Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

My Marriage Contract Partner 

BAB 5. Dinner

Pernikahan Aldebaran dan Andin akan digelar tiga hari lagi. Malam ini Danendra mengajak keluarga Andin untuk makan malam bersama. 

Andin menuruni tangga dirumahnya. Dengan mengenakan midi dress berbahan brokat dan berwarna merah maroon, Andin terlihat begitu anggun. 

Andin mempercepat langkahnya, karena dari tadi kakaknya sudah berteriak memanggilnya dari ruang tamu. Dia berjalan sambil merapikan baju dan rambutnya.

"Iya... Astaga... Bawel banget sih lu! " kata Andin kesal. 

Sofia melihat adiknya yang baru turun dari tangga itu. Matanya membulat, dia terkejut dengan penampilan Andin, "Oh my god! Look at that! How beautiful you are! Oww... my dear sister... ." katanya sambil memasang wajah gemas sambil berjalan mengahampiri Andin. Sofia mencubit kedua pipi adiknya itu dan memberikan pelukan hangat.

"Hahaha... Peres deh lu kak." jawab Andin. 

Sofia melonggarkan dan melepaskan pelukannya dari Andin. "Ihh... Beneran nggak Peres gue mah, Andin cantik kan Yah hari ini." tanya Sofia pada Ayahnya. 

Gunawan tersenyum melihat anak-anaknya, "Anak-anak ayah emang selalu cantik kan dari dulu."

Sedetik kemudian Gunawan meneteskan air mata. 

Melihat Ayahnya, Andin dan Sofia menghampirinya. Digenggamnya tangan Gunawan, dipeluknya Gunawan dari kiri dan kanan. 

Andin menyandarkan kepalanya pada lengan kanan Gunawan. Dipeluknya dengan erat lengan Gunawan, "Ayah kenapa kok nangis gitu?" Tanya Andin. 

Begitupun dengan Sofia, dia juga memeluk erat lengan Gunawan disebelah kiri. Sofia juga menyandarkan kepalanya disana, "Ayah ada masalah? Cerita aja ke kita, jangan sedih gitu dong... Kita jadi ikutan sedih" Sahut Sofia. 

Gunawan terharu dengan perlakuan kedua anaknya itu. Semenjak istrinya meninggal sekitar lima tahun yang lalu, Gunawan menjadi orang tua tunggal bagi kedua putrinya itu. Gunawan sangat dekat dengan mereka berdua, sedikit pun dia tidak membiarkan kedua anaknya itu lepas dari pandangannya. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini dia merasa sedih, tiga hari lagi Andin akan menikah begitupun dengan Sofia yang dalam waktu dekat juga akan menikah. 

Gunawan hanya merasa belum siap melepas kedua bidadari kecilnya itu, "Enggak... Ayah hanya merasa waktu berjalan begitu cepat, kayak baru berasa kemarin Ayah ngajarin kalian jalan, mgajarin kalian renang terus main sepeda bareng.... Dan sebentar lagi kalian sudah menikah. Ayah nggak tau apa Ayah sanggup melepas kalian nanti untuk hidup bersama suami kalian. Ayah hanya.... takut kesepian nantinya."

Gunawan tersenyum, "Ayah terdengar egois ya berbicara seperti itu?"

Andin dan Sofia mengeratkan pelukan pada Ayahnya. 

"Ayah... Kita itu putri Ayah, Kita adalah bagian dari hati Ayah. Mana mungkin kita ninggalin Ayah. Kita ini satu keluarga, aku, Ayah, Andin, kita akan selalu sama-sama." ucap Sofia. 

"Iya Yah, kita akan selalu jadi bidadari kecil Ayah. Udah dong... Ayah jangan sedih lagi." sahut Andin sambil mengusap air mata Gunawan. 

Gunawan melihat ke arah pintu, disana sudah ada Ekmal yang sedang berdiri dan sudah lengkap dengan setelan jasnya. Ekmal tersenyum haru melihat Gunawan, Andin dan Sofia yang berpelukan disana. 

"Tuh, salah satu pria yang mau bawa putri Ayah udah dateng tuh." kata Gunawan sambil menunjuk kearah pintu masuk rumah . 

Andin dan Sofia mengendorkan pelukannya. Lalu mereka berdua melihat ke arah yang di tunjuk oleh Ayahnya. Terlihat Ekmal yang sedang berdiri di depan pintu. Ekmal tersenyum pada Sofia. Sontak Sofia pun langusung berlari dan menghambur memeluk Ekmal. 

"Tuh kan baru beberapa detik yang lalu bilang nggak akan ninggalin Ayah, tapi pas ngeliat pacarnya pelukan ke Ayahnya langsung dilepas. Terus lari meluk pacarnya." ledek Gunawan. 

"Ihh Ayah... Masa Ayah cemburu sih sama cowok macem ini, dia nggak level tau sama Ayah." jawab Sofia sambil memencet-mencet gemas pipi Ekmal. 

Ekmal hanya tersenyum lebar melihat kelakuan menggemaskan dari pacarnya itu. Mungkin kalau tidak ada Gunawan dan Andin, ranum merah milik Sofia sudah habis dilumatnya.

"Hehehe. Jangan memasang ekspresi seperti itu lagi sayang... Bahaya... Atau aku akan jatuh lebih dalam lagi daripada ini." Ekmal mengeluarkan jurus gombalnya. Pipi Sofia pun langsung memerah karena malu. Sofia menutup mulut kekasihnya itu dengan telapak tangannya dan memberikan isyarat untuk diam karena ada Ayahnya di sana.

Andin yang melihat kelakuan dua pasangan itu langsung memutar bola matanya. "Haduh.... Apaan sih, norak! Pasangan alay, ayok Yah..." kata Andin sambil menggandeng Ayahnya untuk segera ke mobil. 

Andin dan Gunawan berjalan melewati Ekmal dan Sofia. Lalu Sofia dan Ekmal mengikuti mereka dibelakang. 

"Iri kan lu... Bilang aja lu iri." ledek Sofia. 

Andin tidak terima. Dia langsung memberikan tatapan tajam pada Sofia. "Hidih ngapain!? enggak banget!"

Andin mengerartkan gandengannya pada Ayahnya dan mengajak Ayahnya itu untuk segara pergi  menuju mobil. "Ini gue sama Ayah berangkat sendiri aja deh, kalian lanjutin aja uwu uwu kalian." 

Andin menggerutu tidak jelas karena kesal. Sofia dan Ekmal hanya terkekeh melihat wajah kesal Andin.

Gunawan hanya bisa tersenyum melihat kelakuan kedua putrinya itu. Perdebatan-perdebatan kecil yang tidak penting seperti ini yang mungkin nanti akan dirindukan Gunawan, karena setelah menikah nanti salah satu dari mereka pasti ada yang akan ikut suaminya. Pikirnya suasana rumah pasti akan sepi nanti kalau salah satu dari mereka ada yang keluar dari rumah. Tapi bagaimana pun cepat atau lambat semua itu akan terjadi, Gunawan hanya bisa berbahagia melihat anak-anaknya yang bahagia. 

Salju akan mencair lagi
Tanaman akan tumbuh sekali lagi
Do'aku akan menyertai kemana langkah kakimu pergi
Jadi, jangan berbalik dan melihat kebelakang lagi, sayang…

-Gunawan-

----

Makan malam ini dihadiri oleh keluarga besar Aldebaran. Ini adalah kali kedua Andin bertemu dengan keluarga Aldebaran, sebelumnya mereka juga sudah pernah bertemu di jamuan makan malam lain. 

"Al setelah makan malam ini kamu ajak Andin untuk pilih cincin pernikahan kalian berdua. Untuk masalah ini mama tidak bisa handle, harus kalian sendiri yang pilih." ucap Fandita. Mama dari Aldebaran.

"Iya ma." jawab Aldebaran singkat. Tidak banyak kata yang dikeluarkan oleh Aldebaran. Dari tadi dia hanya fokus dengan makananya. Aldebaran hanya menjawab kalau sedang diberi pertanyaan. Selebihnya dia hanya diam. 

"Oke good. Mama udah buatkan janji dengan pihak Cristal jewelry, nanti kalian tinggal ke store nya langsung saja" Lanjut Fandita. 

Andin merasa sedikit beruntung, setidaknya meski ini adalah sebuah perjodohan tapi Fandita terlihat seperti sosok mertua idaman. Sejauh ini Fandita sangat baik padanya, calon mama mertuanya itu membantunya dalam menyiapkan pernikahan ini. Bukan hanya Fandita saja, ada kakek Danendra dan ada papa Arya, keduanya juga sejauh ini bersikap sangat baik pada Andin. 

----

Selesai makan malam, Andin dan Aldebaran langsung bergegas menuju ke Cristal Jewelry yang lokasinya berada di salah satu mall di Jakarta.

Selama perjalanan, seperti biasa tidak banyak pembicaraan yang terjadi di antara Andin dan Aldebaran. Aldebaran hanya fokus dengan kemudinya sedangkan Andin seperti biasa dia memilih fokus dengan ponselnya. 

Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan mall.

Aldebaran menghentikan mobilnya didepan pintu masuk utama mall. Kemudian dia keluar dari mobilnya dan berjalan menuju sisi pintu Andin untuk membukakan pintu itu. Andin pun turun dari mobil. Andin melirik Aldebaran dari ekor matanya dan senyum tipis pun terlukis di bibirnya. Aldebaran selalu melakukan ini untuknya, entah kenapa itu selalu bisa membuat Andin merasa terkesan. 

Petugas parking valet menghampiri keduanya. “Selamat malam pak….” ucap petugas parkir itu sambil sedikit membungkukkan badannya.

“Selamat malam.” jawab Aldebaran sambil menyerahkan kunci mobilnya pada petugas parkir. Kemudian petugas parkir itu pun mengambil kunci itu dari Aldebaran.

Aldebaran dan Andin berjalan memasuki mall. Sepanjang perjalanan beberapa orang disana terlihat seperti memperhatikan mereka berdua. Andin sempat berfikir apakah ada yang salah dengan dirinya dan Al. Andin memperhatikan dirinya sendiri, selang beberapa detik kemudian dia juga memandang kearah Aldebaran. Andin berfikir sejenak. Ah... setelah dilihat lihat memang tidak ada hal yang salah dengan mereka. 

Keduanya berjalan beriringan. Saat berada disebuah lift, Andin melihat pantulan dirinya dan Aldebran. Andin mengulas senyum tipis di bibirnya, setelah melihat itu dia baru sadar kalau dirinya saat ini sedang berjalan bersama seorang pria ber-spek model. Ya, penampilan pria disampingnya ini memang terlihat bak model dan actor terkenal. Jelas saja sepanjang jalan banyak mata yang tertuju pada keduanya. Andin pun menghela nafasnya, sekarang Andin tahu  orang-orang itu sedang memperhatikan apa. Setidaknya ada sedikit rasa bangga pada Andin ketika bisa berjalan berdua seperti ini dengan Aldebaran. 

Mereka berdua masih berjalan menuju ke Cristal Jewelry yang letaknya ada di lantai 4 mall. Awalnya Andin masih biasa saja dengan wanita-wanita yang melihat kearah Aldebaran. Tapi dia mulai sedikit kesal dan agak rishi karena beberapa diantara mereka bahkan ada yang berani melempar senyuman menggoda pada Aldebaran. Terutama tadi saat di lift, ada yang seperti sengaja mendempet Aldebaran. Andin tahu pasti Aldebaran juga tidak akan menghiraukan mereka, tapi dia hanya kesal saja keberadaannya disamping Aldebaran seakan tidak ter 'notice' oleh mereka yang kemudian terang-terangan menggoda Aldebaran. Tapi perlu digaris bawahi Andin kesal bukan berarti dia cemburu, No! Big No! Andin hanya kesal karena keberadaannya tidak ter 'notice' saja oleh mereka yang berusaha menggoda Aldebaran, padahal jelas-jelas mereka berdua sedang berjalan bersama. "Mereka kira gue asistennya kali ya, emang jomplang banget sih gue sama Al." gumam Andin dalam hati sambil menatap tajam salah satu dari mereka. 

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka pun sampai di toko Cristal Jewelry.

Aldebaran dan Andin berjalan memasuki toko. Beberapa pelayan pun menyambut kedatangan keduanya. Lagi-lagi yang melayani mereka adalah seorang manager. 

"Sepenting apa sih keluarganya Al, perasaan dari kemarin kemana-mana selalu managernya langsung yang ngelayanin." batin Andin. 

"Selamat malam pak Aldebaran dan bu Andin, selamat datang di Cristal Jewelry." sapa manager toko. 

"Selamat malam." jawab Aldebaran. 

"Tadi ibu Fandita sudah memberitahu kami, kalau anda akan memilih cincin untuk pernikahan anda." kata manager toko. 

"Iya." jawab Aldebaran singkat. 

"Silahkan pak, bapak bisa ikut saya. Kami sudah menyiapkan beberapa koleksi terbaik kami." Manager toko mengajak Aldebaran dan Andin untuk menuju ke salah satu etalase.

Mata Andin berbinar-binar saat melihat deretan perhiasan-perhiasan cantk didepannya. Entah kenapa dia yang sebelumnya tidak terlalu tertarik dengan perhiasan, melihat deretan perhiasan yang berjejer indah itu menjadi agak tertarik. Sedikit tertarik, mungkin karena desain-desainnya yang terlihat sangat elegan.

Sesampainya didepan etalase, manager toko menjelaskan beberapa koleksi perhiasan yang terpajang disana, mulai dari bahan, desain dan lain lain. Andin cukup antuasias mendengarnya. Berbeda dengan Aldebaran. Aldebaran terlihat cukup santai, bahkan dia terlihat lebih sering memainkan ponselnya disbanding dengan memperhatikan penjelsan dari manager toko. 

Setelah panjang lebar akhinya manager toko pun selesai menjelaskan koleksi-koleksinya.

"Silahkan anda pilih sendiri saja." Ucap Aldebaran singkat tanpa basa-basi. 

Andin terkejut, "Hum…? Sa… saya yang pilih sendiri pak?" tanya Andin bingung. 

"Iya, pilih saja." jawab Aldebaran singkat. Jawaban yang singkat padat dan jelas. Seakan menegaskan bahwa tidak boleh ada penolakan dan harus dilakukan. Andin pun menganggukkan kepalanya, memberikan isyarat setuju.

Mata Andin mulai melihat koleksi-koleksi itu, semuanya terlihat sangat cantik. Dia merasa kebingungan, "Haduh... Bingung gue! Bagus-bagus semua." gumam Andin dalam hati. 

Setelah cukup lama melihat-lihat dan berfikir, akhirnya pilihan Andin jatuh pada salah satu cincin. Desainnya yang simple tapi elegan itu membuat Andin jatuh hati.

"Hmm… kalau yang ini bagaimana?" tanya Andin pada Aldebaran sambil menunjuk pada cincin pilihannya.

Aldebaran mengalihkan pandangnnya dari ponsel dan menengok. Melihat cincin yang ditunjuk Andin. "Mbak, yang itu ya. Langsung saja bikinkan nota nya." Alih-alih memberikan komentarnya mengenai cincin yang dipilih Andin, justru Aldebaran langsung membeli cincin itu. 

"Oh iya baik pak.” jawab manager toko. Manager itu pun mengambil cincin tersebut dari etalase dan memeriksa harganya. “Untuk harganya ini… dua ratus tiga puluh empat juta lima ratus empat puluh enam rupiah pak." jelas manager toko.

"Oke saya ambil itu." jawab Aldebaran. 

Mendengar menager toko menebutkan harga dari cincin tersebut, sontak mata Andin pun langsung terbelalak. 

Cepat-cepat Andin langsung menghentikan manager toko yang akan menuju kasir. "Eh, mbak... kalo gitu nggak jadi yang itu deh, yang lain aja. Jangan yang semahal itu. Bisa kasih tau yang lebih murah dari itu nggak?" 

Aldebaran menengok pada Andin. "Udah itu aja, kelamaan kalau pilih-pilih lagi. Saya masih ada urusan lain." sahut Aldebaran. 

"Tapi itu mahal baget pak… untuk pernikahan yang cuma 6 bulan nggak perlu semahal itu…." ucap Andin sambil berbisik pada Aldebaran. 

Setelah cukup lama berdebat, akhirnya Andin pun menyerah karena  Aldebaran tetep kekeh membelikannya cincin itu. 

"Itu saja mbak, sekalian sama pasangannya. Langsung bawa ke kasir saja." kata Aldebaran yang tidak mau berdebat panjang lagi. 

"Baik pak.” jawab manager toko. Setelah itu manager toko menyodorkan cincin itu pada Aldebaran, “ ini pak silahkan dicobakan dulu ke bu Andin." 

Aldebaran mengambil cincin itu dari manager toko. "Ini coba dulu." kata Aldebaran sambil menyodorkan cincin itu pada Andin. 

Andin ragu-ragu untuk mengambilnya. Karena tidak kunjung diambil oleh Andin, Aldebaran pun tanpa basa-basi langsung meraih tangan Andin lalu dipasangkannya cincin itu pada jari manis Andin. Setelah dirasa cincin itu muat dijari Andin, Aldebaran pun melepasnya lagi. Andin hanya bengong mematung melihat apa yang dilakukan oleh Aldebaran.

"Cincinnya pas, sekalian kamu pilih kalung, anting sama gelang untuk mahar." 

Andin terkejut mendengar itu, "Lagi?" tanya Andin.

"Menikah kan emang harus ada mahar." jawab Aldebaran. 

Andin menggeleng, dia takut kalau harus memilih lagi. Tahu harga cincin tadi saja sudah membuat kepalanya pusing, "hehe, bapak saja ya yang pilih. Saya terserah." kata Andin sambil tersenyum tidak enak. 

Aldebaran menghela nafas panjang. Lalu dia pun berjalan menuju elatase kalung yang letaknya ada di seberang etalase khusus cincin. Sambil berjalan-jalan, matanya berkeliling melihat beberapa koleksi kalung yang ada disana. Kemudian langkahnya terhenti, matanya tertuju pada sebuah kalung yang didisplay disalah satu etalase. Desainnya yang elegan membuat Aldebaran terpikat. 

"Mbak saya mau yang itu ya." kata Aldebaran sambil menunjuk ke arah set perhiasan pilihannya.

Manager toko melihat ke arah yang ditunjuk Aldebaran. 

"Oh baik pak." jawab manager toko.

Lalu manager toko mengambil satu set perhiasan tersebut. 

"Ini pak, bisa dilihat dulu." kata manager toko sambil meletakkan set perhiasan itu didepan Aldebaran. 

Pikirnya daripada dia berdebat lagi dengan Andin, lebih baik dia menyuruh manager toko untuk langsung membawanya ke kasir saja. 

"Ini harganya.... " kata manager toko. Belum selesai menjelaskan, penjelasannya dipotong Aldebaran. 

"Udah mbak nggak perlu disebutkan lagi harganya langsung saja bawa ke kasir, nanti saya berdebat lagi sama calon istri saya.  Saya masih ada urusan lain soalnya, buang-buang waktu." kata Aldebaran.

Andin melihat set perhiasan yang akan dinawa manager toko ke kasir. Lagi-lagi dia hanya terperanga, "Astaga… cincin yang kecil aja harganya udah segitu... apalagi yang ini nih." gumam Andin dalam hati. 

"Oh iya pak baik." jawab manager toko. 

Baru sekali melangkahkan kakinya, Aldebaran memanggil manager toko itu lagi, "Mbak sebentar."

Manager toko menghentikan langkahnya dan membalikkan badanya. "Iya pak, apa ada hal lain  yang bisa saya bantu?" tanya manager toko. 

Aldebaran menunjuk lagi ke satu set perhiasan yang ada di etalase itu, "Saya mau juga yang itu." ucapnya dengan entengnya.

Mata Andin terbelalak melihat apa yang dilakukan oleh Aldebaran. Satu buah cincin saja harganya sudah selangit, belum lagi satu set perhiasan yang sudah di bawa ke kasir tadi. Dan sekarang pria di depannya ini dengan entengnya meminta satu set perhiasan lagi. Andin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gila kali ya nih orang! Nggak habis pikir gue! Beli perhiasan udah kayak jajan diwarung aja, tinggal tunjak tunjuk seenaknya."

Andin tidak tahu apa yang ada di kepala Aldebaran, sampai-sampai pria itu harus membelikannya dua set perhiasan. Padahal satu set saja itu sudah lebih dari cukup baginya. "Eh... bapak nggak perlu beli dua, satu saja sudah cukup kok pak." kata Andin sambil menghalangi manager toko membawa set perhiasan itu ke kasir.

Aldebaran melihat ke arah Andin, "Ini untuk Rana. Jangan ke ge'er ran." 

Mendengar jawaban itu, Andin pun langsung menundukkan pandangannya. Andin merasa malu dan salah tingkah karena sudah mengira set perhiasan itu untuk dirinya lagi, "Oh... ki… kirain buat aku." kata Andin salah tingkah. Wajahnya pun kini sudah memerah karena malu.

Aldebaran tersenyum tipis melihat Andin yang salah tingkah seperti itu.

----

Setelah selesai memilih perhiasan, mereka berdua kembali pulang. Aldebaran mengantarkan Andin hingga depan rumah.

Aldebaran mengehentikan mobilnya tepat di depan rumah Andin.

"Hmm…. Bapak nggak mau mampir dulu? Mau ngeteh dulu mungkin?" tanya Andin. Jujur saja Andin masih malu karena kejadian di toko perhiasan tadi.

"Nggak usah, udah malem. Saya juga masih ada urusan lain." jawab Aldebaran. 

Entah kenapa saat mendengar jawaban itu, Andin merasa agak kecewa. 

"Mau ketemu Rana ya?" Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari mulut Andin. Sedetik kemudian Andin tersadar, harusnya dia tidak mengucapkan kata-kata itu, itu bukan menjadi urusannya."Andin… dodol banget sih lu! Ngapain pakek tanya-tanya gitu… itu kan bukan urusan lu!" gumam Andin sambil mengutuk dirinya sendiri. 

Aldebaran menoleh pada Andin, ditatapnya mata Andin dalam-dalam. "Saya rasa itu bukan menjadi urusan anda ya." katanya sambil tersenyum tipis. 

"Oh i…iya… tentu itu bukan urusan saya. Saya hanya mengira ngira saja sih pak, tadi kan bapak baru beli in dia kalung. Yaa... pasti bapak mau ngasih ke dia kan…" jawab Andin dengan gugup. 

"Sudah saya bilang. itu bukan urusan anda.” Sahut Aldebaran sambil melakukan penekanan di setiap kata-katanya. “Sekarang anda mau keluar sendiri atau....” Aldebaran menghentikan perkatannnya. Sebenarnya dia merasa agak kesal karena Andin menanyakan hal-hal pribadinya. “Saya buka kan dulu pintunya."

Kemudian Aldebaran turun dari mobilnya, berjalan ke sisi pintu Andin lalu membuka pintu itu. Andin pun keluar dari sana. 

"Saya pulang dulu. Salam ke Ayah." ucap Aldebaran singkat. 

Andin mengangguk. 

Aldebaran bergegas masuk kedalam mobilnya, dihidupkannya mesin mobil itu dan kemudian langsung pergi.

"Kenapa gue agak kesel gini ya." gumam Andin. 

Andin menggeleng dan menepuk nepuk pipinya, cepat-cepat dia hilangkan perasaan kesal itu dari kepalanya, "Andin..... Lu harus sadar, setelah menikah nanti lu akan dihadapkan dengan situasi semacam ini lagi bahkan mungkin bisa lebih parah daripada ini, jadi lu nggak perlu kesel. Anggep aja ini pemanasan, okey..... Aldebaran cuma partner pernikahan kontrak Lu, nggak lebih! Camkan itu Andin!"

 

Bersambung...