Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

My Marriage Contract Partner 

BAB 3. Kesepakatan (Part 2)

"Kak Ekmal!" jawab Andin. 

Ekmal mengulurkan tangannya dan membantu Andin untuk berdiri. "Ngapain kamu disini?" tanya Ekmal. 

Andin berpikir Ekmal tidak boleh tau kalau dia akan menemui Aldebaran untuk membahas kontrak pernikahan. "A...aku mau ketemu sama seseorang."  jawab Andin dengan sedikit terbata-bata.

Ekmal mengernyitkan dahinya, "seseorang? Siapa? Ini masih pagi banget loh."

Andin memasang senyuman lebar, "Hehehe… ada lah pokoknya. Rahasia.”

"Okey... Okey... Rahasia ini yaa... Aku nggak tanya-tanya lagi deh kalo gitu, Hehehhe."

Bagus. Mendengar jawaban dari Ekmal, agaknya Andin menjadi sedikit lega.

"Eh yaudah kalo gitu kakak duluan,” ucap Ekmal sembari memeriksa sekitarnya, siapa tahu masih ada file yang mungkin terjatuh, “mau masuk bareng? Atau... mau dianter ke orang yang mau ditemuin?" Tanya Ekmal pada Andin sebelum dirinya bernajak pergi dari sana. 

Andin yang tadinya sudah merasa agak lega, agak tersentak lagi. "Hum?” sahut Andin. “Kan ini rahasia loh ceritanya, kalo gitu sama aja bo'ong dong. Hmm… gimana sih pak.... " jawab Andin sambil tersenyum.

"Oh iya, lupa, ini kan rahasia yaa....  Sssttt...." Sahut Ekmal sambil meletakkan telunjuk dimulutnya.

Kemudian Andin dan Ekmal pun tertawa bersama.

"Haduh.... udah, udah, berhenti! Mules nih. Pagi-pagi udah ketawa-ketawa...." kata Ekmal sambil mencoba menghentikan tawanya.

Andin juga menghentikan tawanya. 

Ekmal melihat jam tangannya. Sepertinya dia benar-benar harus segera masuk ke ruang kerjanya, karena ada berkas penting yang harus dia siapkan. "Yaudah kakak beneran mau masuk nih. Dah... Andin, duluan ya...." ucap Ekmal sambil melambaikan tangannya pada Andin.

"Iya kak. Dah.... Sampai ketemu lagi…." jawab Andin sambil melambaikan tangannya juga.

Kemudian Ekmal pun beranjak pergi dari sana.

Andin menghela nafas lega, "haduh…. Untung lah kak Ekmal nggak tanya-tanya lagi, bisa dilaporin ke kak Sofia ntar." gumam Andin dalam hati. Andin takut kalau Ekamal tahu tentang pernikahan kontraknya, Ekmal bisa melaporkannya pada Sofia, kakaknya. Kenapa bisa seperti itu? Ya… itu karena memang Ekmal adalah kekasih dari Sofia. Ekmal… pria yang selalu membual tentang lamaran dan pernikahan pada kakanya itu. Terkadang Andin juga merasa kesal pada kakanya, bisa-bisanya kakaknya itu begitu cinta mati pada pria semacam itu. Tapi setidaknya Andin mengakui kalau Ekmal itu tipe-tipe family man. Kadar kebucinan Ekmal pada Sofia sudah melebihi batas normal. Bahkan Andin sampai menjuluki keduanya sebagai pasangan lebay, karena memang Ekmal dan Sofia kerap kali pamer kemesraan di depan dirinya yang jomblo ini.

Memikirkan Ekmal, Andin jadi teringat satu hal, "Eh bentar-bentar. Kalo ayah kan udah jarang ke kantor ya, karena emang pak Danendra lebih sering kerja di rumahnya. Tapi itu kan ada kak Ekmal. Kalo dia tau gimana??" kata Andin dengan sedikit cemas. Kemudian Andin berfikir sejenak. Sambil mengetuk-ngetukkan telunjuknya di pelipis, kepalanya sibuk memikirkan sesuatu hal. "Halah, kantor ini kan luas nggak mungkin lah gue ketemu sama kak Ekmal lagi." kata Andin menenangkan dirinya sendiri, dia dia ingin terllau overthingking memikirkan semuanya. 

Setelah menyiapkan dirinya, Andin pun berjalan masuk ke dalam gedung.

Masuk ke dalam gedung, Andin semakin terperanga. Interior gedung ini membuat Andin terkagum-kagum. Pilar dan tembok-tembok yang menjulang tinggi serta gaya arsitektur modernnya membuat Andin merasa seperti sedang ada di kantor-kantor yang ada dalam drama-drama Korea yang biasa ditontonnya. Mata Andin berkeliling mengamatai sekitarnya, "Astagaa.... Gede banget, keluarga Nirubi emang sekaya itu ternyata.” Meskipun Ayahnya sudah bertahun-tahun berkerja di kantor ini, tapi ini baru kali pertama Andin mengunjungi gedung kantor ini. 

Kemudian Andin menuju ke meja resepsionis untuk menanyakan ruangan Aldebaran. Karena masih sangat pagi, beberapa resepsionis baru datang dan belum selesai bersiap. Melihat itu, Andin pun menunggu sebentar sampai dirasa resepsionis itu sudah siap. Andin menunggu dari jauh sambil menyandarkan diirnya di salah satu pilar menjulang yang ada di sana. Entah kenapa lobby kantor yang seluas ini tidak disediakan satu pun tempat duduk.

Cukup lama, sekitar 15 menit Andin menunggu. Andin menengok kearah meja resepsionis. Setelah dilihatnya resepsionis sudah siap, Andin pun berjalan menghampiri meja resepsionis itu. 

Salah satu resepsionis yang melihat Andin yang berjalan mendekat. Resepsionis itu pun memberikan senyuman, “selamat pagi mbak, ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis itu dengan ramah. 

Andin juga membalas dengan senyuman ramah. "Selamat pagi juga. Hmm… saya ingin menanyakan apa pak Aldebaran ada di ruangannya? Saya ingin menemui beliau." jawab Andin.

"Apa ibu sudah ada janji sebelumnya?" tanya resepsionis itu. 

"Iya, sudah. Pak Aldebaran meminta saya untuk menemuinya pagi ini di kantornya." jawab Andin.

"Oh... Begitu ya. Sebentar ya mbak, saya cek dulu ke sekretaris beliau." kata resepsionis itu yang kemudian mengambil telepon yang ada diatas mejanya. Resepsionis itu pun menelepon sekretaris Aldebaran.

Setelah selesai berbicara dengan sekeretaris Aldebaran, resepsionis pun menutup kembali teleponnya. 

"Pak Aldebaran belum datang mbak, tapi mbaknya dipersilahkan untuk menunggu di ruangannya. Jadi, silahkan… mari saya antar ke ruangannya pak Aldebaran." ucap resepsionis itu sambil menunjukkan arah menuju ruang kerja Aldebaran.

Andin berjalan mengikuti resepsionis. Andin dibawa menuju sebuah lift. Mereka berdua pun masuk ke dalam lift, resepsionis itu menekan tombol lantai pada lift. 

Mata Andin pun terbellak karena terkejut saat saat melihat tombol lantai yang dipencet oleh reseosionis itu, "45! Astaga! Tinggi banget!" gumam Andin dalam hati. Untuk sebuah gedung itu cukup tinggi.

Setelah sampai di lantai 45, pintu lift pun terbuka. Andin dan resepsionis itu keluar dari lift. Lantai 45 ini sangat sepi, disana hanya ada satu meja panjang dengan table name tag 'sekretaris' dan ada sebuah pintu tinggi besar dengan papan nama bertuliskan ‘CEO’.

Resepsionis membawa Andin menuju ke meja sekretaris yang ada di sana.

"Selamat pagi bu Risa, ini tamu yang ingin bertemu pak Aldebaran." ucap resepsionis pada seorang wanita cantik yang duduk di belakang meja sekretaris itu. Wanita itu berdiri dari tempat duduknya saat Andin dan resepsionis datang menghampirinya.

Melihat tempat duduknya sekarang, sudah dipastikan kalau wanita ini adalah sekretaris dari Aldebaran. Andin mengamati sekretaris Aldebaran dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambut panjang, kaki jenjang dan bentuk tubuh yang proporsional. Wanita di depannya ini lebih cocok menjadi model atau bintang iklan dibanding menjadi sekretaris. “Seleranya untuk sekretaris aja setinggi ini. Apalagi untuk istri.” gumam Andin dalam hati. Entah kenapa Andin malah memikirkan hal itu, padahal itu bukan menjadi urusannya. Lalu cepat-cepat Andin menghilangkan pikiran itu dari kepalanya dan kembali fokus pada tujuannya kemari.

"Oh iya, silahkan mbak, mari saya antar masuk ke dalam." kata Risa. 

Andin kemudian diantar oleh Risa untuk masuk ke ruangan Aldebaran. Ruangan yang pintu masukknya ada papan bertuliskan ‘CEO’. "Jadi dia CEO disini… ." gumam Andin dalam hati. 

Setelah sampai didalam ruangan Aldebaran, Andin pun dipersilahkan oleh Risa untuk duduk di sofa, "Silahkan duduk mbak, biasanya pak Al sampai dikantor itu sekitar jam 9. Jadi... mbak tunggu dulu saja disini." kata Risa.

Jam 9. Mendengar itu Andin agak syok. "Apa! Jam 9! Ini aja baru setengah 8. Astagaa... dia kan kemarin bilangnya pagi. Gue kira pagi itu jam 8, jam masuk kantor. Apa karna bos kali ya, bisa seenak jidatnya kalo berangkat." Entah kenapa Andin menjadi kesal. Bagaimana tidak, untuk datang kesini Andin harus mengorbankan jam tidurnya. Biasanya Andin bangun jam 9 pagi. Iya, jam 9 pagi. Jam 9 pagi itu bagi Andin adalah jam bangun tidur terpaginya. Hobinya menonton drama Korea hingga larut malam membuat jam bangun tidurnya berantakan. Khusus untuk menemui Aldebaran pagi ini, Andin mengerahkan segala usahanya agar bisa bangun jam 7 pagi. Tapi ternyata saat sampai di tempat ini, Aldebaran, pria yang akan ditemuinya justru belum datang. Belum apa-apa orang yang bernama Aldebaran itu sudah membuatnya kesal.

"Kalau begitu saya tinggal keluar dulu ya mbak." ucap Risa. Tapi sebelum beranjak dari tempatnya, Risa kembali menanyai Andin, “Hmm… mungkin mbaknya mau minum apa gitu, sambil menunggu pak Aldebaran datang?”

"Oh, nggak usah mbak. Terima kasih yaa…." jawab Andin. 

Setelah itu Risa pun bernajak keluar dari ruangan Aldebaran.

Andin menyalakan ponselnya, dia melihat jam yang ada di sana. "Masih satu setengah jam lagi nih, bisa mati bosan gue nungguin dia." gumam Andin sambil berlanjut membuka-buka sosial media dari ponselnya.

----

Sekitar setengah jam menunggu, tiba-tiba ada suara pintu terbuka dan terdengar ada orang yang masuk ke dalam ruangan.

"Akhirnya dia datang juga… untung nggak lama" gumam Andin. 

Lalu Andin pun melihat ke arah pintu. Betapa terkejutnya Andin saat melihat siapa yang masuk ke dalam ruangan. Yang masuk ke ruangan itu memang Aldebaran, tapi hal yang lebih membuat Andin terkejut adalah Aldebaran yang masuk bersama seorang wanita. Iya, seorang wanita, bahkan Bara dan wanita itu masuk ke ruangan sambil beradegan mesra. Itu benar-benar membuat Andin yang melihatnya menjadi agak mual.

Bukan hanya Andin saja yang terkejut, Aldebaran juga sama terkejutnya dengan Andin. Aldebaran tidak menyangka Andin akan datang sepagi ini. 

"Sudah sampai kamu. Pagi sekali." ucap Aldebaran dengan polosnya.. 

Andin menggeleng tidak percaya. Dia tersenyum setengah sambil mendengus kesal. "Kan anda sendiri yang meminta saya untuk datang pagi. Ya saya datang di jam masuk kantor, jam 8." sahut Andin dengan tatapan tajam pada Aldebaran.

Mendengar jawaban dari Andin, Aldebaran pun memalingkan wajahnya. Kali ini dia mengaku salah, kemarin memang dirinya sendiri yang tidak menentukan jam berapa Andin harus datang ke kantornya. "Bener juga sih, gue cuma bilang pagi aja kemarin sama dia. Haduh.... mana gue bawa Rana lagi" gumam Aldebaran dalam hati. Lalu Aldebaran pun berfikir sejenak. Dia memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Perhitungan matang harus dilakukannya agar Kirana tidak curiga. "Yaudah, kamu keluar dulu deh. Nanti jam 9 baru temui saya lagi. Jam kerja saya jam 9 soalnya." ucap Aldebaran dengan ekspresi tanpa dosa.

Mendengar itu, Andin mengerjapkan matanya berkali-kali. Andin bener-benar merasa kesal sekarang. Sumpah serapah pun lansung dia lontarkan untuk Aldebaran. Eits! Tapi tentunya tidak secara langsung. "What! Sumpah! Nyebelin banget nih orang!" gumamnya kesal sambil meremas tangannya. 

Tangannya sudah dalam posisi mengepal sekarang. Tinggal satu gerakan lagi, maka tinjunya bisa saja mendarat mulus di wajah pria menyebalkan di depannya ini. Tapi Andin mencoba untuk mengontrol emosinya, dia mencoba untuk tetap tenang. Andin pun mengatur nafasnya. "Demi Ayah... demi Ayah... Andin kamu harus tenang... " ucap Andin dalam hati sambil menenangkan dirinya sendiri.

Setelah cukup tenang, Andin pun memasang senyum palsunya. "Baik, saya tunggu diluar ya pak. Permisi…." Setelah itu Andin mengambil tasnya yang diletakkkannya di atas sofa.

Good. Bagus. Aldebaran melemparkan senyumannya. Setidaknya dia lega karena Andin mau menuruti perkatannya. Tidak banyak bicara juga, cukup menguntungkan.

"Itu siapa sih sayang?" tanya Kirana pada Aldebaran. 

Aldebaran pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Kirana. "Oh... Dia itu karyawan yang magang di restoran." jawab Aldebaran asal-asalan.

Kirana mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya kekasihnya ini mengurusi hal sampai yang kecil seperti ini. "Kok tumben kamu sendiri yang handle, bukan pak Purnomo?" tanya Kirana lagi. 

Aldebaran sedikit gugup. "Hmm… dia membuat sedikit kekacauan di restoran, jadi... Aku terpaksa harus turun langsung. Yah.... Memberikan efek jera biar yang lain nggak ikut-ikutan buat kesalahan lagi semacam dia.” Lagi-lagi Aldebaran membual untuk menutupi kebohongannya. 

Andin yang selesai mengambil tasnya dan akan keluar dari ruang kerja Aldebaran kebetulan lewat di samping Aldebaran dan Kirana. Andin pun mendengar semua percakapan Aldebaran dan Kirana. Semua ucapan bualan dari Aldebaran membuatnya semakin kesal. "Hei! bohong banget tuh! Astagaa..." gumam Andin tidak terima.

Lalu Andin pun melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Aldebaran. Karena kesal, saat menutup pintu ruang kerja Aldebaran, Andin sedikit memabanting pintu itu. 

BRAK!

Aldebaran dan Rana terkejut dengan apa yang dilakukan Andin. Keduanya menoleh kearah pintu.

"Tuh kan sayang. Emang nggak sopan anaknya. Jadi aku harus ngasih dia pelajaran." sahut Aldebaran. 

Kirana hanya tersenyum mendengar ucapan dari kekasihnya itu. 

----

Tepat pukul 9, terlihat Aldebaran dan Kirana yang keluar dari ruangan. Aldebaran melihat Andin yang sedang duduk di sofa ruang tunggu yang ada di depan ruang kerjanya. Kemudian Aldebaran berjalan menghampiri Andin. 

"Masuk ke dalam dulu saja, saya mau antar pacar saya kebawah." kata Aldebaran dengan suara pelan, hampir seperti berbisik. 

Tanpa menjawab apapun Andin pun langsung berdiri dari duduknya dan segera berjalan masuk ke ruang kerja Aldebaran.

Sementara itu, Aldebaran mengantarkan Kirana keluar gedung terlebih dahulu.

----

Setelah kurang lebih 10 menit Andin menunggu di ruang kerja Aldebaran, akhirnya Aldebaran pun masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Maaf sudah membuat anda menunggu, kamu mau minum apa?" ucap Aldebaran sambil duduk di sofa.

Karean sudah merasa kesal, Andin pun tidak menggubris tawaran dari Aldebaran. "Udahlah ayo cepet ke intinya aja, saya masih ada urusan ini dikampus. Jangan kira Cuma anda saja yang sibuk pak, saya juga sibuk." sahut Andin dengan beraninya. 

Melihat wajah Andin yang kesal seperti itu Aldebaran pun menjadi sedikit khawatir. Dia khawatir Andin akan berubah pikiran. "Iya, tunggu sebentar. Sebentar lagi asisten saya akan datang membawakan surat perjanjiannya." ucap Aldebaran sambil melembutkan suaranya. Dia tidak ingin terbawa suasana dan akhirnya akan membuat perjanjian ini berjalan rumit nantinya. 

Tidak lama kemudian asisten Aldebaran pun masuk ke dalam ruangan. 

Betapa terkejutnya Andin setelah melihat siapa yang dimaksud Aldebaran sebagai asisten. Andin mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap kalau apa yang dilihatnya itu salah.

"Hai, Andin." sapa asisten Aldebaran dengan ramah. 

"Eh, Ha…hai, kak Ekmal," jawab Andin sedikit terbata-bata. Andin pun tersenyum kecut, "Haduhh.... Gue udah ngeles dari tadi… masih aja ketahuan sama kak Ekmal. Mati gue, kalo sampai kak Ekmal ngelaporin masalah pernikahan kontrak ini ke kak Sofia." gumam Andin dalam hati. 

Aldebaran melihat Ekmal dan Andin secara bergantian. "Kalian sudah saling kenal?" tanya Aldebaran sambil memainkan telunjuknya.

" Iya pak. Saya sudah mengenal Andin. Andin ini adik dari pacar saya." jawab Ekmal. 

"Oh... Jadi dia ini adik dari pacar kamu yang berisik itu ya?" sahut Aldebaran dengan polosnya. Iya berisik. Pacar dari Ekmal cukup berisik. Aldebaran tahu, karena dulu pacar Ekmal pernah magang di salah satu kantor cabang. Karena alasan itulah, dulu Ekmal kerap kali pergi ke kantor cabang tanpa alasan. Bukan tanpa alasan juga, tapi dia pergi karena alasan pedekate alias pendekatan. Dan itulah yang membuat Aldebaran menjadi kesal.

Mendengar kakanya dikatakan berisik, Andin tidak terima dan sontak dia pun refleks menyela perkataan Aldebaran. "Heh! Nggak sopan ya, bisa-bisanya ngatain kakak aku berisik. Didiemin dari tadi eh tambah ngelunjak. Beruntung nggak ku obrak-abrik ruang kerja anda ya. Sembarangan kalo ngomong!" kata Andin dengan kesal.

Reaksi yang cukup mengejutkan ternyata. "Okeh maaf kalau begitu." sahut Aldebaran dengan datar. Tidak ada raut bersalah dari wajahnya.

"Nggak usah pikirin yang tadi. Kita kembali ke tujuan awal kita saja ya. Ekmal mana suratnya." Lanjut Aldebaran sambil mengulurkan tangannya pada Ekmal dan meminta surat perjanjiannya. 

Lalu Ekmal pun menyerahkan sebuah map pada Aldebaran. Aldebaran membuka map itu, dibacanya secara singkat isi dari surat perjanjian sebelum ia tandatangani.

Andin juga membaca salinan dari surat perjanjian itu. Andin membaca dengan detail isi surat perjanjian itu. Memastikan kalau dirinya tidak dirugikan. "Okey, cukup adil sih isi perjanjiannya." Ucap Andin setelah membaca seluruh isi surat perjanjian. Isi surat perjajnjiannya cukup adil dan  juga tidak merugikannya.

"Jadi gimana? Apa anda setuju?" tanya Aldebaran memastikan. 

"Setuju sih, cuma... apa saya boleh minta satu hal?" tanya Andin. 

"Boleh sebutkan saja." jawab Aldebaran tanpa basa-basi. 

"Saya minta pernikahan ini tidak dipublis, Jadi cukup kita, keluarga dan orang-orang tertentu saja yang tau. Gimana?" kata Andin sambil menatap dalam kedua mata Aldebaran. 

"Oh tentu saja. Tanpa anda meminta itu, saya akan melakukannya. Saya akan membicarakan ini dengan kakek. Kakek hanya ingin kita berdua menikah, untuk masalah yang seperti ini pasti dia setuju." jawab Aldebaran. 

Andin mengangguk mendengar jawaban Aldebaran. Setidaknya dia lega karena tidak perlu susah-susah memberikan klarifikasi pada teman atau pun orang-orang terdekatnya nantinya tentang pernikahannya ini. Dan satu lagi, kesempatannya untuk tetap dekat dengan Daegal juga akan tetap ada.

"Jadi.... Aku harus tanda tangan disini nih?" tanya Andin sambil menunjuk ke bagian tanda tangan dalam surat perjanjian. 

Aldebaran melihatnya. "Iya disitu." jawab Aldebaran. 

Kemudian Andin mengambil bolppoin yang diberikan oleh Ekmal dan langsung menandatangani bagiannya. Dilanjutkan dengan Aldebaran yang juga menandatangani bagiannya. 

Aldebaran mengehela nafas lega. AKhirnya rencanya berlanjan lancar. Aldebaran mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Andin. "Oke, hari ini kita sudah sepakat ya, Andini Diyanti."

Andin menyambut uluran tangan Aldebaran. "Ya. Aldebaran Reswara Nirubi, semoga kita bisa menjadi partner pernikahan kontrak yang baik."

Keduanya mengulas senyuman.

----

Setelah penandatanganan perjanjian selesai Andin pun beranjak pulang. Ekmal mengantarnya keluar gedung.

Sambil berjalan keluar dari gedung Wijayakara, Ekmal dan Andin berbincang-bincang.

"Jadi… kakak sebenernya udah tau ya kalau aku kesini itu mau buat surat perjanjian pernikahan kontrak sama pak Aldebaran?" tanya Andin.

Ekmal tersenyum, "iya... Kakak udah tau dari semalem kok, kan yang ambil surat perjanjian itu dari pengacara kakak."

Dari semalam? Mendengar jawaban itu dari Ekmal, Andin pun langsung menatap tajam kearah Ekmal. "Tapi Kakak belum cerita soal ini kan ke kak Sofia kan?" tanya Andin agak khawatir. 

Melihat ekspresi cemas Andin, Ekmal sedikit terkekeh. "Belum… belum kok." jawab Ekmal.

Andin menghela nafas lega, "Huh....syukur deh kalo begitu, kakak jangan bilang ke kak Sofia yaa... Please... " Mohon Andin. 

"Kakak nggak punya hak untuk menceritkan ini ke kak Sofia. Ya... Meskipun kakak ini pacar kak Sofia, tapi kakak masih paham kok batasan kakak. Tapi... kakak cuma mau ngasih tau ke kamu… ini itu masalah penting, bagaimanapun kamu harus cerita ke keluarga kamu terutama ke Ayah. Kamu tau kan Ayah itu paling nggak suka kalau dibohongin." jelas Ekmal. 

"Iya kak, aku paham kok. Nanti kalau waktunya udah tepat aku bakal cerita ini kok ke Ayah sama kak Sofi." sahut Andin. 

"Makasih yaa kak…" lanjut Andin. 

"Iya sama-sama." jawab Ekmal. 

Karena asyik mengobrol. Tidak terasa mereka berdua pun sampai di luar gedung Wijayakara, Andin sudah memesan taksi onlinya dan sekarang tinggal menunggu taksi online itu datang. 

"Itu mungkin taksinya" Kata Ekmal sambil menunjuk sebuah mobil yang berjalan mendekat dan berhenti didepan mereka berdua.

"Oh iya, yaudah aku pulang dulu ya kak. Dah... " kata Andin berpamitan. 

"Dah.... Hati-hati ya... Jangan lupa dua hari lagi fitting baju pengantin." jawab Ekmal.

Andin mengangguk dan kemudian masuk ke taksi online nya. 

 

Bersambung...