Try new experience
with our app

INSTALL

On The Way 

BAB 2. Kelam

“KANG Arif.”

Aku masih asyik dengan ponsel saat seseorang menepuk pundakku. Ternyata Bang Zul, pedagang buah keliling. Mungkin karena fokus dengan ponsel sehingga aku tidak mendengar kedatangannya.

“Belum ada orderan, Kang?” tanyanya lelaki setengah baya tersebut.

Meski usianya jauh di atasku, lelaki itu tidak pernah ketinggalan menyebut kata “Kang” di depan namaku.

“Belum, Bang.”

“Sabar, nanti juga ada. Kalau rezeki nggak akan ke mana,” ucapnya lagi.

Bang Zul adalah perantau dari kota lain. Kami sering berbincang sambil menunggu rezeki datang menghampiri. Aku menunggu orderan sementara beliau menunggu pembeli. Usia yang berbeda tak membuat obrolan kami menjadi hambar. Ada saja yang menjadi topik pembicaraan.

“Tinggal sedikit dagangannya, Bang?” 

“Alhamdulillah, Kang.” Ia menyunggingkan senyum.

Suara ponsel dari sakunya menghentikan obrolan kami. Lelaki itu mengangkat panggilan tersebut dan tampak berbicara serius. Setelah selesai, dia kembali duduk di sebelahku.

“Itu tadi anak saya dari kampung, Kang. Dia minta biaya uang sekolah,” ucapnya tanpa kutanya.

“Anak Bang Zul ada yang di kampung?” tanyaku.

“Anak dari istri pertama, Kang. Lebih tepatnya mantan istri. Tapi kalau anak, nggak ada mantan anak. Bukan gitu, Kang?” Kembali dia tersenyum.

“Saya salut lihat Bang Zul. Selalu tenang dan tersenyum menghadapi segala persoalan hidup. Seakan hidupnya lempeng terus,” ujarku.

Ia tergelak mendengar ucapanku.

“Kang Arif, kan, nggak tau masa lalu saya, makanya bilang lempeng terus. Hidup saya nggak seindah yang terlihat, Kang. Apalagi masa lalu saya.”

Lelaki itu mulai menceritakan kisahnya. Ia hidup di lingkungan yang sangat kacau. Narkoba, minuman, dan judi sudah menjadi makanan sehari-hari. Bang Zul sendiri terjerat narkoba sejak remaja. 

Kecanduan akan barang haram tersebut membuatnya harus mendekam di hotel prodeo. Kehidupan di dalam sel ternyata lebih menyakitkan. Meski penuh pengawasan, ada saja yang berhasil menyelundupkan barang haram tersebut.

Banyak orang berpendapat, berada dalam tahanan tidak memikirkan biaya hidup. Kenyataannya? Biaya hidup di tahanan sangatlah mahal. Menurut penuturan Bang Zul, untuk mendapat makanan yang layak dan enak, harus membayar sejumlah uang dengan tarif bervariasi. Jika tidak, hanya makanan seadanya dan sangat jauh dari kata enak.

Kasur untuk alas tidur tidak jauh berbeda dengan makanan. Ada harga yang harus dibayar untuk kenyamanan saat terlelap. Belum lagi sel yang sempit dan ketidaknyamanan lainnya.

“Kalau nyaman bukan tahanan namanya, Bang,” gurauku.

“Dari sana saya belajar banyak. Saya jadi tahu, mana orang yang benar-benar peduli dan mana yang hanya ingin bersenang-senang. Banyak yang menjauhi saya. Bahkan, istri pun minta cerai.”

“Setelah dipenjara, apa Bang Zul menyesal?”

“Tentu, Kang. Hanya saja, penyesalan itu bukan karena dipenjara. Saya menyesal karena telah menyia-nyiakan hidup yang hanya sebentar ini. Terkadang kita perlu mundur dan terjatuh lebih dulu untuk dapat mengambil sikap agar dapat melangkah lebih jauh.”

“Bener, Bang.”

“Saya ingat, ada seorang teman yang menyarankan untuk pergi dari lingkungan tempat tinggal agar bisa berubah. Saya menurutinya. Begitu keluar dari tahanan, saya merantau ke sini. Teman saya itu sudah lebih dulu merantau ke daerah lain.”

“Itulah hidup, Bang. Tidak peduli bagaimana kita memulainya, tapi bagaimana kita mengakhirinya.”

“Betul sekali, Kang.”

Tak terasa cukup lama kami berbincang. Sebuah notifikasi masuk ke ponselku, ternyata ada orderan. Aku segera menjawabnya.

“Ada orderan, Kang?” tanya Bang Zul saat melihatku mengutak-atik ponsel.

“Iya, Bang. Saya permisi dulu.”

“Iya. Saya juga mau keliling lagi.”

Kami berpisah dan melanjutkan aktivitas masing-masing. Ternyata, banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari sekeliling kita jika mau benar-benar membuka mata dan hati. Bang Zul adalah salah satu contoh bagaimana ia berusaha memperbaiki diri. Jatuh bukanlah alasan untuk kita terus terpuruk, tetapi saat kita harus bangkit dan mengubah haluan hidup ke arah yang lebih baik lagi.