Try new experience
with our app

INSTALL

Dua Sisi 

Prolog

"Mencintaimu adalah hal yang paling membuatku bahagia. Bahkan aku rela merubah keyakinanku, asalkan kau tetap di sampingku." Ujar Renata sambil berbaring menatap photo sang kekasih. Fauzan, itulah nama yang telah menghuni sebagian hatinya. Senyum manis terbingkai indah di bibirnya. Dialah lelaki pertama yang mampu menariknya ke dalam kubangan cinta tak terbatas. Tiba-tiba ponsel yang ia pegang berdering. 


Mommy calling....


Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Menyiapkan hati, untuk menerima segala pertanyaan yang akan dilontarkan mommy. Kabar bahwa dia sedang mempelajari islam mungkin sudah sampai padanya. Pasti sang kakak yang telah membocorkan semuanya. Dengan jantung berdetak Renata menerima telpon. Berharap keluarga besarnya bisa menerima semua keputusanya.


"Hallo darling! How are you?" Suara m

Mommy terdengar begitu ceria dan ringan.


"I'am fine, Mom! How are you to?" Renata balik bertanya.


"Mom baik-baik saja, Dear." Ujar Mommy dengan bahasa indonesia yang kurang fasih.


Sejak Kakak sulungnya tinggal lama di Indonesia, Mommy dan Daddy belajar bicara menggunakan bahasa Indonesia. Di tambah sekarang putri tersayangnya ini juga mengikuti jejak sang kakak. Hingga mau tak mau mereka harus belajar bahass indonesia, karena sering berkunjung ke indonesia. Namun sekarang mereka jarang sekali mengunjungi kedua putranya ini. Karena Daddy semakin sibuk dengan perusahaan-perusahaan cabangnya.


"Nata, apa benar kabar yang Mommy dengar? Kamu mau pindah agama?" Tanya Mommy terdengar cemas.


"Yes, Mom! Mommy pasti tahu dari kak Rehan ya?"


"Ya, Rehan memberitahu satu minggu yang lalu. Nata, kamu yakin dengan keputusanmu? Jangan sampai kamu pindah agama hanya karena laki-laki. Mommy nggak mau kamu menyesal, Dear."


Renata menyerap yang dikatakan Mommy. Memang betul ia memilih masuk islam karena ingin hidup bersama sang kekasih. Bukan murni keinginannya . 


"Mommy tak melarangmu. Apapun keputusanmu Mommy dan Daddy masih menganggapmu putri cantik kami. Tapi kami sangat mengkhawatirkanmu, Nak." 


"Mommy jangan khawatir. Nata akan baik-baik saja. Kak Fauzan dan keluarganya sangat baik pada Nata." Ujar Renata bersemangat. 


"Apa keluarga Fauzan sudah tahu keyakinanmu?"


"Belum, Mom. Hanya Kak Fauzan yang tahu."


"Saran Mommy, kamu harus segera memberitahu mereka. Sebelum semuanya terlambat. Jika respon mereka baik, Mommy tak akam khawatir melepasmu."


"Mommy ..."Renata merasa tak enak pada sang ibu. Seakan dirinya akan pergi begitu jauh darinya. 


"Mommy akan selalu mendoakanmu. Meskipun nanti keyakinan kita berbeda. Kau tetap putri kecil kami. Kabari kami jika kamu sudah mengambil keputusan. I love you, Dear!" 


"I love you to, Mommy. Pasti Nata kabari, maafin Nata!" Airmata Renata mulai mengalir membasahi pipi. Isakannya terdengar oleh Mommy nya.


"Jangan menangis sayang. Kami akan tetap mencintaimu. Jaga dirimu baik-baik ya. Dan Mommy punya tugas untukmu." Renata mengusap airmatanya." Tolong carikan pasangan untuk kakakmu, oke!"


Dari sebrang sana terdengar suara Daddy memanggil.

"Nata, sudah dulu ya! Daddymu memanggil. Bye Dear."


"Bye Mom, I love you."


Sambungan telpon terputus. Renata termenung mencerna kata-kata Mommy. Rasa bimbang mulai menyelusup ke dalam hati.


***


Senyum manisnya membuat Fauzan tertarik. Seorang wanita berambut panjang tergerai, berwarna sedikit kepirang-pirangan tertiup angin. Wajah kebarat-baratannya terlihat jelas, menandakan kalau dia bukanlah keturunan orang indonesia. Tiba-tiba kedua pasang mata salinh bertemu, entah kenapa ada debaran aneh yang memasuki relung hatinya. Jantungnya berdetak cepat.

Fauzan melihat jaket almamater yang dikenakan wanita itu. Fakultas kedokteran, itulah yang tercetak besar dibelakang almamaternya. Seakan memiliki kekuatan magnet, kakinya melangkah mendekati wanita itu. Ya, ia harus tahu tentang wanita itu, walaupun hanya sebuah nama.


Dua langkah lagi menuju sang wanita pemikat hati. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. 


"Zan, ini gue mau nyumbang." Iqbal memasukkan uang ke dalam kardus. Fauzan dan beberapa temannya memang sedang menggalang dana untuk seorang anak yang terkena penyakit thalasemia dan ia membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena dia hanyalah anak seorang pemulung. 


"Thanks, Bal" ujar Fauzan. 


"Sama-sama, gue balik kelas dulu ya. Sukses Bro." Iqbal berlalu meninggalkan Fauzan yang kembali fokus ke arah wanita yang mengalihkan dunianya. 


Kembali ia langkahkan kaki, wanita itu sedang berdiri sambil memegang kardus yang sama dengannya. Terik matahari membuat bulir-bulir keringat membasahi dahinya. Senyum terus terkembang. Fauzan mengontor detak jantung yang makin menggila.


"Ehm," ia berdehem. Wanita yang ada di sampingnya tersenyum."Ikut penggalangan dana juga?" Tanyanya basa-basi.


"Iya, Kak. Aku nggak tega melihat penderitaan anak sekecil itu." Jelas wanita itu, dengan bahasa indonesia yang kaku. 


"Kamu sudah melihatnya?" Tanya Fauzan, hatinya senang. Tak butuh waktu lama untuk mendekatinya. Ternyata dia orang yang supel dan ramah.


"Bukan hanya melihatnya, aku bahkan sudah memeriksanya. Keadaan dia sangat memprihatinkan. 


"Oh, begitu." Fauzan berpikir sejenak, menimbang pertanyaan. Supaya dia tahu nama wanita di sampingnya itu."Aku Fauzan, kalau boleh tahu siapa namamu?" Ia mengulurkan tangan.


"Aku Renata". Ujar Renata sambil menjabat tangannya. 

Itulah perkenalan pertama kami. Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah Fauzan seumur hidupnya. Karena hanya Renata yang membuat ia mengenal cinta. Bahkan sebuah perbedaan tak membuatnya lemah. Ia akan terus berjuang demi cintanya. Dan ia akan menyingkirkan perbedaan itu.