Try new experience
with our app

INSTALL

Ikatan Cinta FF 

IC FF 3. Sekedar Obat Rindu Andin

IC FF 3. Sekedar Obat Rindu Andin


“Aduh anting baru pemberian mas Al, ke mana ya? Tidak terasa hilangnya.”


Al datang dengan lesu. “Aku tidak menemukan Reyna. Bagaimana, apa kamu menemukannya?” Andin menggeleng dengan lesu juga.


“Mas, anting yang baru saja mas belikan sampai tidak terasa hilangnya.” Andin menunjukkan telinganya yang tidak mengenakan anting.


“Tidak masalah. Reyna hilang itu yang masalah.”


“Kita cari ke mana lagi Reyna, Mas?”


Semua datang dengan lesu juga. Tanda juga tidak menemukan Reyna. Andin berkaca-kaca. Kemudian, ia kembali menguatkan dirinya dengan menghempaskan napasnya besar-besar beberapa kali. Andin beranjak pergi.


“Mau ke mana?”


“Cari lagi, Mas!” Andin bergegas pergi.


“Aku juga pamit mau mencari lagi!” Aldebaran juga pergi.


~~~


Tanti akhirnya melihat Reyna. “Reyna!”


Reyna menoleh ke arah yang menyapanya. Ia melihat ibunya Miranti yang menyapanya. Wanita seusia Andin itu tampak dalam guyuran hujan melangkah mendekatinya.


“Reyna! Reyna, kamu boleh kok tinggal di rumah, Tante. Maaf yang tadi. Soalnya Tante kan miskin. Kamu mau makan apa kalau tinggal sama Tante? Tante tidak sanggup. Asal kamu mau makan tidak makan asal kumpul, iya boleh. Gimana, kamu mau?” ujar Tanti.


Reyna berbinar dan langsung mengangguk antusias. “Mau mau, Tante!”


“Iya udah, kita tunggu hujan reda, baru kita pulang ke rumah Tante!”


Setelah hujan reda dan Tanti membawa pergi Reyna, mobil Aldebaran melintas. Ia melihat seorang ibu bersama seorang anak yang sepertinya Reyna. Kemudian, laju kendaraannya terhambat dan terhalang. Sosok mirip Reyna beserta seorang ibu itu menjadi hilang dari pandangannya. Ia lekas memarkirkan mobilnya. Ia turun dan jalan kaki mencari-cari.


“Dari fisiknya aku yakin itu Reyna!” Aldebaran terus mencari-cari di wilayah itu dengan berjalan kaki meskipun tidak kunjung menemukannya.


~~~


“Assalammualaikum!” seru Tanti saat sampai rumah.


“Waalaikumsalam!” jawab Miranti.


“Assalammualaikum!” seru Reyna.


Miranti berbinar saat mendengar suara Reyna. “Reyna! Yeah Reyna! Jadi, boleh, Bu, Reyna tinggal sama-sama kita?”


“Iya, boleh.”


“Yeah, berarti besok Miranti ada teman ngamennya lagi! Yeah yeah!” Miranti sangat senang. Reyna juga tersenyum lebar.


~~~


Aldebaran mencari Reyna di wilayah itu hingga larut malam. Akan tetapi, belum juga ia menemukan Reyna. Ia lalu mendapatkan telepon.


“Saya karyawan Bapak. Saya dan rekan-rekan menemukan ibu Andin pingsan di jalan. Kami membawanya ke rumah sakit.”


Sontak, Aldebaran terhenyak kalimpasingan. Ia berlari ke arah di mana ia memarkirkan mobilnya. Ia lekas naik ke mobil, mengebut langsung ke rumah sakit di mana Andin sedang dirawat.


~~~


“Mas, bagiamana?” tanya Andin penuh harap saat ia sudah sadar dari pingsannya dan melihat ada Aldebaran sedang duduk sembari menutup wajah dengan kedua telapak tangan.


“Kamu sudah sadar, Sayang?”


“Mas, bagaimana Reyna?”


“Tadi, aku melihat anak kecil perempuan seperti Reyna. Aku cari-cari, tapi tidak menemukannya.”


“Aku yakin, kamu tidak salah lihat, Mas. Itu pasti Reyna! Ayo, ke sana lagi, kita cari lagi!”


“Kamu baru saja sadar. Besok ya, kalau kamu udah baikan?


“Mas ....”


“Yang ada nanti Reyna tidak ketemu, kamu tambah sakit, terus tidak ada yang mencari Reyna. Terus ... adiknya Reyna bagaimana? Masak sama pembantu terus? Kasihan adiknya Reyna.” Mendengar kata-kata suaminya, Andin hanya bisa menghela napas pasrah.


“Ya Allah, hamba mohon lindungilah Reyna di mana pun dia sekarang. Ampunilah hamba jika hamba ada salah. Jika hamba ada salah, hamba mohon jangan timpakan hukuman atas dosa hamba kepada Reyna,” doa Andin.


“Aamiin. Demikian juga jika hamba yang salah, Ya Allah,” imbuh Aldebaran.”


“Aamiin.” Andin mengamini kata-kata suaminya.


~~~

Keesokan harinya ....


Pagi hari Reyna menemani Miranti mengamen. Lagu yang sama dengan hari sebelumnya mereka nyanyikan bersama.


Lihatlah di sana mentari baru menyingsing.

Lihatlah di sana lengan baju disingsing.

Lihatlah di sana mentari baru bersinar

Lihatlah di sana semua harapan berbinar


Ayo belajar

Ayo bekerja

Songsong ha ... ra ... pan ....


Mentari pagi ....

Sejuk embun pagi ....

Sambut hari-hari ....

Penuhi harapan hati ....


Lihatlah di sana mentari baru menyingsing

Lihatlah di sana lengan baju disingsing

Lihatlah di sana mentari baru bersinar

Lihatlah di sana semua harapan berbinar


Ayo berkarya

Ayo melangkah

Songsong ha ... ra ... pan ....


Mentari pagi ....

Sejuk embun pagi ....

Sambut hari-hari ....

Penuhi harapan hati ....


Lihatlah di sana mentari baru menyingsing

Lihatlah di sana lengan baju disingsing

Lihatlah di sana mentari baru bersinar

Lihatlah di sana semua harapan berbinar


Ayo berjuang

Ayo semangat

Songsong ha ... ra ... pan ....


Mentari pagi ....

Sejuk embun pagi ....

Sambut hari-hari ....

Penuhi harapan hati ....


Mentari pagi ....

Sejuk embun pagi ....

Sambut hari-hari ....

Penuhi harapan hati ....

Penuhi harapan hati ....


Setelah beberapa kali lagu itu Miranti merasa perlu mengganti lagu. “Reyna, kamu ada lagu lain lagi tidak?”


“Em ... ada sih.”


“Nyanyikan!”


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantikmu cantik apa?

Senyummu semanis apa

Rupawan siasat membentuk senyuman.


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantikmu cantik apa?

Benakmu berpikir apa?

Rupawan siasat membentuk senyuman.


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantikmu cantik apa?

Rupawan siasat membentuk senyuman.


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....


Cantik di hati ....

Cantik di pikir ....

Cantik yang terpancar dari senyuman ....

Cantik ....


Setelah beberapa kali bernyanyi, Reyna memiliki ide. “Em ... Miranti, bagaimana kalau sekarang kita bersholawat? Mengingat beliau siapa tahu menjadi berkah.”


“Hm ... kamu benar. Ayo, sekarang kita bersholawat saja!” Kini mereka bersholawat.


Shallallah ala Muhammad

Shallallah alaihi wasallam

Shallallah ala Muhammad

Shallallah alaihi wasallam 


Benarlah, hasil yang mereka dapatkan lebih lumayan daripada hanya bernyanyi meskipun bertambah hanya sedikit.


“Lumayan daripada lumanyun. Sejak tadi yang memberi paling banyak selembar dua ribu. Sekarang beberapa orang memberikan lima ribu,” ucap Miranti.


Allahuakbar Allahuakbar!


Adzan duhur terdengar.


“Aku ingin salat,” ujar Reyana lirih.


“Kamu memangnya membawa mukena?” tanya Miranti. Reyna menggeleng.


“Kamu punya mukena tidak? Kita kembali dulu ke rumah kamu ambil mukena!” Reyna sungguh-sungguh ingin salat.


“Maaf, di rumah aku juga tidak punya mukena. Ibu aku juga tidak punya. Kami tidak pernah salat. Tidak punya uang juga buat membeli mukena,” terang Miranti apa adanya.


Setelah mengatakan hal itu, Miranti kembali mengamen. Reyna juga kembali mengamen. Reyna merasa menyesal, seharusnya ia membawa mukena. Setelah beberapa saat, netra Reyna mengarah ke sebuah kubah masjid yang masjidnya terletak di sebuah gang di daerah itu.


Benaknya berkata, “Siapa tahu ada mukena yang bisa di pinjam di dalam masjid.”


“Miranti, aku pergi ke masjid sebentar!” pamit Reyana.


“Iya!” seru Miranti.


~~~


Reyna benar menemukan mukena di masjid. Akan tetapi, semua mukena itu ukurannya besar. Ia tidak kehabisan akal. Ia lekas ambil wudu. Ia memakai akalnya mengenakan mukena itu dengan mengikat bagian-bagian yang perlu ia ikat agar tidak jatuh atau lepas dari badannya. Meskipun penampakannya jadi aneh, ia tersenyum lalu lekas salat.


“Ya Allah lindungilah orang tua hamba dan adik hamba. Aamiin,” doa Reyna setelah salat.


~~~


Aldebaran dan Andin duhur ke tempat itu untuk mencari Reyna. Saat itu, Reyana yang sedang ke masjid belum kembali. Andin melihat anak yang waktu itu bisa bernyanyi lagu yang biasa Reyna nyanyikan.


“Mas, itu anak yang kemarin bisa menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan Reyna! Ayo, Mas, kita samperin!” Andin mengajak Al menghampiri anak itu.


“Iya iya.” Aldebaran setuju saja.


“Hai, kamu yang kemarin bernyanyi lagu Mentari Pagi ‘kan? Nyanyikan lagi dong! Nanti aku akan kasih imbalan,” kata Andin sembari mengeluarkan dua lembar merah. Miranti berbinar dan lekas menyanyikannya dengan antusias. Aldebaran dan Andin tersenyum.


Andin menjadi menginginkan anak itu lebih. “Mas, putri kita belum kembali, boleh ya dia dibawa pulang? Sebagai obat rindu aku ke putri kita, Mas.”


“Anak orang.”


“Sebentar saja, Mas.”


“Minta izin dulu ke orang tuanya!”


“Izin, Mas?”


“Iyalah, izin!”


“Kalau nanti tidak boleh?”


“Ya, janganlah dibawa pulang!”


“Ah, gak mau izin! Nak, mau ya ikut Tante? Sebentar saja. Nanti akan Tante kasih lebih dari ini. Nih, yang ini sesuai janji Tante buat kamu!”


Miranti menerimanya. “Terima kasih, Tante.”


“Mau ya, Nak, sekarang ikut Tante? Tante dan suami Tante bukan orang jahat. Anak Tante sedang entah ke mana, Nak. Setidaknya ada kamu, ada yang Tante peluk, Nak.”


“Iya, Tante, aku mau!” ujar Miranti.


“Tidak perlu izin orang tua ya? Kamu jangan khawatir, nanti akan Tante kasih uang banyak! Kamu bisa kasihkan uangnya ke orang tua kamu. Orang tua kamu pasti senang!” Andin membujuk meyakinkan dengan sungguh-sungguh.


“Iya, Tante.” Miranti yang tergiur langsung menyetujuinya.


“Ayo, kalau begitu ikut Tante! Sekarang kami sedang keliling mencari putri, Tante.” Andin mengajaknya naik ke mobil.


Aldebaran ikut saja sambil menggerutu, “Bagaimana nanti kalau jadi tambah masalah dituduh menculik anak orang?”


Saat mereka telah pergi, Reyna telah kembali ke tempat itu. Ia mencari-cari Miranti.


“Ke mana Miranti?”


~~~


Aldebaran duduk di kemudi. Andin dan Miranti duduk di depan bersanding dengan Aldebaran.


“Kita mencari ke mana lagi, Mas?” tanya Andin kembali ke kecemasannya akan keselamatan Reyna.


“Aku juga tidak tahu harus mencari ke mana lagi. Ya Allah, berikanlah petunjuk.”


Miranti dalam hati juga berdoa, “Ya Allah, mudahkan tante dan om ini menemukan anak mereka.”


Saat itu Andin mengeluarkan ponsel pintarnya. Ia melihat foto-foto Reyna. Miranti melirik sekilas. Akan tetapi, ia tidak berani melihat jelas ke ponsel pintar itu. Ia khawatir itu lancang tidak sopan. Meskipun miskin, ia tidak boleh menjadi tidak tahu unggah-ungguh. Hal itu yang diajarkan oleh ibunya.


Bersambung

Terima kasih

Del BlushOn :)