Contents
Wasiat Perempuan Bharata
Prolog
KEKUASAAN. Ambisi. Nafsu.
Dalam misi hidup umat manusia, menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih besar, dan memiliki lebih banyak adalah naluriah. Peradaban mungkin takkan berkembang tanpa keinginan untuk menjadi lebih berkuasa, alih-alih sekadar bertahan hidup. Tidak puas adalah sifat dasar manusia, selalu menginginkan lebih.
Masalah baru timbul ketika satu hal terlupakan.
Kendali.
Manusia selalu memiliki keinginan untuk mampu mengendalikan manusia lainnya, mengendalikan alam, bahkan mengendalikan waktu. Akan tetapi, manusia sering lupa mengendalikan dirinya sendiri.
Demikianlah segala drama dalam kehidupan bermula.
Resi Vishwamitra awalnya adalah seorang raja yang besar kekuasaannya di zaman kuno di kaki Himalaya. Namanya Kaushika, ia memerintah kerajaan warisan kakek moyangnya dengan bijaksana. Rakyat pun mencintainya.
Semua berubah ketika Kaushika bertandang ke kediaman Resi Wasista yang memiliki seekor sapi berkekuatan magis. Sabala, si sapi sakti, mampu mewujudkan apa pun keinginan pemiliknya. Sang raja berambisi untuk memiliki Sabala.
Sayangnya, betapapun banyaknya pasukan yang dikerahkan sang raja untuk merebut Sabala, Resi Wasista tak bisa dikalahkan. Sapi sakti yang dimilikinya mampu menciptakan pasukan yang lebih kuat. Sang resi pun memiliki senjata pemberian dewa. Kaushika putus asa, lalu ia meminta kepada Siwa agar diberikan senjata yang sama kuatnya.
Namun, Resi Wasista tetap tak bisa ditaklukkan. Dengan rasa malu, Kaushika menyerahkan kekuasaan kepada putranya, lalu melakukan tapa yang sangat berat demi meraih gelar sebagai brahmaresi, setingkat dengan Wasista.
Tapa yang dilakukannya bertahun-tahun bukanlah pilihan jalan yang mudah. Berkali-kali ia gagal, lalu berpindah pertapaan, hanya untuk mengulanginya dari awal. Godaan terbesar yang dialaminya—tanpa ia sadari—menjadi pemicu roda peradaban manusia. Penentu arah generasi. Keturunan pengubah zaman.
Godaan itu hadir dalam bentuk wanita.
Demikian kuat tapa brata yang ditempuh Kaushika demi meraih gelar brahmaresi, para dewa pun gelisah. Batara Indra mengirim seorang apsari (bidadari) bernama Menaka untuk menggoda tapa Kaushika. Demi membantu Menaka yang takut akan murka sang pertapa, Dewa Bayu dan Dewa Kama ikut turun ke Bumi.
Tak banyak yang perlu Menaka lakukan untuk meraih perhatian Kaushika. Konsentrasi sang pertapa buyar ketika Bayu membawa aroma harum tubuh dan menyingkap kain sang apsari. Tanpa menunggu lama, Kama melepaskan panah asmara, dan Kaushika pun tenggelam dalam gejolak nafsu dasarnya sebagai manusia.
Bertahun-tahun Kaushika mengira itu adalah cinta, tetapi seperti segala hal yang berlangsung terlalu cepat, asmara berbalut nafsu pun pudar. Kaushika murka ketika menyadari ia hanya diperdaya oleh para dewa, lalu pergi begitu saja meninggalkan sang apsari. Ia bertekad menyelesaikan tapa dan meraih gelar resi tertinggi.
Perjalanannya panjang dan godaan yang ia alami dengan Menaka bukanlah satu-satunya. Berkali-kali godaan berat ia hadapi, tetapi semakin lama tekadnya semakin kuat. Gelar brahmaresi akhirnya dianugerahkan oleh Batara Indra dan nama Kaushika diubah menjadi Vishwamitra.
Namun, benih cinta Kaushika dan Menaka—walaupun palsu—telah berkembang, dan akhirnya berbuah. Menaka tak pernah menginginkan keturunan dari manusia, ia hanya menjalankan tugas dari dewa. Maka setelah melahirkan, ia meninggalkan bayinya di hulu sungai di kaki Himalaya, di dekat asrama seorang resi bernama Kanwa.
Sang resi menemukan bayi perempuan berkulit cerah, berbaring tenang di tepian sungai. Bayi itu terhibur dengan kehadiran burung-burung sakunta hitam berjambul merah yang terbang mengelilinginya.
Resi Kanwa memberinya nama: Sakuntala.
Maka, kisah ini pun dimulai.