maju selangkah untuk memberikan pelajaran pada pria tak tahu malu, sudah merebut kekasih hati, ia juga menghina dengan kalimat yang memancing emosi.
Alika mengamati ekspresi marah Kaelan, ia memegang dada Kaelan agar tak melangkah maju dan memberikan pelajaran untuk Joshua.
“Cukup, kamu bisa membuat suasana semakin runyam. Permasalahan kita belum selesai,” bisik Alika berjinjit ke telinga Kaelan. Tangan yang mengepal itu kembali merenggang, Kaelan mengambil napas dalam-dalam lalu membuang kasar.
“Kalian sudah berbicaranya?” suara Nenek memecah ketegangan.
“Su-sudah, Nek,” jawab Alika sedikit gugup.
“Tetap pada keputusan ‘kan?”
“Ti—“
Alika menginjak kaki Kaelan hingga tersentak kaget, Alika melebarkan mata ke arah Kaelan, mengisyaratkan agar tidak berbicara.
“Tentu jadi, Nek. Kita akan menikah,” putus Alika yang membuat Kaelan terbelalak.
“Bukankah—“
Plak!
Bahu Kaelan di pukul keras Alika, “Ada nyamuk, Sayang,” kata Alika dengan suara lembut dan tersenyum penuh arti.
“Sayang?” desis Laura dan Joshua bersamaan.
Sayang ... panggilan terpaksa tapi sudah membuat desiran aneh di hati Sersan Kaelan, sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman yang terlihat sangat tipis ... setipis benang!
~Bersambung~