Contents
Sunshine ( Pesona Mantan )
Orang ketiga
Pulang sekolah seperti biasa, ku parkirkan si mobil putih hadiah sweet Seventeen dari papah ke garasi dengan sangat hati hati.
Aku bergegas menuju kamar, ku lempar tas sekolah ke atas tempat tidur, cepat cepat ku ambil hp dari saku rok ku. Sambil duduk di kursi, ku balas chat yang belum sempat ku balas.
"Siapa ini ?" Aku pura pura tidak tahu agar dia menyangka kontaknya telah di hapus.
Tak lama kemudian pesan baru masuk.
"Sinta, tunangannya Adit."
What ??? Seketika dada ini bergemuruh, sakit itu kembali menghampiri setelah satu bulan lamanya aku berusaha melupakannya. Air mataku tiba-tiba mengalir, tubuhku lemas.
Sekuat mungkin aku berusaha membalas chatnya.
"Kapan kalian tunangan?"
"3 bulan yang lalu, tanggal 10 januari." Balasnya.
Aku mencari cari dibuku harian ku tanggal aku putus, 11 Maret. Jelas tertulis di sana. Mengapa bisa kami putus di bulan Maret tapi dia tunangan bulan Januari? Aku bertanya tanya dalam hati. Kenapa bisa ada orang polos, baik, rajin ibadah seperti dia bisa selingkuh.
"Oh" balasku singkat.
Ku matikan hp, ku lemparkan tubuhku ke atas tempat tidur, tak terasa air mataku mengalir, aku belum bisa mengikhlaskan dia dengan yang lain. 11 bulan bersamanya bukan waktu yang singkat, sulit untuk menerima bahwa dia memilih yang lain untuk menemani hidupnya. Ku pejamkan mata, wajahnya masih terbayang bayang di otakku.
***
Perlahan ku buka mata, kepalaku terasa sakit sekali, mungkin karena pulang sekolah aku tidak makan siang jadi maagh ku kambuh lagi. Perlahan aku bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi, ku basuh muka, ganti baju kemudian aku turun ke meja makan. Ku lihat makanan di atas meja yang utuh belum tersentuh sama sekali.
"Bi .. "
"Iya non bella." Wanita setengah paru baya bergegas menghampiriku, ya dia adalah asisten keluarga kami sejak aku masih bayi.
"Mamah papah belum pulang bi ?" Tanyaku sambil melirik jam tangan putih yang melingkar di tangan kanan ku.
"Belum non, mungkin sibuk banyak kerjaan."
"Sudah jam 9 malam loh bi."
"Bibi ndak tau non."
"Ya sudah, bibi temani aku makan ya." Aku duduk dimeja makan.
"Nggeh non." bibi berdiri disamping ku.
"Duduk bi, ayo makan."
"Bibi udah makan non, ndak sopan kalau bibi satu meja sama majikan."
"Ya udah, kalo gitu aku ga mau makan."
"Eh eh non jangan gitu, nggeh nggeh bibi duduk temani non makan." Bibi duduk disamping ku dan kami makan bersama.
***
Setelah makan malam, aku kembali ke kamar ku. Ku nyalakan hp yang sedari sore ku matikan. Beberapa notif chat saling bersahutan, mulai dari grup kelas yang sibuk ngomongin si guru favorit hingga dia yang tak ku harapkan.
Satu persatu ku baca chat nya;
"Nanti kalo kita nikah dateng ya ?"
"Kenapa ga bales?"
"Bella?"
"Kamu baik-baik saja ?"
Aku terpaksa membalas pesan nya agar terlihat baik-baik saja.
"Maaf tadi hp ku mati, baru sempet dinyalain. Iya insyaallah aku dateng."
Tak lama berselang balesan pun datang.
"Maaf, ini siapa?"
'Apaa -apaan ini, lelucon macam apa ini.' Aku screenshoot chat ku dan langsung ku kirimkan tanpa basa basi.
"Maaf de, kontak a ke hapus semua sama chat chat nya juga ὤf" dia membalas chat ku.
Tak terasa air mataku keluar, 'de' panggilan sayang darinya yang kini terasa sangat asing. Aku langsung menanyakan pertanyaan yang sejak tadi mengganjal di fikiran ku.
"Siapa dia? Tunangan mu?"
"Iy" balasnya singkat.
"Sejak januari?" Tanyaku lagi.
"Iy" kembali dia membalasnya dengan sangat singkat.
"Kamu selingkuh?"
"Maaf ὤfὤf"
"Aku atau dia yang jadi orang ketiga?"
"Kamu"
Seketika ku banting hp ku ke lantai, ku menangis sejadi jadi nya. 'gue jadi selingkuhan nya'. Kembali ku ingat kenangan kenangan manis saat kami bersama. Saat aku di kenalkan kepada klien nya, teman teman kerjanya bahkan keluarganya. Bagaimana mungkin dia mengenalkan dua perempuan sekaligus kepada semuanya. Rasanya sangat janggal. Kembali ku ambil hp ku dilantai. Kucoba nyalakan kembali. 'untung masih nyala'.
"De, are you ok?"
"De, maaf."
"A sayang kamu de"
"Jangan buat a merasa bersalah."
"Tolong maafin a ὢdὢd"
Ku rebahkan tubuhku di atas kasur, ku pejamkan mata. Tiba-tiba hp ku berbunyi tanda panggilan masuk. Sudah kuduga, karena aku tak kunjung balas chat nya akhirnya dia menelpon, kebiasaan saat kami pacaran dulu, bedanya dulu aku tidak balas chat nya karena ketiduran, kalau sekarang memang aku tak niat membalasnya. Ku biarkan telp nya, biar dia mengira aku sudah tidur.
***
Di sekolah ...
"Bell, kenapa mata loe bengkak? Habis nangis ya semalem?"
Tanya Adisti lembut.
"Kurang tidur aja deh kayanya." Aku menjawabnya dengan senyum kecil."gue ke toilet dulu ya dis." Aku beranjak dari tempat dudukku.
"Mau gue anter bell ?"
"Ga usah, gue sendiri aja."
Saat berjalan ke toilet, aku berpapasan dengan Alya dan Dina. Mereka tersenyum kepadaku sambil bertanya mau kemana aku pergi. Aku menjawabnya setengah teriak. Aku berjalan lemas tertunduk, masih tidak percaya kalau ternyata aku adalah orang ketiga diantara Adit dan Sinta. Kepala ku tiba-tiba pusing. Aku yang tak sanggup melangkahkan kaki lagi akhirnya terduduk di koridor, aku kembali menangis.
"Bell, are you ok ?" Suara lembut terdengar di telingaku, tangannya menyentuh pundakku.
Seketika aku menoleh dan ternyata benar dugaanku. Pak sendy. Dia duduk disamping kananku, matanya yang tajam menatapku penuh dalam, raut mukanya terlihat cemas. Aku mengusap air mataku dan berdiri.
"Yaa ... I'm ok pak, hanya tadi sedikit kelilipan, mau cuci muka ke toilet. Aku emm saya maksudnya pergi dulu ya pa."
Aku berlari ke toilet meninggalkan dia yang seolah mematung memperhatikanku. Dengan segera ku basuh muka karena aku tidak mau orang lain tahu kalau aku menangis. Setelah selesai, aku kembali ke kelas. Ku lihat teman-temanku menatapku aneh. Aku duduk di bangkuku sambil menatap curiga.
"Kenapa sih, koq kalian mukanya tegang gitu." Aku bertanya karena mereka tak kunjung bicara.
"Ada problem apa sih Bell ?" Tanya Dina.
"Maksudnya?"
"Barusan pak sendy kesini, dia nanya apakah kita berantem." Adisti menjelaskan.
"Koq pak sendy nanya gitu?"
"Justru itu, kita nanya elo ada masalah apa, kenapa pak sendy nanya gitu ke kita." Jawab alya.
"Ohhh,, mungkin tadi gue pas ke toilet kelilipan trus duduk di koridor karena perih banget kan, pak sendy nyamperin, dia nyangka gue nangis.. haha ada ada aja." Aku berusaha tersenyum walau hati ini sakit. Tidak boleh ada yang tau, aku tidak mau mereka ikut sedih jika tahu kebenarannya.
"Really ?" Dina masih memasang wajah penuh rasa penasaran.
"Iya lah, apa sih kalian serius amat. Udah udah, gue ga papa koq. Benerrr.."
"Iya deh percaya,, " serentak Alya, Dina dan Adisti.
***