Contents
The Secret Book of Hana
Bagian 2: Café Bambu
Aku membuka mataku berada di dalam toilet dengan pakaian koki lengkap dengan apron dan panci di tangan. Aku heran kenapa dari semua hal yang ada di café ini kenapa aku harus menjadi seorang juru masak. Aku keluar toilet. Belum lama langsung ada orang yang berteriak ke arahku.
“ Iciinggg…” Kata seorang berteriak kepadaku.
Aku menoleh ke arahnya. Orang itu terus memanggil dengan wajahnya yang tidak ramah.
“Oi, budeg gue manggil lo!” Orang gendut itu terus memanggil.
“Saya?” Polos menjawab
“Sekali lagi, belagak gak denger gue pecat lo sebagai asisten chef.” Orang itu mulai tidak sabar.
Ada nama di setiap baju para koki. Lalu langsung kulihat nama yang ada di bajuku “Icing.”
“Dari semua nama yang keren kenapa musti nama ini sih? Kenapa tidak Saputra atau Nicolas gitu kan lebih keren kayak bintang film” Gerutuku.
Tapi, karena aku tidak mau si pemilik nama dipecat. Aku segera mendatangi kepala chef yang terlihat seperti pemimpin Korea Utara daripada terlihat seperti chef.
“Iya Chef?” Kataku menghiba.
“Kau kemana aja dari tadi dicariin. Tamu lagi banyak tuh.” Chef gendut itu terus nyerocos.
“Ini, ee, say.. saya.. nyuci panci chef.” Jawabku sekenanya.
“Udah, Aku nggak mau tau. Kau harus siapin bahan. Cepet! Tamu lagi banyak.”
Setelah nyerocos panjang lebar, Chef itu langsung pergi. Pikiranku langsung menuju di mana Hana berada.
Aku memutuskan untuk mencarinya ke bagian depan dan ke segala penjuru tetapi aku tidak temukan Hana. Aku memutuskan kembali ke dapur, memastikan jangan-jangan Hana jadi seorang chef juga.
“Cing, Bantuin anterin makanan ini ke meja depan.” Kata seorang pelayan.
“Gue kan Asisten Chef, kok malah disuruh nganterin makanan sih. Lagian gue nyari temen gue nih.” Jawabku kesal.
“Udah tamu lagi banyak, tolong yah. Kasian, tamunya nunggu dari tadi.” Kata pelayan memohon.
Terpkasa aku mengamini permintaan pelayan tadi. Selain memang aku sedang mencari Hana aku juga tidak bisa masak. Entah kenapa aku jadi seorang asisten koki di sini. Aku membawa sebuah piring penuh berisi kentang goreng dan soft drink.
“Hana?” aku terkaget.
Ternyata tamu yang menunggu makanan adalah Hana. Aku langsung duduk di depannya.
“Mada. Lo jadi Chef?” Hana tertawa.
“Icing… haha. Nama lo unik juga.” Kata Hana mengejek kemudian.
“Diem deh, baru datang gue udah kena semprot tadi.” Jawabku sekenanya.
“Siapa yang marahin lo?”
“Kepala Chef di sini.” Aku kesal. “Trus apa lagi nih? Kita udah di sini. Ada kejadian apa dulu?”
“Dulu, dari sini nih gue pertama ngedate sama Dito.” Jawab Hana
“Trus?”
“Trus..”
Hana ingin bicara namun tiba-tiba ada suara berdeham.
“Ehem.. Icing…!!” Chef sialan itu memanggil lagi.
Hana melihat ke arah chef itu dan tertawa. Aku ijin ke Hana untuk ke belakang. Karena ada panggilan tugas!
“Tunggu sampai Dito datang ya. Nanti kita pasti tau jawabannya.” Kata Hana kemudian.
Tak berapa lama Dito datang. Hana dan Dito duduk dan mengobrol seperti biasa. Dari jauh aku melihat kesal dan penasaran. Kesal karena aku harus menuruti bos yang sedikit gila. Penasaran apa yang dicari oleh Hana di masa lalu ini.
Setelah lama menunggu akhirnya Hana dan Dito beranjak. Aku tahu karena ada surat dari Hana lewat tisu yang dikirimkan oleh pelayan. Aku baca surat itu, Hana memintaku untuk mengikutinya. “Yeaa..” dalam hatiku senang, akhirnya aku bisa lepas dari pekerjaan yang menyiksa ini. Aku menuju toilet dan menyusul Hana. Dalam perjalanan membuntuti Hana dan Dito aku masih bingung apa sebenarnya yang dicari Hana. Dengan menumpang ojek, kubuntuti mereka pergi.
Setelah setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai di sebuah pantai di utara Jakarta. Setelah membayar aku langsung datangi Hana yang memang sendiri.
“Kemana Dito?” Tanyaku kemudian.
“Ke toilet.” Jawab Hana.
“Terus udah dapet jawaban dari apa yang lo cari?”
“Belom, tapi ada yang mengganjal di hati gue.” Hana mulai serius.
“Apa?” Aku penasaran.
Hana menarik tanganku seolah mengajakku untuk pergi dari pantai. Aku tidak tau maksudnya apa. Aku ikuti saja. Kami menuju ke arah toilet.
“Han.. lo boleh curiga, tapi masak lo gak percaya sama calon Suami lo sampai lo samperin ke toilet gini.”
“Da, calon Suami kan di masa depan. Sekarang dia masih belum apa-apa gue! Masih PDKT! Tau!” Hana ketus.
Sebelum aku bertanya lagi, terdengar suara Dito sedang video call. Aku dan Hana memutuskan untuk menyelidiki.
“Sabar dong, Tiara. Aku masih diluar lagi nongkrong sama anak-anak. Tadi, bukannya katanya kamu mau ngerjain tugas?” Ucap Dito mesra.
“I knew it.” Hana kesal.
Rupanya Dito sudah selingkuh. Sialan mentang-mentang punya tampang. Biar kalian tau Dito itu seperti Rio Dewanto tapi ada tompel di pipinya. Walau tompel itu terlihat kecil namun tetap saja para cewek di kampus suka sama dia. Bahkan Hana, seorang yang pintar pun suka padanya gara-gara sebuah tompel. Suatu hal yang dramatis.
Namun kuperhatikan wajah Hana dia tidak sekesal diriku yang melihat Dito berselingkuh. Entah karena apa akupun bertanya-tanya. Tiba-tiba saja Hana pergi. Aku yang masih memperhatikan Dito heran dan mengikuti Hana pergi.
“Lo mau kemana lagi?” Tanyaku.
“Ke tempat selanjutnya.” Jawabnya santai.
“Emang, lo udah nemuin yang lo cari?” Tanyaku lagi.
“ Gue tau Dito udah gak jujur sama gue sejak pertama ketemu. Di loker kampus lo inget?”
“Iya, inget soal tiket film kesukaan lo kan?” Jawabku.
“Nah, begitu juga di hari ini. Beberapa hari setelah hari ini, saat gue mau adain acara kampus. Gue mergokin Dito selingkuh sama Tiara. Di saat itu adalah pertama kalinya gue berantem sama Dito.” Hana mencoba menjelaskan.
Ada pepatah tentang tupai yang sering digunakan untuk menganalogikan tentang kegagalan. Mungkin itu memang benar adanya karena memang ada masanya kebohongan itu terbongkar entah bagaimana caranya. Aku ingat kejadian itu, saat dimana Hana dan Dito berantem hebat untuk pertama kali. Hana sakit selama seminggu, Dito berusaha keras meminta maaf tapi Hana tidak mau menemuinya.
Di titik terendah itulah aku hadir untuk menemani Hana. Bahkan aku yang membantu Dito untuk baikan dengan Hana. Sebagai sahabat aku tidak tega melihat Hana sedih dan aku rasa sikap Dito sudah berubah, maka dari itu aku mendukung mereka untuk balikan. Sebuah sikap yang akan aku sesali setelahnya.
Hana mulai membuka buku ajaib, kami akan menuju ke tempat selanjutnya. Aku menebak, kami akan kembali ke masa awal Hana bertemu dengan Dito. Saat kami masih di semester dua. Di situlah semua rahasia tersimpan. Antara Hana, Dito dan diriku. Pelan di buku ajaib tertulis sebuah kalimat.
1. C a f é B a m b u
2. U n i v e r s i t a s J a y a N u s a n t a r a
Buku itu membawa kami ke masa awal kami di kampus tercinta. Dimana persahabatan kami dimulai dan perasaan kami di uji.