Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

My Marriage Contract Partner 

BAB 4. Mencuri Tidurku

Apa yang telah matamu lakukan,
Itu telah mencuri pandanganku
Matamu bertukar pandang denganku, hatiku merasa tidak nyaman
Siapa sangka itu masih terus mengganggu pikiranku
Kamu telah berhasil mencuri tidurku

Andin masih berusaha membuka keduan matanya saat mendengar ketukan pintu dan teriakan dari kakaknya. Samar-samar penglihatanya, dia mencoba bangkit dari ranjangnya. 

"Astaga... Pusing banget kepala gue." kata Andin sambil memijat mijat pelipisnya, pikirnya memang maraton drama Korea itu bukan hal yang baik.

Andin mendengus kesal mendengar Sofia yang terus-terusan mengetuk-ngetuk pintunya sambil berteriak teriak, "ini juga kenapa berisik banget sih!" gerutunya kesal.

Andin berdiri dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu kamarnya sambil setengah mengantuk. Dengan bermalas-malasan dia membuka pintu kamarnya. Andin membuka sedikit pintunya, memunculkan kepalanya dan menyandarkannya pada kusen pintu. 

Setengah sadar dia berbicara pada Sofia, "hemm...Berisik banget sih kak, gue kan nggak ada kuliah hari ini." kata Andin dengan mata yang belum terbuka sempurna.

"Astaga... Andin! Lu baru bangun tidur?" kata Sofia sambil menepuk jidat adiknya itu.

Andin mengangguk. 

"Calon suami lu udah nunggu dibawah tuh." ucap Sofia.

“Calon suami? Siapa? Ji Chang Wook?” Andin yang masih belum tersadar dari dunia halunya malah berfikir melantur.

Sofia benar-benar tidak habis pikir. Tingkat kehaluan adiknya ini memang sudah melewati ambang batas. Dia hanya bisa menggeleng-gelengakan kepalanya. “Ji Chang Wook… Ji Chang Wook… Ya, Aldebaran lah!” 

Mendengar jawaban itu, sontak kedua mata Andin pun langsung terbelalak, "Mampus! Gue lupa, hari ini ada fitting baju." 

Andin pun panik, dia mondar-mandir di depan Sofia, "Jadi Aldebaran udah dibawah? I…ini gue apa langsung ganti baju aja ya? Nggak usah mandi."

Karena gemas dnegan kelakuan adiknya, Sofia reflex langsung menjewer telinga adiknya itu. 

Andin meringis kesakitan, "Aw! Sakit tau!" katanya sambil mengusap usap telinganya yang saat ini sudah memerah.

Sofia kesal dengan adiknya itu. Bisa-bisanya adiknya itu berfikiran untuk menemui ‘calon suami’ dengan kondisi yang seperti itu. "Ya lu mandi dong! Astaga... Jangan malu maluin ya!" katanya sambil mendorong adiknya itu masuk kedalam kamar. 

Dilemparkannya handuk pada Andin, handuk itu tepat medarat diatas kepala Andin.

Andin mendengus kesal, "Ishh.... kenapa nggak ngabarin dulu sih, nyebelin deh. Ganggu orang tidur aja!" gerutu Andin sambil mengambil handuk yang ada dikepalanya, rambutnya pun berantakan.

Sambil berjalan menuju kamar mandi, Andin menyisir rambutnya yang acak-acakan dengan jari-jarinya.

Setelah selesai mandi, Andin bergegas untuk turun dan menemui Aldebaran. 

Sambil melangkah menuruni beberapa anak tangga, Andin melihat Aldebaran yang sedang berbincang dengan Ayahnya. 

Intonasi yang tidak seperti biasanya, terdengar cukup lembut. Andin tersenyum. "Bisa ramah juga ternyata tu orang." gumam Andin dalam hati.

Pandangan mata Andin dan Aldebaran tidak sengaja bertemu, cepat-cepat Andin mengalihkan pandangan itu. Gunawan melihat fokus Aldebaran yang sedang terbagi sekarang, lalu Gunawan pun mengikuti arah pandangan Aldebaran hingga dia menoleh ke arah belakangnya, dilihatnya Andin yang sudah rapi dan siap untuk berangkat. 

Andin pun berjalan mendekat pada Ayahnya. 

"Sayang.... Kok baru bangun sih... Udah mau nikah kok masih aja susah bangun pagi. Masa harus dibangunin sama kak Sofi dulu baru bisa bangun." ledek Gunawan sambil mengusap usap puncak kepala Andin.

"Hehehe, aku lupa kalo hari ini ada fitting baju. Kuliahku kan libur hari ini Yah. Jadi....aku kira hari ini aku nggak ada acara apapun. Yaudah tadi malem aku maraton nge-drakor deh, eh nggak taunya paginya aku ketiduran." jawab Andin sambil tersenyum lebar melihatkan deret giginya yang rapi...

Gunawan mencubit hidung anaknya itu. "Kebiasaan." 

Andin tersenyum-senyum sambil mengusap hidungnya. 

"Yaudah kalian buruan berangkat, pasti orang butiknya juga udah nungguin tuh"

"Ayah nggak ikut?" tanya Andin. 

"Enggak. Kan kamu udah sama Bara, masa masih minta ditemenin Ayah sih." jawab Gunawan.

Andin memasang wajah cemberutnya. Agak kesal memang kalau harus pergi berdua dengan Aldebaran. Karena sudah dipastikan akan membosankan.

"Udah sana berangkat." lanjut Gunawan menyuruh Andin untuk segera berangkat sambil memberikan isyarat agar anaknya itu tidak memasang wajah cemberut lagi.

Kemudian Aldebaran juga berpamitan pada Gunawan, "Pak, saya ajak Andin fitting baju dulu ya." katanya sambil mencium tangan Gunawan. 

"Iya, iya silahkan." jawab Gunawan sambil menepuk-nepuk bahu Aldebaran.

Andin hanya mengamati Aldebaran yang bersikap seperti itu pada Ayahnya. Jujur Andin sedikit terkejut dengan sikap Aldebaran pada Ayahnya saat ini. Kemarin saat Andin bertemu dengan Aldebaran, Andin melihat kalau Aldebaran itu sangat angkuh. Tapi sekarang Aldebaran bisa terlihat sangat ramah seperti ini. Memang benar pria yang satu ini sangat jago dalam berakting. Daripada menjadi CEO menurut Andin, Aldebaran akan lebih cocok jika menjadi aktor.

Gunawan melihat anaknya berdiri terdiam, "Hei! malah bengong, itu Aldebaran udah ngajak berangkat tuh" 

Andin pun langsung terbangun dari lamunannya, "Oh, iya iya." Lalu Andin pun berpamitan dan mencium tangan Ayahnya. 

"Dah Yah…" kata Andin sambil melambaikan tangannya. 

"Iya.. Hati-hati yaa…" jawab Gunawan. 

Andin berjalan menuju mobil Aldebaran. Aldebaran membukakan pintu untuk Andin, lalu Andin pun masuk ke dalam mobil . Sebelum berangkat, Aldebaran melihat kearah Gunawan dan membungkukkan sedikit badannya untuk berpamitan pada Gunawan. Setelah itu Bara bergegas menuju ke kemudinya. Mereka berdua pun berangkat menuju ke sebuah butik. 

----

Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, akhirnya mereka berdua pun sampai di depan sebuah butik. Sebuah butik yang dari luarnya saja sudah terlihat mewah.

Andin mengerjapkan matanya berkali-kali, sambil memastikan kalau dirinya saat ini tidak sedang bermimpi. "Swarastika… ini kan bridal boutique yang terkenal itu." batin Andin. Andin melongo melihat butik yang biasanya hanya bisa dilihatnya dari social media artis-artis terkenal saja kini bisa dilihatnya secara langsung. Bahkan dirinya akan mengenakan salah satu koleksi gaun dari butik ini nantinya.

"Kanapa bengong, buruan turun." ucap Aldebaran.

Andin tersadar dari lamunannya, "I...Iya." sahutnya tergagap sambil berusaha melepaskan seatbelt nya. Andin berusaha keras melepas seatbelt itu, tapi susah. “ini kok susah sih, perasaan tadi gampang deh.”

Aldebaran sudah keluar dari mobilnya dan kini sudah berada di pintu bagian Andin, dia bersiap membukakan pintu itu. 

Namun diisisi lain disana terlihat Andin yang masih berusaha membuka seatbelt nya.

Aldebaran membukakan pintu mobil untuk Andin dan dilihatnya Andin yang sedang kesusahan membuka seatbelt nya. Kemudian tanpa banyak bicara Aldebaran langsung membungkukkan badannya untuk masuk kedalam mobil dan membantu Andin melepaskan seatbelt itu. Sontak Andin pun terkejut dengan apa yang dilakukan Aldebaran. Dia tertegun, seketika tubuhnya mematung. Seatbelt pun terlepas, Aldebaran menyuruh Andin untuk segera keluar dari mobil, tapi Andin masih tertegun dan mematung ditempatnya. 

Aldebaran yang merasa Andin tidak meresponnya kemudian mengentikan jari nya didepan Andin. Andin pun terbangun dari lamunannya, "Hem! Iya!?" jawab Andin sambil melihat kearah Aldebaran.

"Ayo buruan keluar, udah ditungguin sama orang butiknya. Saya juga nggak punya banyak waktu."

Kemudian Andin pun segera keluar dari mobil. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam butik. Pegawai butik membukakan pintu untuk keduanya. Mata Andin terperanga melihat bagian dalam butik ini, ini pertama kalinya dia masuk kedalam butik mewah seperti ini. 

Sesampainya didalam butik, mereka disambut langsung oleh manager butik. 

"Selamat pagi pak Al dan bu Andin." sapa manager butik dengan ramah. 

"Selamat pagi."jawab Aldebaran dan Andin.

"Silahkan bu, kami sudah menyiapkan gaun terbaik kami untuk ibu." kata manager sambil mengarahkan Andin dan Aldebaran menuju ke bagian tengah area butik. 

Sesampainya ditempat, ternyata disana sudah ada beberapa gaun indah yang tergantung. 

Melihat gaun-gaun yang tergantung itu, sontak mata Andin pun langsung  berbinar-binar, "Gila! Ini semua adalah gaun pernikahan impian gue." batin Andin bersorak-sorai. 

"Silahkan bu, bisa langsung dicoba." kata manager butik. 

Andin senang mendengar itu, "Oke" jawabnya sambil tersenyum lebar. Andin terlihat sangat antusias. Ini adalah bagian terbaiknya. Ya, mencoba satu persatu gaun-gaun itu. Pasti akan menyenangkan.

Beberapa pegawai butik pun membantu Andin untuk mencoba gaunnya di fitting room

Sementara Andin mencoba gaunnya di fitting room, Aldebaran duduk di sebuah sofa yang berada tepat di depan fitting room tersebut. Berbeda dengan Andin yang terlihat sangat antusias, sepertinya Aldebaran ingin acara coba mencoba gaun ini bisa selesai lebih cepat.

Gaun pertama dicoba Andin, tirai pada fitting room pun dibuka oleh salah satu pegawai butik. 

Sebuah gaun berwarna almond, berbahan tile dengan model mermaid dress dan ekor panjangnya yang menjuntai sukses membuat Andin terlihat begitu anggun. 

Aldebaran masih memandangi ponselnya sesaat sebelum manager butik memanggilnya.

"Pak Al, bu Andin sudah memakai gaunnya ini." kata manager butik pada Aldebaran.

Aldebaran pun mengalihkan pandangannya dari ponsel menuju ke Andin. Aldebaran cukup tertegun melihatnya, beberapa detik dia terdiam sambil menelan ludahnya, "Cantik juga nih anak" gumamnya dalam hati. 

"Bagaimana pak?" tanya manager butik. 

"Bagus..."

Andin sedikit bangga mendengar jawaban dari Aldebaran. 

"Gaunnya bagus."

Mendengar lanjutan kata-kata dari Aldebaran, seketika ekspresi Andin pun langsung berubah, "Tuh kan akhirnya juga bakal nyebelin." gumam Andin dalam hati. 

Kemudian Andin mencoba gaun yang kedua. 

Tirai fitting room pun dibuka, kali ini Andin berbalut ball gown berwarna putih. Kali ini gaunnya bergaya klasik. 

Aldebaran sekarang juga sudah tidak lagi fokus pada ponselnya. Baimana tidak, pemandangan yang tersaji didepan matanya saat ini lebih menarik dibanding dengan pekerjaan yang ada diponselnya.

"Bagaiman pak dengan yang ini?" tanya manager butik. 

Andin sudah tidak tertarik lagi dengan jawaban Aldebaran. Pikirnya pasti Aldebaran akan berkata kalau gaunnya bagus lagi. 

"Bagus… Beautiful dress and beautiful wearer." jawab Aldebaran singkat.

Mendengar kata-kata itu, sontak Andin pun langsung menatap Aldebaran. Rona merah tak bisa disembunyikan lagi dari pipinya. Melihat Andin yang tersipu malu seperti itu, Aldebaran pun tersenyum tipis. 

-----

Karena hari ini bukan hanya fitting baju untuk Andin tapi juga fitting baju untuk Aldebaran dan ditambah lagi dengan jalanan yang super macet, akhirnya Andin sampai dirumah larut malam. 

Sesampainya dirumah, Andin pun langsung menuju kamarnya dan bergegas untuk mandi. Setelah mandi dia bersiap untuk tidur. Dibaringkannya tubuhnya di ranjang, "Haduh... Capek juga ya ternyata."

Ingatannya kembali pada saat Aldebaran membantunya untuk melepaskan seatbelt. Wangi maskulin Bara yang sudah bercampur dengan wangi parfum musk masih melekat di kepala Andin. Belum lagi saat Aldebaran berkata kalau dia cantik. Memikirkan itu semua membuat Andin malu, pikirnya pasti wajahnya sekarang sudah merah seperti kepiting rebus. 

"Arrghh.... Andin! Udah gila lu!" katanya sambil menarik selimutnya menutupi wajahnya.

 

Bersambung...