Contents
Möllerhatté
FOOD DELIVERY
NAMAKU Gerard Gibson dan aku baru saja kehilangan pekerjaanku di sebuah maskapai penerbangan karena mereka tak punya pilihan selain mengurangi jumlah karyawan. Apa alasannya, tanyamu. Covid-19, tentu saja. Klisé? Tidak kalau kau berada di posisi kami. Aku tak pernah menduga sebelumnya bahwa akhirnya aku akan bernasib sama seperti orang-orang lain. Aku selama ini menyangka perusahaan kami baik-baik saja. Paling tidak departemenku sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda pandemi ini bakal memengaruhi performa kami.
Akan tetapi, tentu saja aku salah. Satu per satu mereka memanggil kami masuk ke ruang personalia karena ada hal “penting” untuk dibicarakan. Dan setiap kali wajah-wajah syok dan pucat muncul dari balik pintu beberapa menit kemudian, aku harus menahan napas dan berdoa dalam hati semoga giliranku tak akan pernah datang. Menurutku, aku amat penting bagi sehingga mereka tidak mungkin memutuskan hubungan kerja. Bukankah aku sudah banyak menyumbangkan ide-ide luar biasa dan inovatif bagi perusahaan ini?
Betapa bodohnya aku karena berpikir demikian. Waktuku bahkan belum tiba saat itu dan aku sudah mulai hidup dalam penyangkalan akan seberapa pentingnya kehadiranku di sana.
Selama beberapa bulan setelahnya, aku hanya menghabiskan waktu bermain video game seharian di komputer sambil duduk menikmati segelas susu dingin dan piza setengah basi, mengutuki seluruh dunia akan nasib sial yang menimpaku. Apartemenku di Kompleks Möllerhatté terasa pengap dan tampak gelap karena aku menolak membuka jendela dan membiarkan udara segar masuk. Aku punya 733 pesan yang belum dibaca dan 156 panggilan tak terjawab di telepon selulerku. Dua bulan lalu, sahabatku, Robby Turner datang mengetuk-ngetuk pintu apartemenku tapi aku mengabaikannya. Aku belum siap menemui siapa pun dalam kondisi seperti ini. Kalau mau jujur, aku tidak sanggup melihat ekspresi iba di wajah siapa pun saat mereka melihatku.
Suatu malam, aku sedang bersiap-siap tidur saat tibatiba bunyi notifikasi email pribadi di teleponku berbunyi. Aku mengempaskan selimut di tubuhku ke samping, merasa sedikit penasaran. Sudah berbulan-bulan aku tidak menerima pesan email apa pun. Cahaya biru suram yang berpendar dari telepon itu memantul di dinding saat aku mengambilnya dari meja kecil di samping ranjang. Dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung lagi, aku langsung membuka pesan itu.
Dibutuhkan segera: Staf Delivery (Paruh Waktu) Makanan Siap Saji.
Kualifikasi:
- Sehat fisik dan mental.
- Memiliki kendaraan sendiri lebih diutamakan.
- Bersedia bekerja dengan jadwal acak.
- Bermental baja dan bernyali besar.
- Berdomisili di Heckleseiche.
- Bersedia untuk dikontrak selama setahun.
- Bersedia bertugas malam hari.
- Bersedia menanggung risiko pekerjaan.
Anda tertarik untuk bekerja selama beberapa jam saja tapi mendapatkan upah besar yang menggiurkan? Jangan ragu untuk menghubungi nomor 555-xxx (Operator 24 jam) dan menjadwalkan sesi wawancara Anda dengan kami. Kedatangan Anda sangat kami nantikan. The Fallen Angel (TFA), Inc.
Aku menatap pesan itu dengan kening berkerut selama beberapa saat. Ada beberapa pertanyaan yang terlintas di benakku. Dari mana mereka mendapatkan alamat email pribadiku? Apakah ini hanya sebuah lelucon? Upah besar menggiurkan hanya dengan menjadi kurir pengantar makanan cepat saji? Pekerjaan kurir macam apa itu?
Aku menjulurkan tangan dan menyalakan lampu kecil di meja, masih menimbang-nimbang dan mengamati email itu. Mereka bahkan tidak menyertakan profil lengkap perusahaan dan alamatnya. Aku ragu-ragu. Mungkin tidak ada salahnya aku menghubungi mereka. Bukankah semua orang sedang kesulitan mencari pekerjaan saat ini? Bukan waktunya bagiku untuk sok memilih pekerjaan yang pantas dan tidak pantas. Selama tidak harus mengorbankan moral dan prinsipku sendiri, aku akan melakukannya. Gengsi tidak akan membuat perut kenyang, bukan begitu?
Jadi, dari sinilah awal semua bencana ini.
Seminggu kemudian, akhirnya aku diberi tugas pertama mengantar makanan. Hampir pukul dua pagi saat notifikasi pesan masuk di telepon selulerku, berbunyi nyaring dan memecah keheningan berat yang menggantung di seluruh ruangan. Aku mengecilkan volume teve dan membuka pesan itu. Saat itu aku sudah lupa sama sekali mengenai pekerjaan tersebut.
“KP-0543253-HS/NE-20210405, JM-HM, BLT/RW, TM008, WRWLF, ***RL***, KLSFKSI 10B-BRBHY,MRVALENTINO, NE PINEWOOD BLVARD, 007/052, HS, TP SLVR BLLET, BG TIPE3, TFA, INC.”
Keningku berkerut selama beberapa saat menatap huruf-huruf dan angka-angka yang tertera di situ. Kode rahasia apa ini?
Pikiranku masih sibuk berputar-putar ketika teleponku berdering nyaring.
“Halo?” kata suara dingin dan berat seorang wanita. “Kau sudah menerima kode pengantaran untuk malam ini?”
“Uhm … ya. Tapi aku butuh sedikit bantuan untuk memahaminya,” jawabku, lalu tertawa gugup.
“Tidak apa-apa. Yang perlu kau perhatikan dari pesan itu hanya alamat pengantaran, nama penerima paket, dan ada tidaknya kode RL serta tindak keamanan dan pencegahan yang harus kau persiapkan sebelum mulai bekerja.”
“Kode apa? Dan tunggu sebentar, tindak keamanan? Memangnya aku berada dalam bahaya?”
“Maafkan saya, Mr. Gibson. Tapi saya berasumsi bahwa Anda sudah memahami betul situasi dan risiko pekerjaan ini seperti yang tertera di iklan kami sebelum memutuskan mengirimkan surat lamaran Anda.”
“Eh, iya, saya mengerti. Tapi saya kira itu hanya … eh, formalitas saja. Maksud saya, tentu saja semua pekerjaan memiliki risiko bukan?”
“Anda mau menerima pekerjaan ini atau tidak?”
Pikiranku kembali ke beberapa bulan tidak produktif yang sudah kuhabiskan dengan tidur atau bermain Play Station. Uang di tabunganku masih cukup untuk membiayai semua kebutuhanku selama setahun. Akan tetapi, aku tidak bisa bersantai dan bermalas-malasan sepanjang waktu. Cepat atau lambat, aku akan kehabisan uang juga.
“Tentu saja saya mau,” jawabku yakin. Paling tidak sampai aku menemukan pekerjaan lain yang lebih menjanjikan dan memiliki prospek yang cerah secara profesional.
Paginya, matahari sudah mulai mengintip dari balik pucuk-pucuk pohon cemara saat aku akhirnya memasukkan mobil ke halaman depan dengan seluruh tubuh gemetaran karena merasa terguncang luar biasa. Aku melompat turun dari mobil dan langsung menyerbu masuk ke rumah seakanakan tak ingin terlihat siapa pun. Aku ingin segera menyelinap ke balik selimut dan berlindung dalam kenyamanan kamar tidurku sambil berusaha melupakan segala mimpi buruk yang baru saya menunjukkan dirinya kepadaku tadi malam.
Kalau kau masih belum bisa menebak pekerjaan yang kulakukan, kau tidak sendiri. Aku pun masih sangat terguncang setelah peristiwa semalam, sesaat setelah aku tiba di Pinewood BoulevardNo.7. Aku menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhku ketika tiba-tiba notifikasi teleponku berbunyi lagi. Dengan ogah-ogahan, aku memeriksa isi pesan itu dan terkejut setengah mati saat mendapati bahwa uang senilai $700 telah ditransfer ke rekening bankku. Aku mengerjapkan mata berulang-ulang, tak memeercayai penglihatanku sendiri. Aku tidak sedang bermimpi. Aku baru saja selesai melakukan pengantaran pertamaku dan mereka sudah membayar upah seperti yang mereka janjikan. Bayangkan saja berapa banyak uang yang bisa kudapatkan kalau aku menerima tugas pengantaran setiap hari?
Aku terduduk tegak di tempat tidur. Rasa kantukku sudah lenyap, digantikan berbagai macam ide tentang apa saja yang akan kulakukan dengan uang sebanyak itu. Tapi kemudian eforianya mulai menipis saat aku kembali teringat peristiwa semalam yang membuatku hampir saja kehilangan nyawa.
Baiklah, kurasa aku harus menceritakan semuanya dengan lebih detail.
The Fallen Angel, Inc.adalah perusahaan misterius yang bekerja di bidang jasa yang meliputi delivery makanan, renovasi rumah, transportasi online, dan beberapa hal lainnya yang tak bisa kuceritakan di sini. Tapi ada satu hal yang membedakan TFA, Inc.dari perusahaan-perusahaan lainnya. Klien-klien mereka adalah makhluk-makhluk gaib, monster, dan sebagainya yang dikategorikan sebagai entitas supranatural. Ini mungkin terdengar bodoh dan tidak masuk akal. Fooddelivery untuk vampir, monster, dan sebagainya? Dan selama ini aku selalu menertawai video-video bodoh yang di-posting orang-orang yang mengklaim bahwa mereka telah berhasil merekam sosok hantu atau makhluk supranatural lainnya.
Semalam aku hampir saja kehilangan nyawa saat Mr. Valentino, seorang manusia serigala jadi-jadian, mengamuk karena makanan yang kuantarkan kurang sesuai dengan pesanannya. Petugas call center kami bersikeras bahwa mereka memastikan pesanan sudah sesuai dengan yang dituliskan Mr. Valentino di aplikasi food delivery HM-BLT/ RW. Human Meat, daging manusia-balita. Raw (mentah). Tapi manusia serigala bulukan itu juga bersikeras bahwa dia sudah memasukkan kode tambahan khusus, U1 (di bawah satu tahun).
Jadi, saat membuka bungkusan paket daging itu dan menemukan pesanannya tidak sesuai, Mr. Valentino langsung berubah dan menampakkan wujud aslinya yang haus darah kepadaku.
“Aku lebih suka daging anak-anak. Tapi aku akan membuat pengecualian untukmu malam ini,” ucapnya murka sambil mencengkeram leherku dengan salah satu tangannya yang sebesar batang pohon. Moncongnya yang bergigi tajam itu hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajahku.
Dia mengangkat tangannya yang bebas ke udara dengan kuku-kuku hitam panjang lalu mengayunkannya ke arahku. Aku memejamkan mata menunggu rasa sakitnya tiba. Tapi kemudian aku mendengarnya mendengking nyaring seperti seekor anjing yang kesakitan, lalu tubuhku terempas ke lantai dengan keras.
“Mr. Valentino, saya sarankan supaya Anda mencoba bersikap lebih pantas. Saya tidak ingin terpaksa harus menyakiti Anda,” seru Martin, bodyguard yang telah diutus TFA, Inc. untuk menemaniku malam itu. Dia mengenakan jubah hitam panjang dengan tudung lebar yang menutupi kepala serta seluruh wajahnya. Selama berada dalam perjalanan menuju Pinewood, dia tidak banyak bicara, jadi aku pun tidak banyak mengganggunya dengan berbagai macam pertanyaan. Namun, nyatanya dia adalah bodyguard yang terbukti berguna dalam situasi genting seperti ini.
Martin berdiri tepat di hadapan klien kami. Satu tangannya terangkat tinggi di udara. Samar-samar dalam kegelapan bingkai tudung jubahnya, aku bisa melihat dua pasang mata yang berpendar redup kehijauan yang mengingatkanku kepada mata seekor kucing atau anjing yang bercahaya dalam gelap.
Mr. Valentino perlahan kembali berubah menjadi menjadi pria paruh baya berkepala botak dan berperawakan bulat, tampak gugup dan sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda bahwa beberapa saat yang lalu dia adalah sesosok makhluk berbahaya yang hampir saja menghabisiku dengan sekali mengayunkan tangan saja.
“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud untuk … eh … untuk …,” ujarnya terbata-bata sambil mengenakan kacamata baca yang sedari tadi diselipkan di balik saku celana pendeknya yang kedodoran.
“Silakan ambil paketnya dan bayar kurir kami supaya Anda bisa segera menikmati makanan pesanan Anda,” sambung Martin datar, namun aku bisa mendengar otoritas dalam suaranya.
Mr. Valentino mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku belakang celananya dan memberikannya kepada Martin. Aku masih melongo dalam posisi duduk di lantai, tak percaya kepada peristiwa yang baru saja kusaksikan di hadapanku.
Jadi, manusia serigala memang nyata?
“Gerard, kau baik-baik saja?” tanya bodyguard misteriusku sambil membantuku berdiri lalu memapahku berjalan ke mobil.
“Aku …,“ sahutku pelan, masih syok luar biasa.
“Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Kami akan segera menghubungimu lagi. Kau harus segera membiasakan diri dengan pekerjaan ini, Nak. Aku tidak akan selalu menemanimu. Akan ada masanya nanti kau melakukan ini tanpa ditemani dan kau harus bisa membela dirimu sendiri. Itu kalau kau sudah naik level dan mengantar makanan ke makhluk-makhluk di level yang lebih berbahaya,” ujarnya sambil menepuk-nepuk bahuku.
“Anjing pudel kampung tadi itu bukan makhluk yang paling berbahaya?” tanyaku sambil melotot, menggosokgosok leherku.
Dia tertawa pelan.
“Kau punya selera humor yang aneh. Bagus. Kau akan memerlukannya supaya kau tetap waras.”
“Kalau kau cukup kuat menghadapi makhluk-makhluk ini seorang diri, kenapa kalian memperkerjakan orang … maksudku, manusia biasa seperti diriku?” tanyaku saat kami sudah di dalam mobil.
“Pertanyaan bagus. Masalahnya adalah ada lebih banyak makhluk gaib di luar sana yang lebih suka dilayani daripada melayani. Makanya kami membutuhkan bantuan kalian.” Dia menepuk pipiku pelan. Tangannya yang tak tampak terasa sedingin es saat bersentuhan dengan kulitku. “Pulanglah, Nak. Kau masih sedikit syok. Itu wajar. Ini baru delivery pertamamu. Kau akan terbiasa juga nantinya. Upahmu akan segera dikirim beberapa saat lagi. Selamat
Pagi. Semoga harimu menyenangkan.”
***
Selama beberapa hari kemudian aku sama sekali tak mendengar kabar apa-apa lagi dari TFA, Inc. Aku pikir peristiwa malam itu hanyalah sebuah mimpi buruk. Tapi tujuh ratus dolar yang duduk manis di rekeningku menunggu untuk dihabiskan, seakan-akan menjadi pengingat bahwa semua ini adalah kenyataan. Suatu malam, seminggu setelah peristiwa dengan manusia serigala itu, aku kembali menerima pesan tugas pengantaran yang harus kukerjakan.
“KP-054-4323-HS/E-20210413, JM-KDPN RINGAN & HB-AB, TM-007, VM, ***RL***, KLSFKSI 10B-BRBHY, MRS. KARENINA, E, GREEN RIVER MNSION, 122/001, HS, TP CRSS, HLY WTR, KCMTA ANT-VMPR, BG TIPE3, TFA, INC.”
Aku masih sama bingungnya seperti pertama kali menerima pesan pengantaran. Tapi tak lama kemudian aku mendengar Martin datang, pertanda kami harus segera berangkat. Dia memasukkan sebungkus kantong kecil ke dalam jok belakang sebelum duduk di sampingku di jok depan seperti yang lalu. Beberapa menit kemudian kami melaju dengan kecepatan rendah menuju timur Heckleseiche.
“Martin?” tanyaku pelan dari balik kemudi. Dia masih mengenakan jubah gelap besarnya sama seperti sebelumnya.
Wajahnya sama sekali tak tampak.
“Ya?”
“Aku punya beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan kali ini kalau kau tidak keberatan.”
Dia menggeramkan jawabannya. Aku berasumsi bahwa dia tidak keberatan.
“Kode dalam pesan itu. Apa kau keberatan membantuku memahami isinya?”
“Oh, tentu saja. Nomor di awal itu adalah nomor daftar delivery. Diikuti tanggal pengarsipan dan keterangan jenis makanan. Kemudian jenis makhluk yang melakukan pesanan dan nomor induk klasifikasi mereka. Yang terakhir adalah tindak pencegahan dan pengamanan, atau peralatan yang mesti kaubawa untuk keselamatan nyawamu sendiri.”
“Tunggu sebentar ….” Aku memelankan laju mobil lalu menepi. Di luar, cahaya bulan separuh yang keperakan tampak menutupi seluruh dataran berumput di kanan dan kiri jalan seperti selimut pucat raksasa. “Jadi, kode ini ….” Aku membaca isi pesan dengan saksama. “Apa itu HB-AB/M?”
“HumanBlood, tipe AB. Male.”
(Darah Manusia Gol AB/Pria)
“D-ddarah, katamu?”
“Tentu saja.”
“Apa … apa kita sedang berurusan dengan seorang vampir malam ini?” tanyaku pelan, tak yakin aku ingin mendengar jawabannya.
“TM-007, VM. Tipe Makhluk nomor induk klasifikasi 007. VM. Vampir.”
“TP, tindak pencegahan dan pengamanan … Salib, air suci, dan kacamata anti vampir?” Martin mengangguk.
“Apa kita sudah bisa melanjutkan perjalanan sekarang? Maksudku, aku tahu vampir adalah makhluk yang luar biasa sabar dibandingkan dengan manusia serigala. Tapi mereka juga licin. Kau sebaiknya berhati-hati dan tidak terlalu terlibat percakapan dengan mereka.”
“Kenapa aku butuh kacamata anti vampir itu kalau aku sudah punya salib dan air suci?” tanyaku seolah-olah tidak mendengarkan kata-katanya barusan.
“Seperti yang tadi kubilang. Vampir itu licin. Mereka punya beberapa kemampuan khusus untuk memanipulasi korban mereka. Salah satunya adalah menghipnotis manusia. Jadi, kau sebaiknya berhati-hati.”
“Oh, baiklah. Tapi aku tidak perlu kuatir kalau sesuatu yang buruk akan terjadi malam ini, kan? Aku bisa mengandalkanmu.”
“Tentu saja. Tentu saja.”
“Kalau RL?”
“RedList, Daftar merah.”
“Maksudmu …?”
“Makhluk-makhluk yang masuk kategori 10 besar yang paling berbahaya dalam klasifikasi makhluk supranatural.”
“Makhluk apa saja itu?”
“Kau sudah bertemu nomor 8 kemarin. Dan kau akan menemui nomor 7 malam ini. Sisanya, kau akan tahu sendiri.”
“Satu pertanyaan lagi.”
“Silakan.”
“Makhluk apa kau sebenarnya, Martin? Dan apa kau masuk dalam kategori 10 besar ini?”
“Simpan pertanyaanmu itu untuk lain kali. Sebaiknya kita kembali melanjutkan perjalanan sekarang.”
Aku tersenyum sambil mengangguk. Aku tahudia tidak akan menjawab pertanyaanku yang satu ini.
Beberapa menit kemudian kami akhirnya tiba di kaki sebuah bukit landai di timur kota. Di sana sebuah rumah mewah tua besar bergaya georgian bertengger seperti siluet seekor makhluk malam raksasa. Aku mengenakan kalung salib yang kuselipkan di balik kerah jaketku dan kacamata khusus sebelum memasukkan sebotol kecil air suci ke balik saku, lalu melompat turun dari mobil. Kurasakan tiupan angin sepoi-sepoi saat kami berjalan pelan meniti punggung bukit, membuat helai rerumputan berayun-ayun liar ke mana-mana seperti tangan-tangan panjang kurus yang menyeramkan. Paket makanannya kugenggam erat-erat.
Begitu tiba di depan pintu rumah itu, aku langsung mengetuknya. Dan hanya dalam hitungan detik, pintu besar itu mengayun terbuka. Seraut wajah wanita paling cantik yang pernah kulihat seumur hidup muncul di hadapanku. Dia memandangiku sambil tersenyum lebar selama beberapa saat. Helai-helai rambut gelapnya berjatuhan membingkai wajah ovalnya. Ada cahaya merah berpendar aneh di kedua matanya yang biru. Dia membuka pintunya lebih lebar lagi sehingga aku dapat melihat lekukan tubuhnya yang semampai dalam balutan gaun hitam elegan panjang yang tampak kontras dengan wajahnya yang luar biasa pucat.
“Selamat Malam, Sayang. Ada yang bisa kubantu?” tanyanya, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda dia menyadari kehadiran Martin bersamaku. Ada aksen Eropa Timur samar dalam suaranya. Senyum misterius dan menggoda tersungging di bibir merahnya yang penuh.
“Saya mencari Mrs. Karenina. Saya dari TFA, Inc. Selamat malam. Saya ke sini untuk mengantarkan pesanan makanan. Kudapan ringan dan darah segar golongan AB.” Aku tersenyum balik, berusaha tampak ramah.
“Oh ….” Dia tersenyum semakin lebar dan matanya langsung berbinar-binar.
“Apa Anda Mrs. Karenina?”
“Betul sekali. Aku Mrs. Karenina. Dan … apakah kau kudapan ringan yang dimaksud?” Lalu dia tertawa terbahakbahak sambil membelai pipiku dengan lembut. Seketika itu juga aku merasakan seperti ada kejutan gelombang listrik saat kulit kami bersentuhan. Suara tawanya terdengar seperti musik yang merdu di telingaku. “Aku cuma bercanda, Manis. Kau tidak perlu takut kepadaku. Aku tidak menggigit, kok. Kecuali … kalau kau memang menginginkannya ….”
Dia mengedip dengan mata yang lapar kepadaku, lalu dua buah taring panjang mencuat dari balik bibirnya. Selama beberapa saat aku terpaku, tapi kemudian ikut tertawa.
“Anda lucu sekali, Mrs. Karenina.” Aku menyerahkan paket di tanganku kepadanya. “Tapi sepertinya malam ini bukan malam keberuntungan Anda.”
Lidahnya menari-nari dan menggeliat pelan seperti lidah seekor ular. Kemilau merah di matanya tampak semakin jelas dan terang seperti nyala api yang berkobar-kobar.
“Oh, sayang sekali kalau begitu. Padahal aku suka sekali minum susu hasil perahan tanganku sendiri,” bisiknya. “Kau tahu, kan? Langsung … dari … sumbernya ….”
“Hmmm … Anda punya gaya yang menarik. Baiklah, Mrs. Karenina. Sebaiknya saya segera pulang. Lagi pula, matahari akan terbit beberapa jam lagi. Bukankah Anda harus segera masuk kembali ke dalam peti mati Anda atau apa pun itu tempat Anda beristirahat di saat hari terang?” Dia tersenyum lagi, tapi ada binar kesal di kedua matanya yang tak dapat dia sembunyikan karena tak berhasil menggoda dan memperdayaiku dengan pesonanya yang eksotis. Aku langsung pamit begitu dia memberikan sejumlah uang kepada Martin. Sama seperti sebelumnya, Martin hanya mengantarku sampai masuk ke mobil sambil memperingingatkanku untuk segera pulang dan beristirahat. ***
Selama sebulan berikutnya Martin masih terus menemaniku setiap kali aku mengantarkan makanan ke rumah para klien TFA, Inc. Perlahan risiko pekerjaanku juga semakin meningkat dengan bertambah berbahayanya setiap makhluk yang kami tangani. Beberapa di antara mereka juga terkadang menyerangku dan aku merasa beruntung Martin ada bersamaku. Yang paling parah adalah minggu kemarin saat aku bertugas mengantarkan pesanan untuk makhluk nomor 2 paling berbahaya: Lucius. Martin memperingatkanku bahwa aku akan aman selama aku tidak membuat perjanjian apa pun dengannya. Iblis itu akan melakukan apa pun untuk mengikat jiwa seorang manusia dengan sebuah kontrak yang tak bisa dia langgar sama sekali. Untuk pertama kalinya, malam itu Martin tidak menemaniku. Dia hanya menunggu di tepi jalan. Menurutnya, kalau aku berhasil melakukan pekerjaan kali ini dengan mulus, artinya aku tidak membutuhkan dirinya lagi.
Kedengarannya mudah. Kau hanya tinggal bilang“tidak” kepadanya. Bukan begitu? Oh, salah. Iblis adalah makhluk paling persuasif di muka bumi ini. Tidak salah kalau orang-orang di dalam kitab suci menjulukinya penggoda. Si Pendusta.
Saat dia menunjukkan seluruh harta dan kenikmatan duniawi tanpa batas kepadamu dan menawarkannya untuk kaumiliki, apakah kau sanggup menolak?
Saat dia menjanjikan keabadian sampai akhir zaman, apakah kau mampu menolaknya?
Saat dia menjanjikan sebuah kuasa besar tak tertandingi, apakah kau mampu menolaknya?
Apakah kau mampu?
Tapi tentu saja, kata-kata Martin terus terngiangngiang di telingaku sepanjang malam, dan aku bisa dengan bangga berkata bahwa aku sama sekali tidak terjerat tipu muslihatnya.
Sampai detik terakhir pertemuan kami, aku bisa mengendalikan hasrat terliar yang bisa dibayangkan oleh manusia mana pun dan berkata TIDAK kepadanya.
Lucius tertawa mengejek saat aku beranjak pergi dari hadapannya.
“Kau akan kembali, Gibson. Kau akan kembali lagi ke sini,” ujarnya. Kedua matanya berkilat-kilat jahat. “Kalian selalu kembali.”
Martin menyambutku di tepi jalan dengan kedua tangan terbuka lebar. Walaupun aku belum pernah melihat wajah atau wujud dia yang sebenarnya, aku bisa merasakan bahwa dia sangat bangga kepadaku malam itu.
“Selamat, Nak. Kau berhasil. Tidak banyak kurir yang berhasil melewati ujian ini dengan mudah. Mereka biasanya selalu terjebak dalam ikatan kontrak dengan Nomor 2 dan tak bisa menemukan jalan keluar.”
Aku menarik napas dalam-dalam, sama sekali tak ada rasa bangga atausenang kurasakan karena telah berhasil mengalahkan tipu daya iblis.
“Gibson? Kenapa kau tidak tampak senang? Kau harusnya bangga kepada dirimu sendiri,” lanjutnya.
“Aku masih punya banyak pertanyaan yang belum terjawab.” Aku melompat naik ke mobil.
Martin terdiam. Tudung kepalanya terarah kepadaku seakan-akan heran melihat sikapku.
“Jujur saja, Martin. Aku nyaris tergoda kata-kata iblis itu. Kau benar. Dia sangat pandai bermanis-manis dan bersilat lidah. Itu membuatku kuatir.”
“Apa yang kau kuatirkan?”
“Aku hampir saja gagal. Aku tidak tahu apa aku mampu menolak Nomor 1 nantinya kalau mereka memberiku sebuah tugas lagi. Makhluk apa dia, Martin? Makhluk apa? Apa dia makhluk sepertimu? Apa itu alasannya sehingga kau tidak ingin mengungkapkan siapa dirimu sebenarnya kepadaku? Apakah kau makhluk paling berbahaya? Aku sudah melihat apa yang bisa kaulakukan.”
Dia terdiam beberapa saat sebelum menggeleng.
Akhirnya, dia menyahut, “Aku bahkan tidak masuk lima besar makhluk paling berbahaya.”
“Lalu …?”
“Kau akan tahu jawabannya sendiri nanti.” Aku mendesah kesal.
Sepertinya dia memang sudah bertekad untuk bermain teka-teki denganku. Aku menyalakan mesin mobil dan langsung beranjak pergi, tak ingin berlama-lama lagi di situ.
Uang di tabunganku sekarang berjumlah kurang-lebih satu miliar dolar. Aku menjadi kaya raya dalam waktu sekejap saja. Aku tak perlu lagi repot-repot memikirkan pekerjaan atau menguatirkan masa depanku. Aku sudah punya modal lebih dari cukup kalau ingin memulai sebuah usaha. Selama berminggu-minggu berikutnya aku sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari TFA, Inc. Dan sementara itu pula kepalaku dipenuhi berbagai macam hal mengerikan mengenai makhluk nomor 1 paling berbahaya.
Apakah aku bisa menanganinya tanpa bantuan Martin saat waktuku tiba? Dan yang terpenting adalah makhluk apa dia?
Pertanyaan itu terus menghantuiku sampai suatu malam aku akhirnya menemukan jawabannya. Selama bekerja di TFA, Inc., aku telah terbiasa tidur larut atau terbangun pukul dua pagi. Namun, malam itu aku kembali terbangun dan tidak menemukan pesan apa-apa sama sekali.
Aku bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke dapur dengan ogah-ogahan untuk membuat makanan. Namun, tak ada stok daging di kulkas. Di luar kabut tebal melayang turun menutupi seluruh kota seperti tirai kelabu raksasa.
Aku menggeram kesal. Perutku bersenandung riuh karena terusik rasa lapar. Tapi aku juga tidak ingin berburu makanan di luar rumah dalam cuaca dingin seperti ini. Lalu, telepon selulerku berbunyi nyaring. Makhluk sialan apa sih yang memesan makanan di malam beku seperti ini? Aku menyumpah-nyumpah kesal dalam hati.
Aku membaca pesan yang masuk itu. Aku terkejut. Jawaban atas pertanyaan yang telah menggangguku selama berminggu-minggu ini akhirnya kudapatkan juga. Perutku langsung bergolak tak nyaman.
“Kau mau tahu makhluk nomor 1 paling berbahaya itu? JM-HM-F/U50 ….”
Aku menatap kode itu tanpa berkedip selama beberapa saat.
“Human Meat-Female/Under 50 … (Jenis Makanan: Daging Manusia, Perempuan, Usia di bawah 50 tahun).” Kode selanjutnya membuatku langsung terkesiap.
“TM-001, HMM, ***DM***, KLSFKSI 10B-BRBHY .…” HMM … Human Male …. Manusia, pria.
Manusia berada pada nomor urut teratas sebagai makhluk paling berbahaya di muka bumi ini.Aku mengerjapngerjapkan mata merasa yakin kalau telah terjadi kesalahan pada kode ini. Manusia adalah makhluk paling berbahaya melebihi manusia serigala maupun vampir? Apa ini sebuah lelucon? Apa mereka sedang mengerjaiku?
Tapi, tentu saja tidak. Kalau dipikir-pikir lagi, manusia memang makhluk paling berbahaya. Bayangkan saja kerusakan besar yang telah kita lakukan di planet ini sejak nenek moyang kita pertama kali menginjakkan kedua kaki mereka di tanah. Polusi, peperangan, penyakit mematikan, kemerosotan moral, dan lain sebagainya. Lagi pula, dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, manusia sangat sulit ditebak. Vampir, manusia serigala, zombi, dan yang lainnya, menghantui bumi ini karena tuntunan insting dan rasa lapar atau dahaga. Seorang vampir mendambakan berliter-liter darah dan manusia serigala yang memimpikan daging manusia, itu semua karena dikendalikan oleh insting dan itu membuat mereka mudah ditebak.
Namun, tidak demikian dengan manusia. Sering kali manusia melakukan sebuah tindakan kejam dan tak bermoral hanya karena mereka ingin melakukannya. Manusia dapat berubah menjadi sosok yang berbeda seratus delapan puluh derajat hanya dalam sekejap. Manusia punya banyak sisi yang berbeda yang bisa mereka tampilkan sesuka hati untuk menciptakan sebuah ilusi bagi jati diri mereka yang sebenarnya. Tapi kedalaman hati seorang manusia melebihi samudera. Kita tak pernah tahu isinya.
Aku kembali mengamati kode itu beberapa saat, mencoba meresapi fakta mengejutkan itu sambil menarik napas dalam-dalam. Kubiarkan bel pintu apartemenku yang berbunyi berkali-kali. Pikiranku masih terbagi. Tapi rasa laparku juga tak dapat kubendung lagi. Aku bangkit dari sofa sambil menggeliat meregangkan otot-otot dan meletakkan ponselku kembali di meja.
“KP-055-5453-HS/E-20210608, JM-HM-F/U50, TM001, HMM, ***DM***, KLSFKSI 10B-BRBHY, MR. GERARD
GIBSON, N, KMPLKS APRTMEN MOLLERHATTE, 006/066,
HS, TP ###, BG ###, TFA, INC.”