Try new experience
with our app

INSTALL

Ikatan Cinta FF 

IC FF 4. Mukena untuk Reyna

IC FF 4. Mukena untuk Reyna


“Nama kamu siapa, Nak?” tanya Andin.


“Miranti.”


“Sekolah kelas berapa?” tanya Aldebaran.


“Tidak sekolah.”


“Ayah kamu kerja apa?” tanya Aldebaran lagi.


“Tidak punya ayah. Ibu kerja jadi pembantu tidak tetap.” Aldebaran dan Andin saling pandang merasa kasihan.


~~~


Sementara itu, Reyna kebingungan mencari-cari Miranti. “Miranti ... Miranti! Kamu di mana, Miranti? Apa mungkin dia pulang ya?” Reyna mencoba mencari lagi.


~~~


Allahuakbar Allahuakbar!


“Mas, sudah sampai asar belum juga ketemu.”


“Bahkan kita tidak tahu harus mencari ke mana. Guru-guru, teman-temannya tidak ada yang tahu.” Aldebaran juga bingung. “Salat dululah! Siapa tahu setelah itu kita diberikan petunjuk,” katanya kemudian.


“Iya, Mas, benar.” Andin berkaca-kaca dan menjatuhkan air mata karena kecemasan memikirkan Reyna.


Aldebaran membelokkan mobil mampir ke masjid yang dilalui. Sementara sepasang suami istri itu salat, Miranti menunggu di dalam mobil. Ia teringat Reyna yang ingin salat. Ia menjadi juga ingin salat.


“Ya Allah, beri aku dan Reyna mukena,” lirih Miranti.


~~~


Sampai asar, Reyna tidak kunjung menemukan Miranti. “Sudah asar. Miranti pasti pulang. Aku salat dulu di masjid tadi lalu menyusul Miranti pulang ke rumahnya.”


~~~


Setelah salat asar, Aldebaran dan Andin kembali mengajak Miranti berkeliling tak tentu arah mencari Reyna. Kemudian, Aldebaran sadar sejak tadi Miranti belum diajak makan.


“Kita cari tempat makan dulu!” ajak Aldebaran.


“Aku tidak lapar, Mas. Bagaimana aku bisa makan kalau aku tidak tahu putri kita sudah makan apa belum, Mas?”


“Bukan buat kamu. Buat Miranti. Miranti, kamu sudah makan siang?”


“Belum,” jawab Miranti.


“Beli take away aja ya? Makan sambil jalan. Soalnya, Tante harus mencari putri Tante, Nak.”


“Iya, Tante.”


Mereka mampir ke restoran ayam yang tanpa turun dari kendaraan. Lalu mereka kembali melanjutkan mencari Reyna.


“Mas, katanya kamu mau mencari di tempat yang waktu itu kamu melihatnya!” seru Andin.


“Ah, iya! Kamu tadi mengajak samperin Miranti saat sampai di tempat itu. Jadinya lupa kalau mau mencari di tempat itu.” Mereka kembali ke tempat di mana tadi bertemu Miranti. Sementara Miranti makan di dalam mobil yang parkir, Aldebaran dan Andin jalan kaki mencari-cari Reyna di wilayah itu.


~~~


Reyna bertemu ibunya Miranti. “Reyna, kenapa kamu sudah kembali? Mana Miranti?”


“Tante, Miranti memangnya belum pulang?” Reyna malah balik bertanya kepada Tanti.


“Lah, kan sama kamu Mirantinya? Bagaimana sih?”


“Aduh, terus Miranti ke mana dong?”


“Bagaimana ceritanya kalian bisa tidak sama-sama dan kamu tidak tahu ke mana Miranti?” Tanti menjadi cemas.


“Reyna tadi ke masjid. Waktu Reyna kembali, Miranti sudah tidak kelihatan di jalan. Reyna sudah mencari Miranti sampai asar, tapi tidak ada. Reyna pikir Miranti sudah pulang.”


“Ya Allah, ke mana Miranti?” Tanti bingung dan cemas. “Kamu masuk ke dalam! Jangan buka pintu sampai aku kembali! Khawatir ada penculik anak!” Tanti lekas pergi mencari Miranti. Reyna menurut untuk menunggu di dalam rumah dan menutup pintunya.


Reyna juga khawatir akan keselamatan Miranti. “Ya Allah, lindungilah Miranti. Apa benar ada penculik anak?”


~~~


“Ya Allah, ke mana Miranti? Ke mana aku harus mencari Miranti?” Tanti keliling di sekitarnya hingga ke jalan raya.


Saat itu, Tanti berpapasan dengan Andin dan Aldebaran. Andin berinisiatif bertanya kepada Tanti.


“Permisi, Bu!” sapa Andin.


“Ada apa?” tanya Tanti.


“Saya mau tanya,” ujar Andin.


“Tidak ada waktu menjawab!” tolak Tanti hendak pergi. Andin menahan lengannya.


“Sebentar saja, Bu! Putri saya hilang, Bu. Barang kali ibu melihat anak ini. Cobalah Ibu lihat dulu! Siapa tahu Ibu tahu!” Andin menunjukkan foto Reyna yang ada di ponsel pintarnya. Tanti seperti pernah melihatnya, tetapi kepanikan Tanti kehilangan anaknya membuatnya melupakan siapa itu.


“Tidak tahu! Saya sendiri sedang kehilangan anak saya!” Tanti lekas pergi untuk mencari putrinya lagi.


Saat sudah jauh, Tanti menyadari itu tadi foto siapa. “Bukannya foto Reyna?” Tanti lekas mencari sepasang suami istri itu lagi.


Akan tetapi, ia tidak melihat lagi suami istri itu. “Ke mana mereka?”


~~~


“Mas, kita cari ke mana lagi?”


“Em ... bagaimana kalau kita ketuk dari pintu ke pintu, kita tanya? Siapa tahu ada Reyna.”


“Tidak ada cara lain, ya udah, ayolah, Mas.” Andin pasrah mencoba cara itu.


Setiap rumah yang mereka ketuk tidak ada yang mengetahui Reyna. Mereka tidak berhenti, terus mengetuk dan bertanya. Sampailah pada rumah yang penampakannya kumuh yang mereka coba ketuk.


Reyna yang ada di dalam menjadi takut. “Kalau Tante Tanti atau Miranti buat apa mengetuk? Mengetuk artinya tamu? Tamu siapa? Hah! Jangan ... jangan ... pppppenpenculik anak. Bagaimana ini?”


Reyna bingung mencari tempat sembunyi. Ia memilih mengambil kain-kain lebar yang ada di rumah itu. Ia berjongkok dan menutupi dirinya dengan semua kain yang diambilnya itu.


“Permisi!” seru Andin. “Tidak ada jawaban, Mas.”


“Mungkin tidur atau ke luar. Ya sudah kita coba ke rumah yang lain.”


“Tidak mau, Mas! Tanya dulu, Mas!”


“Orangnya kan tidak ada, Sayang!”


“Kalau dia tahu bagaimana, Mas?”


“Lebih baik menunggu orang rumah ini atau kita bergerak mencari?”


Andin kekeh mencoba mengetuk rumah itu lagi. “Permisi! Permisi, saya mau tanya! Saya mau tanya!”


“Andin ....”


“Saya hanya mau tanya! Nanti saya kasih uang!” seru Andin lagi. Kemudian, ia berkaca-kaca dan menjatuhkan air matanya. Aldebaran memeluk bahunya dari samping membawanya pergi dari rumah itu.


Sementara itu, Reyna yang ada di dalam mengenali suara. “Itu suara ....” Reyna pelan-pelan mendekati pintu. Takut-takut ia membuka pintu. Sudah tidak ada orang di depan pintu. Ia lega karena tidak ada penculik anak, tetapi ia juga penasaran siapa yang tadi memanggil. Kemudian, ia sedih karena sesungguhnya ia merindukan kedua orang tuanya.


~~~


“Ke mana dua orang tadi? Aduh, putriku sendiri ke mana? Miranti ....” Tanti akhirnya teringat Miranti dan memilih mencari Miranti daripada kedua orang tua Reyna tadi.


~~~


Andin putus asa. Ia dalam pelukan Aldebaran melangkah dengan lemas. Sembari melangkah, ia melamun, ingat kalau beramal siapa tahu Allah akan menolong menemukan Reyna. Setidaknya melindungi Reyna di mana pun Reyna sedang berada. Oleh karena itu, Andin ingin mengajaknya Miranti berbelanja.


“Mas, aku mau mengajak Miranti berbelanja. Aku ingin menyenangkan anak itu. Anak itu hidupnya susah. Dia pasti senang diajak berbelanja. Semoga dengan kita menyenangkan dia, bisa ada petunjuk di mana Reyna berada. Setidaknya, semoga di mana pun putri kita berada baik-baik saja.”


“Kamu, benar. Ya udah yuk kita ajak Miranti ke mall sekarang, keburu magrib!”


~~~


Mall


“Kamu ingin beli apa, Sayang?” Andin menawarkan Miranti.


“Boleh minta mukena anak, Tante?” tanya Miranti yang teringat Reyna memerlukan mukena.


“Sangat boleh. Selain itu, mau apa lagi?”


“Mukena saja, Tante,” ujar Miranti.


“Kamu ingin salat ya?”


“Em ... teman aku yang ingin salat, tapi tidak punya mukena. Aku juga tidak punya mukena. Jadi, tidak bisa kasih pinjam dia. Aku sekarang juga jadi ingin salat, tapi mukenanya untuk temanku itu dulu saja.”


Dengan senang hati Andin membelikan dua buah mukena anak yang sangat cantik. “Ini satu buat kamu dan buat teman kamu.”


“Dua, Tante?”


“Iya, dua.”


~~~


Andin tidak mungkin mengabaikan adiknya Reyna. Ia harus pulang demi anaknya yang satu. Miranti diajak serta pulang ke rumah besar mereka. Setelah mengantarkan pulang, Aldebaran memutuskan untuk melaporkan hilangnya Reyna ke pihak berwajib.


~~~


Tanti sangat lelah mencari-cari Miranti. Hari sudah gelap, ia kembali ke rumahnya dengan lesu. Ia masuk ke dalam rumahnya. Ia dapati Reyna sedang menangis entah kenapa.


“Pasti gara-gara kamu membawa sial! Kamu datang putriku jadi hilang! Kenapa tidak kamu saja yang hilang diculik? Miranti ... kamu di mana?” Tanti menjadi menyalahkan Reyna atas hilangnya Miranti.


“Sekarang, kamu masak air! Buatkan Tante minuman hangat! Buatkan teh!”


“Bagaimana caranya, Tante?”


“Jangan bilang kamu tidak bisa!”


“Reyna memang tidak bisa, Tante.”


“Apa? Begitu saja tidak bisa! Miranti bisa! Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus buatkan Tante, teh manis hangat!”


Reyna bingung harus bagaimana. Akhirnya, Tanti dengan kesal mengerjakan sendiri.


“Begini caranya! Kamu lihatin! Besok pagi kamu harus yang bikin!”


“Iya, Tante.”


~~~


Sekilas-sekilas, Miranti melihat foto Reyna di rumah Andin. Akan tetapi, ia tidak mengamati dengan benar sehingga tidak mengetahui. Setelah diajak makan malam di meja makan keluarga dan dikenalkan ke keluarga Miranti dibawa istirahat di kamar Reyna. Miranti tidak berani lancang melihat ini itu di dalam kamar itu. Ia memilih lekas tidur saja.


~~~


Saat pagi tiba, Miranti melihat dengan jelas salah satu foto Reyna di dalam kamar itu. Akan tetapi, ia lupa siapa itu. Ia seperti mengenal saja sosok dalam foto itu. Belum sempat ia mengingat, Andin sudah membawanya pergi.


“Ini uang berikan nanti ke ibu kamu. Ini ada sembako juga. Dua mukena untuk kamu dan teman kamu. Ada banyak jajanan juga. Ada buku-buku juga.”


“Terima kasih, Tante.”


“Doain putri Tante baik-baik saja dan cepat ketemu ya.”


“Iya, Tante.”


“Ayo, sebelum pergi kamu pamit ke keluarga Tante!” Andin mengajak Miranti pamit.


~~~


Aldebaran dan Andin mengantarkan anak itu sampai ke depan gang rumah kumuh anak itu. Miranti turun dari mobil.


“Terima kasih, Tante!”


“Sama-sama, Sayang!”


Setelah anak itu melangkah pergi, Aldebaran melajukan mobilnya.


“Reyna, kamu di mana, Sayang?” lirih Andin. Kemudian, ia merasa ingat tempat itu. “Mas, ini kan gang rumah kumuh yang kemarin tidak ada orangnya.”


“Em, iya, benar.” Aldebaran juga mengingatnya.


“Sekarang kita mencari Reyna ke mana, Mas?”


“Entahlah, tapi kemarin malam aku sudah melaporkan ke pihak berwajib.”


~~~


“Semalam sudah aku ajarkan! Sekarang buatkan aku teh manis hangat!” titah Tanti.


“Iya, Tante.” Reyna mencoba mengingat apa yang dilakukan Tanti semalam.


Saat itu, tiba-tiba Miranti masuk ke dalam rumah. “Assalammualaikum!”


“Waalaikumsalam!” jawab Tanti dan Reyna terkejut.


“Kamu dari mana, Sayang?” Tanti langsung memeluk Miranti dan mengecupi wajah Miranti. Dua bungkusan yang dibawa Miranti menjadi tergeletak di lantai.


“Apa orang tuaku juga khawatir dan akan menyayangi aku seperti itu?” batin Reyna. Akan tetapi, mengingat status orang tuanya yang tidak jelas yang menjadi ejekan teman-temannya kembali membuatnya tidak mau pulang. Ia lekas mengerjakan tugas yang diberikan Tanti.


“Reyna, kamu sedang apa?”


“Tante minta teh manis hangat,” terang Reyna.


“Sini, biar aku saja!” Miranti lekas mengambil alih. Setelah meletakkan air dan menyalakan kompor ia ke bungkusan yang tadi dibawanya.


“Ibu, ini untuk ibu dari tante.”


“Apa ini? Tante siapa?”


“Aduh, Miranti lupa tanya siapa namanya. Pokoknya tante baik.” Miranti merasa sebaiknya tidak memberi tahu.


Tanti memeriksa isinya dan ia berbinar.


“Ini sembako. Kalau yang ini untuk Miranti. Ada buku-buku, jajanan, dan mukena anak. Nih, Reyna buat kamu satu!”


“Buat aku?” tanya Reyna memastikan. Miranti mengangguk.


“Alhamdulillah, bisa salat!” ucap Reyna penuh syukur.


“Reyna, ayo kita ngamen lagi!” ajak Miranti setelah Miranti selesai membuatkan Tanti minum.


“Iya, pergilah kalian mengamen! Meskipun banyak uang, tetap harus terus kerja keras!” tegas Tanti.


Reyna pergi dengan membawa tas punggungnya seperti biasa. Ia memasukkan mukena baru ke dalam tas itu. Sementara Miranti membawa juga mukena dengan dimasukkan ke dalam kantong belanja mukena itu.


“Assalammualaikum!” ucap Reyna dan Miranti bersamaan.


“Waalaikumsalam!” jawab Tanti dengan senang hati.


Tanti kemudian berkata, “Reyna ternyata benar-benar anak pembawa rezeki. Tiga hari ada dia aku kaya. Apalagi kalau sebulan, sogeh!


Bersambung

Terima kasih

Del BlushOn DelBlushOn delblushon #delblushon :)