Try new experience
with our app

INSTALL

Ikatan Cinta FF 

IC FF 7. Perjumpaan Andin dengan Reyna

IC FF 7. Perjumpaan Andin dengan Reyna


Kemudian, Reyna memperhatikan postur tubuh tawanan wanita dewasa itu. Seketika, ia menebak itu siapa. Ia khawatir tebakannya benar. Ia khawatir jika itu adalah Andin.


“Semoga bukan,” harapnya dalam hati.


~~~


Sesampainya di markas penjahat, ternyata ada banyak penjahat yang lainnya. Reyna dan Andin dibawa masuk ke sebuah gudang. Andin digotong oleh tiga penjahat. Saat itu, Reyna menjadi tahu jika tebakannya benar. Ia terdiam terbelalak cukup terkejut mendapati kenyataan itu. Ia khawatir Andin kenapa-napa. Saat para penjahat telah mengunci gudang dan terdengar langkah mereka menjauh dari gudang, Reyna berusaha membangunkan Andin. Ia menggoyangkan tubuh dan menepuk-nepuk pipi Andin dengan cemas.


“Ma ....” Ia berbisik karena takut kalau berteriak akan diketahui penjahat. “Ma ....” Ia berbisik lagi, tapi kali ini, ia dekatkan bibirnya ke telinga Andin.


Andin mulai bereaksi. Perlahan menggeliat dan sadar. Saat belum benar membuka mata, ia melihat anak kecil.


“Miranti ... Miranti ....” Andin kira yang bersamanya adalah Miranti. Ia menyebut-nyebut nama Miranti sembari berusaha membuka matanya dengan benar. Setelah matanya terbuka dengan benar, ia melihat jelas wajah anak kecil di sisinya. Ternyata Reyna putrinya. Betapa terkejutnya Andin.


“Reyna!” Andin seketika itu bangkit, duduk di lantai, dan meraih Reyna ke dalam pelukannya. “Ya Allah, Reyna, kamu ke mana saja, Sayang?”


“Ma ....” Reyna membalas menyapa dengan lirih.


“Kita ini ada di mana?” Andin melepaskan pelukannya ke Reyna. Ia melihat-lihat sekelilingnya. “Sepertinya ini gudang.”


“Kita diculik sama dua penjahat,” terang Reyna.


“Diculik?” Andin mengingat-ingat. “Iya, Mama, ingat!” Andin senang bertemu Reyna, tetapi juga khawatir karena kini Reyna dalam bahaya human trafficking. Andin kembali memeluk erat Reyna.


Reyna melihat Andin memakai anting hanya sebelah. “Anting, Mama?”


“Hilang sebelah. Tidak tahu hilangnya di mana. Mama suka sekali anting ini. Jadi, Mama pakai saja meskipun hanya sebelah.”


Reyna melihat bentuknya persis dengan yang ada padanya. Ia jadi ingat anting itu memang anting ibunya. Ia melepaskan pelukan Andin. Ia mengeluarkan anting Andin dari dalam tasnya. Kemudian, ia memasangkan anting itu ke telinga Andin.


“Terima kasih, Sayang,” ucap Andin lalu memberikan kecupan di pipi Reyna. Reyna tersenyum kecil.


“Kok bisa ada sama kamu?” heran Reyna.


“Reyna menemukan di jalan raya.”


“Oh ....”


Andin lalu teringat masalah pribadi mereka. “Em ... Reyna pergi dari rumah atau diculik? Apa mereka yang culik kamu, Sayang? Kapan, bagaimana kejadiannya?” tanyanya kemudian bertubi-tubi. Reyna menggeleng lalu menunduk dengan wajah murung.


“Ada apa sebenarnya, Reyna? Jadi, apa benar kamu pergi dari rumah?” tanya Andin. Reyna hanya menunduk dengan wajah murung.


“Sayang ....” Andin membelai lembut rambut Reyna.


“Papa Reyna tidak je ....”


Tap tap tap tap tap! Tap tap tap tap tap! Tap tap tap tap tap!


Kata-kata Reyna terhenti. Saat itu, terdengar suara langkah mendekat ke gudang. Banyak sekali langkah yang terdengar. Tanda ada lebih dari satu orang. Bahkan lebih dari dua orang.


“Ma,” suai bibir Reyna dengan ekspresi ketakutan.


Andin juga bingung. “Bagaimana sekarang?”


“Ma, sampai di sini tadi, Reyna melihat penjahatnya punya teman banyak. Jadi, bukan hanya dua penjahatnya.”


“Apa?” Andin semakin bingung dan takut.


“Em ... apa ... apa, Mama, pura-pura pingsan dulu saja?” tanya Reyna memberikan ide sementara.


“Iya, Mama akan pura-pura pingsan dulu.” Andin kembali merebahkan tubuhnya di lantai berdebu tebal.


“Sudah ada pembeli yang langsung memborong keduanya. Rezeki kita lagi bagus hari ini!” ujar salah seorang penjahat sembari membuka pintu gudang. Andin dan Reyna mendengar perkataan penjahat. Reyna kurang paham perkataan mereka. Andin sangat paham dan menjadi lebih cemas dari sebelumnya.


Mereka membuka gudang. Mereka datang dengan tali dan plester. Salah satu penjahat merebut tas Andin.


“Jangan!” pekik Reyna.


“Diam! Sini, tas kamu juga!”


“Tidak mau!”


“Hah!” Penjahat mengambil tas Reyna secara paksa. Reyna menjadi menangis.


“Ayolah, kita ikat dan sumpal biar tidak repot di jalan!” ujar salah satu penjahat. Keduanya lekas mengikat tangan dan menyumpal mulut kedua tawanan.


“Kita bawa dulu yang besar!”


Andin dan Reyna dibawa masuk ke dalam box mobil box. Mereka dibawa dengan mobil yang sangat berbeda dengan yang tadi. Box mobil itu juga diisi tumpukan sak-sak berisi tanah untuk menutupi keberadaan dua tawanan itu, sehingga seolah-olah mereka sedang mengantarkan pupuk. Dua orang penjahat naik ke mobil box. Dua penjahat ikut serta dengan naik mobil sedan.


Saat mobil box telah melaju, Andin membuka matanya. Saat itu, tubuh keduanya sering kali terhempas karena gerakan mobil. Dengan melawan kesulitan hempasan itu, Andin bergeser-geser hingga posisinya ada di belakang Reyna. Setelah itu, ia membelakangi Reyna. Ia membuka tali yang mengikat tangan Reyna. Kemudian, Andin mengeluarkan suara tanpa kata berharap Reyna mengerti untuk membukakan juga ikatan tangannya. Reyna awalnya tidak paham, lalu segera paham. Reyna lekas membukakan ikatan di tangan Andin. Andin membuka plester di mulut Reyna. Bersamaan itu, Reyna juga membukakan plester di mulut Andin. Kemudian, keduanya saling memberikan kecupan di bibir. Setelahnya, Andin mengecupi habis wajah Reyna, melampiaskan kerinduannya dan kecemasannya selama beberapa hari.


“Ma, kita mau dibawa ke mana? Tas kita diambil, Ma.”


“Kalau saja masih ada tas Mama, ada ponsel untuk menghubungi papa atau polisi.”


“Tadi waktu diculik, ponsel Mama sudah dibuang sama penjahat saat ponsel Mama bunyi.”


“Apa? Bunyi .... Apa yang telepon mas Al? Apa itu artinya, mas Al sudah tahu kalau aku dalam bahaya?”


“Sekarang bagaimana, Ma?”


“Kita harus tenang agar bisa berpikir. Kita harus cari jalan memberitahukan orang-orang sekitar di jalan raya mengenai kita.”


“Cara memberi tahu orang-orang bagaimana? Kalau saja masih ada tas Reyna. Tas Reyna ada alat tulis yang mungkin bisa berguna untuk memberitahukan orang-orang. Juga ada banyak makanan.”


“Itu tumpukan apa ya?” Andin mencoba mencari tahu. Akan tetapi sak-sak itu berupa plastik rapat. Andin membaca tulisannya. “Sepertinya pupuk.” Andin berpikir apa yang bisa dilakukannya dengan pupuk-pupuk itu.


Andin lalu mendapatkan ide untuk menggunakan antingnya. “Benda yang tersisa anting Mama.”


“Reyna juga ada anting. Bagaimana menggunakannya untuk memberitahukan orang-orang kalau kita ada di sini dan dalam bahaya?”


“Cukup anting Mama saja.” Andin melepaskan salah satu antingnya. Ia membuka sak-sak pupuk itu dengan menggoreskan bagian tajam antingnya. Gara-gara itu, antingnya menjadi bengkong.


“Tanah,” ucap Reyna saat melihat isi di dalam bungkusan plastik.


“Tanah pupuk ini, Sayang. Mama ingin menebar tanah ini di jalan. Setidaknya kita membuat jejak sampai di lokasi. Mama yakin yang menelepon tadi papa. Papa pasti sedang mencari kita. Papa bisa mengikuti petunjuk dari tanah. Ada lubang tidak? Sedikit saja supaya bisa menumpahkan tanah ini ke jalan raya.” Andin melihat ke sekitar box.


“Bagaimana papa akan tahu jejak tanah ini kita, Ma?”


“Hanya ini dan berdoa yang bisa kita lakukan saat ini. Ikatan cinta kita dengan papa semoga membuat sinyal yang akan memberitahukan keberadaan kita kepada papa.” Andin lalu kembali mengedarkan netranya mencari-cari sedikit celah dari box yang mengurung mereka. Reyna juga ikut serta mengedarkan netranya mencari-cari.


“Tidak ada,” keluh Reyna.


Andin mencoba berpikir lagi. “Masih ada cara, kita buat berisik, seberisik mungkin. Apalagi saat mobil ini melaju pelan karena macet. Kita buat pengendara lain mendengar ada kita di dalam sini.”


“Bismillah, semoga berhasil.” Andin menggedor-gedor dinding mobil box kanan dan kiri. Reyna mengikuti cara Andin.


“Tolong! Tolong!” Keduanya juga berteriak.


“Sepertinya yang dewasa sadar. Bagaimana ini?” Dua penjahat yang ada di ruang kemudi mendengar keributan di dalam box mobil mereka.


Beberapa pengendara di sekitar mobil box juga mendengar ada suara gaduh meskipun kurang jelas. Pendengaran para pengendara terarah ke arah suara. Arah suara menyatakan jika kegaduhan itu berasal dari mobil box. Saat mobil box itu terjebak kemacetan, suara gaduh itu terdengar lumayan jelas. Para pengendara yang di dekat mobil box itu menjadi mencurigai ada sesuatu yang tidak beres pada mobil box itu. Beberapa pengendara langsung menginformasikan kepada yang berwenang.


“Sebaiknya kita minggir dulu ke tempat sepi untuk membuat wanita dewasa itu diam!” titah penjahat kepada penjahat yang sedang menyetir. Penjahat yang menjadi sopir lekas memutar-mutar setir menuju tempat sepi yang ada di wilayah yang sedang mereka lalui itu.


“Mau ke mana mereka?” tanya penjahat yang berada di mobil sedan saat melihat rekan mereka di mobil box berbeda arah dari tujuan mereka.


“Ayolah, kita ikuti! Sepertinya ada masalah.” Kedua penjahat di mobil sedan segera mengekor.


~~~


Laporan dan bukti CCTV yang jelas membuat polisi langsung bergerak tanpa menunggu dua puluh empat jam. Mereka segera menelusuri mobil yang membawa Andin dan Reyna melalui CCTV jalan raya. Terlacak sudah mobil itu. Mereka dapat melacak pula keberadaan ponsel Andin. Markas penjahat digerebek. Tas Andin dan Reyna ditemukan di markas itu. Ponsel Andin pun kembali kepada Aldebaran. Akan tetapi, tidak ada Reyna dan Andin. Tidak ada kamera CCTV di markas para penjahat, sehingga tidak bisa melacak langsung mobil selanjutnya yang membawa Andin dan Reyna karena tidak diketahui mobilnya seperti apa. Polisi harus menginterogasi dahulu penjahat-penjahat yang tertangkap untuk mencari tahu ke mana rekan-rekan mereka membawa ibu dan anak itu.


“Ya Allah, lindungilah Andin dan Reyna,” lirih Aldebaran dengan lemas. Nino pun kalimpasingan.


Setelah menginterogasi, polisi akhirnya mendapatkan informasi jika mobil yang digunakan adalah mobil box. Polisi dengan segera menyampaikan berita dan perintah untuk memeriksa setiap mobil box yang melintas. Seketika itu juga, di saat bersamaan, laporan mengenai mobil box yang mencurigakan telah dilaporkan oleh masyarakat kepada polisi. Para polisi langsung menduga kemungkinan itu adalah mobil box yang membawa Reyna dan Andin. Informasi itu telah disampaikan pihak berwajib kepada Aldebaran. Nino pun telah mendengar informasi itu dari Aldebaran. Aldebaran lekas mengarahkan mobilnya menuju di mana mobil box mencurigakan itu berada. Demikian juga dengan Nino.


~~~


Di tempat sepi, penjahat menghentikan mobil box.


“Ma, mobilnya berhenti.”


“Kalau mereka membuka pintu, langsung siramkan pupuk-pupuk ini ke mata mereka, lalu kita kabur!” instruksi Andin. Mendengar itu, Reyna langsung memenuhi kedua genggaman tangannya dengan tanah. Andin melebarkan semua sak pupuk menggunakan antingnya tadi. Kemudian, ia mengangkat satu sak tanah itu, siap sedia mengguyur para penjahat.


Penjahat membuka mobil box.


Byurrrr! Byurrrr! Byurrr!


Seketika itu, Andin dan Reyna menjalankan rencana mereka. Mata kedua penjahat langsung bermasalah. Di kesempatan itu, Andin dan Reyna lekas berlari. Kedua penjahat lekas membersihkan mata mereka dan mengejar ibu dan anak itu.


Dua penjahat di mobil sedan melihat kedua rekan mereka mengejar kedua tawanan. Mereka segera mengikuti dengan tetap menggunakan mobil sedan.


Polisi menemukan mobil box yang dicari. Aldebaran dan Nino juga telah sampai di lokasi. Mereka memeriksa mobil box itu. Aldebaran menemukan anting Andin di dalam mobil box di antara tanah-tanah pupuk yang berhamburan di dalam box.


“Anting Andin.” Aldebaran memungut anting itu. Ia yakin Andin ada di sekitar wilayah itu. Perasaannya mengatakan jika Andin dan Reyna dalam bahaya. Aldebaran lekas berlari mencari keberadaan Andin. Ia berlari mengikuti kata hatinya ke mana kedua orang yang ia sayangi itu berada.


“Reyna ....” Nino lekas mengekor Aldebaran.


Bersambung

Terima kasih

DelBlushOn* Del BlushOn * Del blush on * delblushon * #delblushon :)