Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

My Marriage Contract Partner 

BAB 7. First Night?

Setelah selesai mandi dan mengganti gaunnya, Andin kini bersiap untuk tidur. Eits! Sebentar… tidur? Pikiran Andin pun seketika melayang. Jantungnya saja saat ini masih berdetak tidak karuan karena masalah gaun tadi. Apa iya harus ditambah lagi dengan masalah tidur?

Andin dari mondar-mandir di dalam walk in closet, ingin keluar dan segera pergi ke tempat tidur tapi Andin sendiri masih ragu.

Andin memunculkan sedikit kepalanya dari walk in closet, mengintip dan melihat kondisi di tempat tidurnya. Disana terlihat Aldebaran yang belum tidur. Aldebaran masih duduk bersandar sambil fokus memainkan ponsel.

Andin meremas-remas jari-jemarinya, dia merasa sedikit cemas sekarang, "Kasur cuma satu… pasti gue ntar disuruh tidur di sofa kalo nggak gitu ya dilantai. Kalo di drakor drakor sih biasanya kayak gitu, terus si cowoknya kasian... Setelah itu dia gendong si cewek.... dan terjadilah.... " Andin langsung menggeleng gelengkan kepalanya dengan cepat, "enggak! Enggak! Itu nggak boleh terjadi." katanya sambil menghilangkan pikiran anehnya itu dari kepalanya. 

" Apa gue inisiatif sendiri aja ya tidur di sofa?"

"Iya kali ya, gitu aja. Besok kan gue ada kelas praktek pagi, kalo gue begadang bisa gawat"

Lalu Andin mulai berjalan keluar dari walk in closet, Andin melangkahkan kakinya perlahan, sedikit mengendap endap. Meminimkan suara agar tidak terdengar oleh Aldebaran. Sesampainya ditempat tidur, Andin menarik bantalnya dengan pelan. Setelah mendapatkan bantalnya, Andin bergegas berjalan lagi menuju ke sebuah sofa panjang yang terletak disalah satu sudut kamar. 

"Mau kemana?" tanya Aldebaran. 

Belum sampai di sofa, langkah Andin harus terhenti saat tiba-tiba Aldebran membuka suara. Sebagai gantinya, Andin pun langsung membalikkan badannya. Andin memasang senyum lebarnya, "Hehehe, mau ke sofa." ucapnya dengan wajah polos.

"Ngapain ke sofa?" tanya Aldebaran lagi. 

"Hmm... . Mau... tidur disana." jawab Andin pelan. 

"Tidur disini aja." kata Aldebaran sambil menepuk-nepuk bagian kosong tempat tidur yang ada disampingnya. 

"Hah!" Mendengar itu, sontak membuat mata Andin membulat sempurna.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak. saya tidak akan melakukan apapun."

Andin masih berdiri mematung disana sambil memeluk bantalnya, dia tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa. 

"Ini bukan di drama korea. Saya tidak mau ada drama tidur di sofa, di lantai atau apalah itu."

"Pertama, saya menghormati kamu sebagai wanita. Saya tidak akan membiarkan kamu tidur di sofa. Selain itu kalau mama saya tau, saya bisa dibunuh nanti sama mama saya karena ngebiarin kamu tidur di sofa."

"Kedua, saya sendiri juga tidak mau kalau harus tidur di sofa. Bisa dipastikan semalaman pasti saya tidak bisa tidur, ditambah pasti besoknya punggung saya juga bakalan sakit karena itu."

"Jadi... Saya mohon jangan ada perdebatan lagi untuk masalah ini. Kamu dan saya tetap tidur ditempat tidur. Kamu tenang saja, saya tidak akan melakukan apapun ke kamu."

Aldebaran memberikan penjelasan panjang lebar pada Andin. Andin masih berdiri mematung di tempatnya dan tidak tahu harus seperti apa. 

"Terus kenapa masih berdiri di situ?" tanya Aldebaran.

Andin masih belum juga bergeming dari tempatnya.

"Tidur sini." Lanjut Aldebaran meminta Andin untuk segera menuju ke tempat tidur. 

Andin tersadar dari lamunanya, “Hah! I.. iya.” Lalu Andin pun berjalan menuju tempat tidur. Sesampainya ditempat tidur, Andin meletakkan bantalnya disana. Masih canggung, Andin mencoba untuk membaringkan tubuhnya. Andin memposisikan dirinya membelakangi Aldebaran. Sedangkan Aldebaran disana masih fokus dengan ponselnya. 

"Haduh... Kalo kayak gini gimana gue bisa tidur" gumam Andin dalam hati.

Sunyi…. Andin sampai bisa mendengar hembusan nafasnya sendiri. Dia juga masih belum bisa tidur. Sesekali Andin melirik Aldebaran dari ekor matanya, pikirnya di situasi yang seperti ini dirinya harus tetap waspada.

“ehem!” Aldebaran pura-pura batuk. Sebenarnya dia juga menyadari kalau sedari tadi Andin mengawasinya. Instingnya sangat kuat.

“Dia tau ya kalo gue lagi ngawasin dia. Gila tuh cowok!” gumam Andin dalam hati. 

Beberapa saat kemudian, Aldebaran bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi.

Andin sedikit bisa bernafas lega. Tapi itu tidak berjalan lama, karena Aldebaran sekarang sudah kembali lagi ke tempat tidur. Aldebaran kini sudah mengganti baujunya dengan piyama. Aldebaran mematikan lampu kamar tidur dan hanya menyisahkan lampu tidur disana. Membuat kamar terkesan remang. Hal itu membuat Andin semakin merasa gugup. 

Aldebaran merapikan bagian tempat tidurnya, lalu dia pun membaringkan dirinya disana dan Aldebaran pun mulai tertidur.

Satu jam.... Dua jam.... Tiga jam.... Bahkan jam sudah menunjukkan tepat pukul 01.00 dan Andin masih saja belum tertidur.  Rasa kantuk sebenarnya sudah menyelimutinya sejak tadi, tapi jiwanya menolak untuk tidur. Apalagi Andin bisa merasakan kalau saat ini ada seorang pria yang sedang tidur disampingnya. Ketika Aldebaran menggeser tubuhnya atau menggeliat disana, itu jelas bisa dirasakan oleh Andin. 

Sekarang punggungnya sudah terasa kaku karena dari tadi posisinya miring ke sebelah kiri, Andin menggeser sedikit badannya ke posisi kanan untuk meregangkan punggungnya.  Pelan-pelan Andin bergerak dan membalikkan badannya ke posisi sebalah kanan. Baru berbalik Andin terkejut dan hampir saja berteriak saat melihat Aldebaran yang sedang tidur dengan posisi menghadap ke arahnya, sebelum teriakan itu lolos dari mulutnya, dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Cepat-cepat Andin membalikkan badannya lagi, membelakangi Aldebaran. 

"Alamat begadang nih gue."

"Bisa-bisanya dia tidur setenang itu di kondisi seperti ini."

Andin benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi sekarang. 

----

Sinar matahari merangsak masuk melalui celah-celah horden di jendela-jendela yang ada dikamar. Sinar-sinar itu mengenai Andin, Andin pun menggeliat ditempat tidurnya. Kepalanya masih pusing karena semalaman dia tidak bisa tidur dan baru bisa tidur saat subuh tadi. 

Andin melihat ke temoat Aldebaran, ternyata Aldebaran sudah tidak ada disitu. Dengan mata yang masih mengantuk dan setengah sadar, Andin mencoba meraih ponselnya yang berada diatas nakas disamping tempat tidurnya. 

Dihapkannya ponsel itu pada wajahnya, lalu Andin pun menyalakan ponsel itu. Ponsel menyala dan jam di layar ponsel  menunjukkan pukul 09.00, seketika mata Andin pun terbelalak. Andin langsung bangun dari tidurnya dan bergegas menuju wastafel untuk mencuci mukanya, sebelum akhirnya dia keluar dari kamar tidurnya dan berjalan menuju ke ruang makan. Eits…berjalan? Tentu tidak, hampir berlari lebih tepatnya. Andin teringat dengan perkataan ibu mertuanya kalau keluarga Nirubi selalu memiliki rutinitas sarapan bersama setiap hari. 

"Andin... Apa yang lu lakuin sih, bisa-bisanya bangun kesiangan. Mana ini dirumah mertua lagi! Taruh dimana muka lu Ndin!" gumamnya kesal pada dirinya sendiri.

Benar saja saat sampai di ruang makan seluruh anggota keluarga sudah berada disana. Dilihat dari piring-piring yang ada di atas meja, sepertinya mereka semua juga sudah selesai makan. 

Andin masih berdiri terdiam ditempatnya. Arya melihat Andin yang baru saja datang. 

"Andin... Sudah bangun, ayo sini sarapan."

Andin benar-benar malu sekarang, ia hanya bisa berjalan sambil menundukkan wajahnya menuju meja makan. Entah ia harus meletakkan wajahnya dimana lagi sekarang, baru hari pertama menjadi menantu tapi kelakuannya sudah seperti ini. Kalau ini ujian, pasi nilainya sudah minus.

"Semuanya... Maaf yaa saya bangun kesiangan." ucap Andin dengan rasa bersalah. 

Fandita tersenyum mendengar permintaan maaf Andin, "It's okey my dear.... Bangun kesiangan setelah malam pengantin itu hal yang wajar kok." kata Fandita menggoda Andin. 

Andin terkejut dengan perkataan dari Fandita. ‘Malam penganting’ what! Andin tidak menyangka mama mertuanya akan menyimpulkan hal seperti itu. 

Andin mengambil tempat duduk disamping Aldebaran. 

"Pak, kenapa bapak tadi nggak bangunin saya sih?" tanya Andin sambil berbisik. 

"Saya lihat kamu tadi tidurnya pules banget. Ya... Saya nggak tega banguninnya."

"Biasalah itu.... Setelah malam pengantin... kecapean, itu sudah hal yang wajar kok." sahut Arya sambil tersenyum. 

"Ini kenapa orang-orang pada mikirnya kesana semua ya…." batin Andin. 

Aldebaran melihat Andin, dia sudah menebak apa yang ada dipikiran Andin sekarang. Terlihat wajah Andin memerah karena dari tadi semuanya berbicara ke arah ‘malam pengantin’. 

Sedetik kemudian terlitas sebuah ide dikepala Aldebaran, dia tersenyum senyum sambil melihat Andin yang sedang sibuk mengoleskan selai diatas roti. 

"Iya nih kayaknya Andin kecapean banget deh pa, mangkanya aku tadi nggak tega bangunin dia." kata Aldebaran. 

"Oh... bener berarti kecapean… ." Arya tambah menimpali perkataan anaknya itu.

Andin mengehentikan kegiatannya, dia berfikir sejenak, "Nih orang bicara gitu maksudnya apa nih…." lalu Andin menoleh dan melihat ke arah Aldebaran. Andin menatap tajam kedua mata Aldebaran. 

Aldebaran sadar kalau saat ini Andin sedang menatap tajam kearahnya. Aldebaran tersenyum jail, lalu dia menoleh dan menatap Andin. 

"Perasaan semalam aku yang kerja keras deh, tapi kenapa kamu yang kecapean ya?" tanya Aldebaran dengan tatapan jail.

Sontak mata Andin pun langsung membulat, mulutnya menganga, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aldebaran saat ini. Seketika wajahnya memerah seperti kepiting rebus karena menahan malu. Andin langsung menunduk dan kembali fokus memakan rotinya.

"Sakit jiwa tuh orang ya! Itu maksudnya apa coba ngomong kayak gitu. Pasti semuanya mikir yang aneh-aneh nih sekarang." gumam Andin kesal.

Melihat ekspresi Andin yang seperti itu, entah kenapa Aldebaran merasa senang. Melihat wajah kesal Andin, Aldebaran merasa puas. Sepertinya mulai sekarang dia akan memiliki hobi baru, Ya! Mengganggu Andin akan menjadi hobi barunya. 

Danendra, Arya dan Fandita hanya tersenyum-senyum melihat kalakuan Aldebaran dan Andin saat ini. 

"Udah Al, istrinya jangan digodain gitu dong. Wajahnya udah merah tuh. Hahahaha."

"Hahahha, kakek senang kalau kalian berdua harmonis seperti itu. Itu artinya kakek akan cepat mendapatkan cicit nantinya." sahut Danendra. 

Mendengar perkataan Danendra, sontak Andin dan Aldebaran pun langsung tersedak. Mereka berdua pun terbatuk batuk. 

Fandita langsung menuangkan air di gelas Andin dan Aldebaran, "Minum dulu, minum dulu. Papa... Jangan digodain lagi dong... Tuh kan mereka berdua tambah salting jadinya." 

Danendra dan Arya tertawa melihat Andin dan Aldebaran yang salah tingkah seperti itu.

.

.

Bersambung...

.

.

Terima kasih karena masih setia mengikuti cerita ini. Oh iya MMCP versi klaklik ini dipastikan akan memiliki cerita yang lebih menarik dan berbeda dengan versi sebelumnya (versi aplikasi "W" oranye). Jadi ikuti terus kelanjutannya ya...

Sampai jumpa di chapter selanjutnya :)