Contents
Sunshine ( Pesona Mantan )
Hujan
Hujan,, aku benci..
Dia, yang selama ini menghiasi hariku tiba - tiba menghilang bersama hujan.
Dia yang selalu ingin kutemui,,
Dia yang selalu ingin kudengar suaranya walau hanya lewat telpon,,
Dia yang wajah nya selalu hadir dimimpi mimpiku,,
Dia yang jika kusebut namanya, angin selalu berhembus,,
Dia yang sangat kucintai,,
Dia yang dulu sangat mencintaiku,,
Ya, dulu..
Tapi hari ini, dia pergi meninggalkanku,,
Dia tiba - tiba memintaku menjauhinya,,
Ini berawal dari telponnya tengah malam,,
Kriiinggggg
"Hallo ... " Suaranya terasa berat tidak seperti biasa.
"Iya,," jawabku
"Udah tidur ?"
"Kalo udah tidur, ga mungkin lah bisa ngomong. Haha"
Aku berusaha menggodanya seperti biasa namun tidak ada respon.
"Ada apa?" Aku melanjutkan.
"Kamu cinta ga sama aku?"
"Koq nanya gitu?" Aku semakin bingung.
"Tinggal jawab aja susah amat" nada bicaranya semakin meninggi.
Aku yang sama sekali ga pernah dibentak sama dia merasa semakin heran, ' kenapa dia hari ini' tanyaku dalam hati.
"Kamu kenapa? Kalo ada masalah cerita sama aku." Aku berusaha sabar.
"Masalahku adalah KAMU"
Degg,, bagai tersambar petir ditengah hari, hatiku hancur mendengar perkataanya.
"Maksudnya?" Suaraku gemetar menahan tangis.
"Iya, aku mau kita PUTUS."
Air mataku tiba-tiba mengalir, tubuhku kaku.
"Jangan pernah hubungi aku lagi." Tiba - tiba dia menutup telpon tanpa menjelaskan apa-apa.
"Apa ini mimpi? Ga ini bukan mimpi. Tapi kenapaaaa.. ?" Aku menangis sejadi-jadi nya.
Aku menatap hujan lewat jendela kamar sambil memegang telpon berharap dia akan menelpon lagi dan bilang "kamu kena prank sayang." Tapi dia benar-benar menghilang.
Malampun berlalu, aku terbangun dari tidur dengan mata bengkak. Kepalaku pusing, mungkin efek menangis semalaman. Untung saja ini hari minggu, jadi aku ga perlu malu harus berangkat ke sekolah dengan kondisiku saat ini.
Aku terduduk sejenak sebelum akhirnya memulai rutinitas ku. Ku mulai dengan mandi air hangat untuk melepas penat. Setelah selesai mandi, seperti biasa aku merapikan tempat tidurku. Ku lihat ponsel berharap ada pesan darinya, namun harapan itu sia-sia. Ponselku hanya penuh dengan chat grup SMA yang menurutku kurang penting.
Tok.. tok.. tok.. terdengar suara pintu kamarku diketuk.
"Ya masukk, ga di kunci koq." Ucapku sedikit keras.
Ceklek.. pintu kamarku terbuka, terlihat wanita paru baya tersenyum di balik pintu.
"Non, sarapannya udah ready di bawah." Ucapnya. Ya dia adalah asisten keluargaku, usianya sudah lebih dari setengah abad namun semangatnya sama dengan anak muda yang sedang jatuh cinta. Selalu berapi-api. Hehe.
"Iya bi, bentar lagi aku turun." Aku tersenyum kepadanya.
"Loh loh non, itu kenapa koq mata nya bengkak gitu?" Tanya nya sambil menghampiriku dengan khawatir.
"Kayanya dikencingin kecoa deh bi." Aku cemberut sambil melihat lihat mataku di layar ponsel bak sedang ngaca.
"Masa di kamar non ada kecoa sih. Bibi ndak yakin ah. Non abis nangis yah?" Bibi duduk disampingku.
"Ahh bibi so tau.." Aku tertawa kecil sambil tak hentinya memegangi mata bengkak ku.
"Bibi juga pernah muda non, bibi tau. Non pasti berantem sama pacar non yang ganteng itu ya?"
"Ahh bibi ngaco, udah ahh aku mau sarapan lapar." Aku berdiri dan pergi keluar kamar begitu pum dengan bibi.
Aku paling ga suka ada yang tau kesedihanku, entah mengapa aku lebih suka pura-pura bahagia daripada harus bercerita kepada orang-orang kalau aku sedang bersedih.
Mungkin karena itu, semua menyangka aku baik-baik saja, teman-temanku mengira karena aku terlahir dari keluarga kaya makanya aku tidak pernah merasa bersedih padahal bohong sekali, aku juga manusia, aku punya hati.
Aku berlari kecil menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Meja makan tepatnya. Aku duduk dan langsung menyantap nasi goreng buatan bibi.
"Koq sepi bi, mamah papah kemana?" Tanyaku kepada bibi yang baru saja sampai di meja makan.
"Tuan tadi shubuh pergi non. Katanya ada urusan kerjaan keluar kota. Kalau nyonya kayanya belum bangun soale pulang nya malem banget non."
Aku menghela nafas panjang.
"Keluarga macam apa ini. Aku kaya hidup sendiri."
"Husss ndak boleh ngomong gitu non. Tuan dan nyonya kan kerja agar non bisa hidup enak."
"Iya bi." Aku cemberut.
Setelah selesai makan, aku kembali ke kamar. Aku duduk ditepi kasur. Aku membayangkan kenangan-kenangan manis bersamanya. Air mataku kembali menetes. "Terlalu sakit untuk dikenang namun sulit untuk dilupakan." Mungkin kata-kata itu yang menggambarkan situasiku saat ini.
Kubuka ponselku, ku lihat album foto. Aku tersenyum melihat foto-foto kebersamaan kami. Namun tanpa sadar air mataku mengalir membasahi pipiku. "Masih pagi loh ini, koq gue udah nangis aja sih." Aku mengusap-usap pipi basahku.
"Kayanya gue ga boleh deh duduk sendirian kaya gini. Makin tambah ingat dia." Aku beranjak dari kasur, mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja belajarku dan pergi meninggalkan kamar.
Saat aku sampai di pintu keluar rumah, tiba-tiba seseorang mengagetkanku.
"Mau kemana pagi-pagi gini?" Tanyanya sambil memegang pundakku.
Seketika, aku menoleh kebelakang. "Aduhh mah, ngagetin aja."
Ternyata seseorang itu adalah mamahku, dia sepertinya baru bangun tidur. Rambutnya yang masih acak-acakan dan dia juga masih mengenakan lingerie merah seksi.
"Kamu sih jalan kaya lagi dikejar rentenir. Buru-buru banget." Ucapnya sambil mencubit lenganku.
"Ihh sakit mah, aku lupa ada janji sama temen mah. Jadi aku buru-buru." Aku berbohong.
"Makanya kalau bangun jangan siang-siang."
"Idihhh apakabar mamah yang baru bangun."
"Kata siapa? Mamah udah bangun dari tadi tauuu."
"Iya deh iya,, ya udah ya mah aku berangkat dulu. Dah mamah sayang." Aku mencium tangan dan pipi mamah secara gantian.
"Hati-hati sayang."
"Oke mah." Aku berlari menuju garasi, ku buka pintu mobilku. Ku pakai sabuk pengaman dan segera ku starter mobilku.
Tanpa aba-aba, pak satpam sudah terlebih dahulu membukakan pintu gerbang. Kulajukan mobilku dengan cepat menyusuri jalan komplek yang terlihat sepi.
Aku terus melajukan mobilku tanpa arah dan tujuan, aku ga mau terus mengingatnya. Wajar sulit sekali melupakannya, mengingat baru semalam kami putus dan tanpa alasan yang jelas setelah beberapa bulan tidak bertemu. Kalau ku ingat, terakhir aku bertemu dengannya adalah pas malam tahun baru. Kami jalan-jalan sebentar di Taman kopo indah. Menyantap ramen bersama dan membeli terompet untuk merayakan tahun baru.
Namun baru juga jam 10 malam, dia sudah mengantarkanku pulang. Alasannya ada acara lain yang harus ia datangi. Namun setelah kejadian semalam, aku baru sadar kalau mungkin waktu itu dia telah berjanji merayakan malam tahun baru bersama perempuan lain. Asumsiku pasti benar. Walaupun menyedihkan, namun inilah kenyataan yang harus kuhadapi.
***