Try new experience
with our app

INSTALL

Belum Siap Menikah  

Perjodohan Salsabella

Matanya membulat tepat setelah mendengar kalimat yang disampaikan oleh abah, saat gadis itu baru pulang dari sekolah. Seragam dan tas yang masih dikenakan seolah tidak dibiarkan untuk dilepas lebih dulu. Senyum yang tadi mengembang saat datang, kini berubah menjadi huruf 'O' yang besar.


 

"Pekan depan keluarga Pak Fahri akan datang ke sini," tutur abah melanjutkan.


 

Salsabella, gadis delapan belas tahun yang masih menggunakan seragam lengkap SMA tentu sangat terkejut dibuatnya. Tidak ada angin maupun hujan, bagaimana bisa kabar itu datang?


 

"Abah pasti tidak serius, kan?" tanya gadis itu masih mencoba berpikir bahwa ini adalah salah satu candaan atas kelulusannya.


 

Namun, lelaki paruh baya di hadapannya hanya diam dengan tampang garang. Tidak ada tanda-tanda akan tertawa setelahnya.


 

Merasa tak adil, Bella beralih menatap sang mama yang duduk di samping. "Mah, abah bercanda dengan ucapannya, kan?" tanyanya, memastikan bahwa ia salah dengar.


 

Akan tetapi lagi-lagi, jawaban yang gadis itu inginkan tidak keluar dari wanita yang telah melahirkannya. Wanita paruh baya bernama Sari hanya terdiam, menatap putrinya dengan tatapan sendu. Tanda bahwa kabar yang Bella dengar adalah benar.


 

Mendapati hal itu, Bella hanya bisa mematung di tempat beberapa saat. Ini tidak ada dalam rencana hidupnya dalam waktu dekat. Bagaimana bisa tiba-tiba terjadi seolah di depan mata?


 

Gadis itu menggeleng cepat. "Tidak. Ini tidak benar. Bagaimana bisa aku dijodohkan tiba-tiba seperti ini?" ucapnya dengan lirih, tapi sorot matanya jelas sekali menampakkan penolakan yang sangat besar.


 

"Abah." Dialihkannya pandangan, menatap abah dengan memohon.


 

Lelaki di sana mengangkat wajah. "Duduk." ucapnya. Garis di antara kerutan terlihat sangat tegas. Jika sudah seperti ini, tidak ada cara bagi Bella untuk bernegosiasi.


 

"Mah," rengek gadis itu pada wanita yang bahkan tidak bisa mengeluarkan suara.


 

Namun tidak ada bedanya, Sari tidak bisa membantu putrinya sama sekali. Pemegang keputusan dalam keluarga adalah abah, orang lain harus menurut.


 

"Tapi, Bah ...."


 

"Abah bilang duduk, Bella!"


 

Tegas. Itulah kesan yang seketika membuat Bella tak bisa mengutarakan pendapat. Tidak biasanya abah meninggikan suara. Jika sudah seperti itu, tidak ada alasan yang bisa dimusyawarahkan.


 

Dengan hati yang terluka, Bella akhirnya menurut. Duduk di hadapan abah dan sang ibu. Sesekali mata gadis itu mencuri pandang terhadap wanita yang ia harap bisa membela. Akan tetapi, sepertinya wanita di sana juga hanyalah seorang istri yang patuh terhadap suami.


 

"Dengar, Bella. Semua ini abah lakukan untuk kebaikanmu," ucap lelaki itu mengawali pembicaraan.


 

Sementara di seberang meja, seorang gadis hanya bisa menunduk dengan kertas hasil kelulusan masuk perguruan tinggi negeri yang diremas kuat.


 

Setelahnya abah kembali melanjutkan, "Kamu akan dijodohkan dengan anak Pak Fahri. Dia pria yang sholeh dan sudah mapan. Bisa membimbing kamu nantinya."


 

Mendengar itu, ada perasaan tidak terima dalam hati Bella. Siapa yang ingin dibimbing oleh orang lain? Siapa yang peduli bahkan jika pria yang akan dijodohkan dengannya anak presiden sekalipun? Semua tidak ada bedanya. Itu sebab dirinya lah yang belum siap menjalin rumah tangga.


 

"Setelah hari kelulusan, kalian akan menikah."


 

Kalimat barusan, benar-benar membuat hati Bella dihantam batu yang sangat besar. Hancur, remuk tanpa bisa dikumpulkan serpihannya. Sedangkan bibir dan kepala seperti dibungkam, tidak dibiarkan memberikan pendapat.


 

Mata besar Bella masih membulat sempurna. Ia ingin segera bangun dari mimpi buruk ini. Apa yang sudah terjadi sampai semua ini datang begitu saja?


 

"T-tapi aku ingin melanjutkan sekolah, Bah," ungkap gadis itu dengan sangat hati-hati. Ia tidak terbiasa membantah, tapi kali ini rasanya ia tidak bisa menerima begitu saja.


 

Perlahan wajah Bella terangkat, mata yang sudah basah menatap memohon di hadapan sang abah. "Bagaimana jika perjodohan ini dilakukan setelah aku lulus kuliah? Aku tidak masalah menjalin hubungan dengan siapapun, asalkan tidak ada pernikahan dalam waktu dekat."


 

Namun, BRAK! Sebuah hantaman keras mendarat di atas meja. Membuat Bella dan Sari terguncang secara bersamaan.


 

"Kamu mau menjalin hubungan di luar pernikahan, Bella? Kamu mau terus-menerus maksiat, begitu?" Abah berang, tangan yang merah akibat memukul meja sama persis dengan warna api pada matanya.


 

Bella ingin menimpali, akan tetapi lelaki di depannya sudah lebih dulu menyela.


 

"Tidak ada sekolah lagi. Tugas perempuan hanya di rumah. Mengurus suami dan anak-anak. Tidak ada yang lain!" tegas abah menolak saran yang putrinya ajukan.


 

Tidak ada yang bisa Sari perbuat. Ia tentu mendukung mimpi anak-anaknya. Namun untuk melawan suaminya juga tidak bisa dilakukan. Ia hanya bisa menurut, dan mengucap maaf berkali-kali pada Bella dalam hati.


 

Setelah beberapa saat ruang tengah hanya dibiarkan hening dalam ketegangan, abah memutuskan untuk bangkit. Sebab dirasa sudah tidak ada yang perlu dibahas, keputusan sudah diambil tanpa ada penolakan.


 

Namun belum sempat lelaki itu beranjak, Bella memberanikan diri mengeluarkan suara.


 

Wajah gadis itu kembali diangkat. "Lalu kenapa Abah membiarkan Bang Rizky bersekolah tinggi? Bahkan sampai ke luar negeri. Aku juga mau berpendidikan sepertinya, Bah." Ia memberanikan diri mengatakannya. Meski akhir sudah bisa dilihat.


 

"Abangmu itu laki-laki, Bella. Dan kamu perempuan. Itulah perbedaan terbesar di antara kalian," ucap abah dengan nada datar tapi penuh penegasan.


 

Bella ikut berdiri. Baginya alasan yang diberikan abah tidak masuk akal. "Apa bedanya laki-laki dan perempuan? Kami sama-sama anak Abah dan mama. Kenapa dibedakan hanya karena jenis kelamin kami berbeda?"


 

Abah terdiam sebentar. Ditariknya napas sangat dalam. Kemudian memutuskan untuk pergi dari sana. Tidak peduli bahkan jika Bella menangis keras setelahnya.


 

Ya, Bella menangis tersedu-sedu. Setelah kabar membahagiakan tentang kelulusan, gadis itu sudah membayangkan bagaimana serunya menjajaki perguruan tinggi. Bertemu kawan baru, dan aktif berorganisasi. Namun kini, mimpi-mimpi yang sudah ia tulis serasa dirobek begitu saja. Harapannya direnggut tanpa bisa ia membela.


 

Melihat putrinya menangis, Sari segera merengkuh tubuh gadis yang malang itu. Air di matanya ikut mengalir. Tetapi tidak ada yang bisa dilakukan selain membesarkan hati Bella. Keputusan memang sudah diambil bahkan sebelum kabar sampai di telinga gadis itu.


 

Hari-hari yang dilalui oleh Bella setelah itu benar-benar kacau. Ia tidak bisa berpikir jernih. Tidak ada yang bisa memberikannya solusi. Setiap malam mata sangat sulit terpejam, padahal fisik dan hatinya merasa sangat kelelahan. Merenungi nasib, adalah cara terbaik untuk membuat lemak di tubuhnya perlahan menyusut.


 

"Bolehkah aku melakukannya?" lirih gadis itu di suatu malam. "Terserah. Aku tetap akan melakukannya!"


 

Lalu pada pagi harinya, Bella turun menemui abah yang tengah menyeruput kopi di lantai bawah. Dengan keberanian yang dikumpulkan, ia akan menyampaikan persetujuan.


 

"Aku mau menjalani perjodohan ini dengan satu syarat," ucap Bella setelah ia mendapatkan perhatian sang abah.


 

Awalnya lelaki di sana terkejut. Akan tetapi kali ini sedikit mau diajak bernegosiasi. "Apa syarat yang kamu ajukan?"


 

Bella membenarkan posisi duduk. Menarik napas dalam sebelum akhirnya berucap, "Aku minta uang dua juta. Aku ingin bersenang-senang sebelum menikah." Hatinya bergetar takut membayangkan bagaimana reaksi sang abah.


 

Namun sepertinya keberuntungan kali ini tengah berpihak pada gadis itu. Meski nampak berpikir sejenak, tapi Abah akhirnya setuju.


 

"Tapi tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang dilarang agama."


 

Dengan cepat Bella setuju. Ia menerima uang dua juta dengan perasaan senang.


 

Satu malam sebelum pertemuan dua keluarga.


 

Bella menatap uang di tangan dengan perasaan lega. "Aku janji tidak akan menggunakan uang ini untuk hal haram, Bah. Aku akan bersenang-senang, tapi bukan di sini."


 

Sementara itu, sebuah tas ransel besar sudah tergeletak di kasur dengan isi penuh. Lalu di tepi jendela, beberapa selendang yang diikat memanjang sudah siap untuk diluncurkan, seperti rambut putri yang dijulurkan dari atas menara agar seseorang bisa turun. Lalu Bella adalah orangnya.