Try new experience
with our app

INSTALL

Detak Yang Tak Hilang 

Pulang Aku Rumahmu

Tidak pernah ada kata mudah, jika itu menyangkut perihal menunggu. Terutama ketika kamu tidak mengetahui dimanakah raga dan jiwa yang kau tunggu berada. Namun itu yang harus di lalui Andini Kharisma Putri, menunggu sembari terus memohon dan berdo'a bahwa sang suami akan segera kembali mengakhiri segala penantiannya yang menyesakkan. Dua tahun tepatnya wanita itu dipaksa menegakkan badannya, menguatkan bahunya, menopang banyak beban di dalam hatinya. Ia tidak boleh kehilangan dirinya sendiri, sebab ia masih harus bertanggung jawab atas anak anaknya dan mencari suaminya yang hilang sebab kecelakaan pesawat merenggutnya tanpa permisi.


Di malam ini, sama seperti malam malam biasanya wanita itu bersimpuh diatas sajadahnya dengan pelupuk mata yang basah, tangisannya selalu pecah kala ia mengadu kepada sang Illahi. "Ya Allah, aku tau dan aku paham betul bahwa lelakiku adalah hambamu yang baik dan kau mencintainya dengan sangat, tapi Ya Allah aku sungguh membutuhkannya. Kembalikan ia Ya Allah. Jika kau telah bawa jiwanya kembali kepada Mu, bisakah kau kembalikan raganya kepadaku? Setidaknya aku bisa memberikan peluk terakhirku untuknya, setidaknya aku bisa memakamkannya, dan mengadu di atas batu nisannya setiap aku kesulitan. Tidak seperti saat ini, dimana aku hanya menggenggam harapan kosong yang entah akan mematahkanku atau membawaku pada pelangi setelah badai ini". Itulah do'a yang Andin panjatkan setiap malamnya. Hatinya meyakini, bahwa suami kesayangannya masih hidup dan berada di suatu tempat yang tidak ia ketahui, namun sayangnya hari demi hari menggerogoti kepercayaannya secara perlahan, suaminya tidak juga ditemukan. Sekeras apapun ia meminta dan memohon Aldebaran tidak pernah kembali. Sesekali Andin merasa putus asa, ingin rasanya ia menyerah pada dunia yang seakan pura pura tuli dan tak pernah mendengar tangisnya, namun ada yang lebih besar dari rasa putus asanya, yaitu rasa cintanya kepada putra dan putrinya.


Andin melipat kembali sajadah dan mukenanya ia menghapus bekas tangis di wajahnya, ia melangkahkan tungkainya menuju kamar anak-anaknya. Anak-anak yang menjadi obat dari segala sakitnya.


Netra andin menangkap kedua anaknya tertidur lelap, ia mengusap lembut rambut milik putra dan putrinya bergantian. "Mas, anakmu sudah besar. Apakah kamu tidak merindukannya? Askara kita, kini sudah pandai memanggilmu. Papa, papa katanya. Aku yakin jika kau ada disini kau akan tersenyum lebar dan meledekku sembari mengatakan askara tuh lebih sayang saya". Andin bermonolog dengan dirinya sendiri, kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman ketika ia membayangkan bagaimana Aldebaran meledeknya dengan wajah tegasnya. "Mas, apa kamu tidak rindu berlarian dengan Reyna? Saat ini Reyna sudah pandai berlari, ia menunggu saat dimana ia bisa lari pagi bersamamu lagi". Andin bermonolog kembali, kali ini ia menceritakan perihal Reyna anak pertama mereka. Andin berharap semesta cukup merasa iba mendengar setiap monolognya. "Mas pulang, tidak ada hari yang terasa mudah ketika kamu tak ada disampingku". Ucap Andin lagi sembari menatap lurus kedepan dengan tatapan kosongnya. Ia kembali melamunkan bagaimana jika Aldebaran tidak hilang dan pergi dari jangkauannya, mungkin hidupnya tidak akan terasa menyesakkan seperti saat ini.


"Mama". Sebuah suara yang tak asing memecah lamunan Andin, andin segera mengalihkan pandangannya pada sang pemilik suara. "Eh, Reyna putri cantiknya mama kok sudah bangun?" Tanya Andin sembari suguhkan senyum terbaik yang bisa ia usahakan untuk anak-anaknya. "Mama juga kok sudah bangun, diluar masih gelap itu" Ucap reyna sembari mengalihkan pandangannya ke jendela kamarnya. Andin kembali tersenyum mendengar ucapan putri kecilnya. "Mama tadi habis sholat sayang, ini mama mau tidur lagi sama Reyna dan Askara" ucap Andin yang segera merebahkan badannya di samping keduanya. "Udah Reyna bobo lagi ya, nanti kalau udah waktunya sekolah mama bangunin lagi sayang" Ucap Andin lagi sembari mengusap pipi milik putrinya itu. Reyna mengangguk nurut dan kembali memejamkan matanya. Andin tersenyum melihat putrinya yang begitu penurut, ia menatap lagi wajah Askara dan Reyna bergantian memperhatikan wajah pulas mereka membuat Andin dapat terhibur, ia memeluk keduanya erat erat. "Kalian nyawanya mama, jangan pergi dan jangan hilang ya sayang. Kalau tidak ada kalian, mama tidak tau apa mama bisa melanjutkan hidup mama" Gumam Andin pelan.


Andin menarik nafasnya panjang-panjang seolah berharap segala bebannya hilang bersama hembusan nafasnya. Perlahan matanya terpejam, ia kembali tertidur lelap.


"Andini Kharisma Putri, hey Andin bangun. Saya lapar pengen sarapan. Andin bangun" Sebuah suara yang begitu andin rindukan tiba-tiba saja terdengar oleh rungu nya. Andin perlahan membuka matanya, di dapatinya sosok lelalki yang begitu ia cintai. Andin segera memeluk lelaki itu dan menangis di dalam dekapannya. "Mas kemana aja sih? Aku kangen tau. Aku cariin kemana mana gak ketemu, aku minta polisi juga kamu ga ketemu, jangan tinggalin aku lagi" Ucap Andin dengan nada manja yang menjadi ciri khasnya. Aldebaran hanya tersenyum dan mengusap lembut rambut sang istri. "Maaf ya, saya ninggalin kamu lama. Maaf juga saya sudah membuat kamu melewati semuanya sendirian". Ucap Aldebaran penuh kelembutan. "Jangan pergi pergi lagi" Ucap Andin sembari mempererat pelukannya. Ia merasa sangat bahagia dapat memeluk lagi raga yang sudah sangat ia rindukan, dapat lagi menyesap aroma tubuh yang menjadi ciri khasnya, aroma yang dapat menenangkannya dan membuat ia merasa aman. Aldebaran tak bergeming ia hanya mengusap lembut kepala sang istri dan membalas pelukannya. "Terimakasih telah bertahan dan berjuang sejauh ini Andini Kharisma Putri, tapi maaf saya harus pergi lagi" Ucap Aldebaran, Andin yang baru saja merasa tenang dan bahagia segera melepaskan pelukannya, ia melihat sosok Aldebaran tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Andin kembali panik, menemukan suaminya hilang.


"Mas Al"


"Mas"


"Mas Al"


Andin berteriak dan berlari mencari Aldebaran ke sekeliling rumahnya, namun yang tersisa hanyalah kosong, ia tidak berhasil menemukan siapapun.


"MAS AL"


Ucap Andin berteriak sekencang mungkin, Tak lama ia terbangun dari tidurnya, ia melihat ke sekeliling dan ia menyadari bahwa dirinya masih berada di kamar anak-anaknya. Ia juga menyadari bahwa kisah yang cukup manis tadi hanyalah bunga dari tidurnya, Andin mengusap kembali wajahnya yang penuh air mata. Mimpinya berhasil mengoyak ngoyak luka Andin yang belum mengering, kini ia merasa kehilangan dua kali lebih banyak daripada sebelumnya.


Andin menarik nafas panjang berusaha menenangkan dirinya dan melapangkan hatinya. "Mas, dimanapun kamu dan dalam keadaan apapun kamu aku berharap kamu selalu baik baik saja. Tetapi mas, tolong jangan terlalu betah berlama-lama disana. Mas cepat pulang, sebab aku rumahmu. Mas cepat kembali, aku ingin bersama dengan pemilikku. Kumohon cepat pulang Aldebaran Al Fahri"