Try new experience
with our app

INSTALL

IBU SAMBUNG 

Part 4

Pertikaian mulut antara dua orang di dalam mobil begitu seru. Saling menyahut, sesekali mengancam. Sang wanita menangis tersedu-sedu. Namun, sang pria begitu kejam tak mau menanggapi. Mobil yang dikendarai melaju cepat, saling beradu di antara mobil-mobil yang lain. Asal ada celah, mobil itu menyalip ke sisi kanan dan kiri.

"Berhenti, No! Aku mau turun sekarang juga!" Andin berteriak lagi. Napasnya terengah-engah, tertahan akan rasa panik dan geram. Kedua tangannya menggenggam erat sabuk pengaman dengan erat. Sudah berulang kali dia menyuruhnya berhenti, tetapi tidak direspons. Pria yang bernama Nino itu justru makin menggila menggerakkan setir kemudi.

Tak ada pilihan lain. Andin segera merebut alih setir dengan membanting arah ke sebelah kiri saat tak ada kendaraan.

Nino kaget dengan aksi nekat Andin dan berusaha menahan kemudi agar tidak menabrak. "Kamu udah gila, ya? Kamu mau kita mati konyol di dalam mobil ini?"

Jika Nino tidak mau menghentikan mobilnya, maka Andin hanya punya satu cara agar bisa terlepas dari jeratan pria itu, yaitu keluar dari mobil sekarang juga! Wanita itu tidak peduli lagi dengan nyawanya sendiri. Meski harus mati di tengah jalan, itu pilihan terbaik daripada harus hidup bersama dengan pria pengkhianat.

Andin mengamati gerak-gerik Nino yang sudah berhasil mengendalikan kemudinya. Nino tampak lengah. Ini kesempatan bagus, pikir Andin. Keadaan yang mendesak seakan sudah menghilangkan kewarasannya. Dengan tekad yang bulat, Andin segera menekan tombol buka pintu dari sisi Nino dan membuka pintu dengan cepat, lalu melompat dari mobil. Bisa dibilang, ini hal tergila yang pernah Andin lakukan.

Untung saja, tidak ada mobil yang melintas saat dia melompat tadi. Kini dia berguling-guling di atas aspal sambil menahan kepalanya agar tidak terbentur. Kulitnya terasa sangat pedih, dia yakin pasti sudah lecet-lecet. Tersadar masih bernyawa, dia menggunakan kesempatan itu untuk berdiri. Dia melihat kedua tangan dan kakinya berdarah.

"Andin, tunggu!" Nino berlari menghampiri Andin.

Andin pikir dia sudah terbebas dari Nino. Ternyata, pria itu masih saja mengejarnya. Andin pun bergegas menggerakkan kakinya meski tertatih-tatih sebelum Nino berhasil menangkapnya lagi. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk memperhatikan langkah Nino yang makin mendekat ke arahnya. Nahas, dia yang tidak fokus dengan keadaan di jalan, tidak tahu ada mobil pick up melaju dari arah depan hingga kecelakaan pun tak terelakkan.

Teriakan Andin menggema di segala penjuru jalan. Setelah itu, tubuhnya terpental ke dekat gerbang sebuah rumah megah milik keluarga Alfahri. Dia tergolek tak berdaya dengan luka di sekujur tubuh.

Bayangan nan samar itu menghilang seiring teriakan si wanita yang menggema berkali-kali di indera pendengaran. Jemarinya bergerak perlahan. Matanya berkedut, membuka sedikit demi sedikit. Hal pertama yang dia lihat adalah plafon putih dengan sebuah lampu putih sebagai penerangan.

"Ibu sudah bangun?"

Masih menyesuaikan cahaya lampu, matanya mengerjap sesekali. Kepalanya sedikit menoleh. Dilihatnya, ada seorang suster sedang berdiri di sampingnya dengan ekspresi tersenyum.

"Syukurlah, Ibu sudah sadar dari koma. Saya panggilkan dokter dulu. Saya akan kembali secepatnya." Suster itu melangkah keluar dari ruangan.

Andin menatap ke sekeliling, mencoba mengenali ruangan apa yang dia tempati saat ini. Ditambah lagi, seragam yang dikenakan suster serta selang infus yang menancap di pergelangan tangan kirinya. Tak butuh waktu lama, dia langsung mengetahui keberadaannya. Di rumah sakit.

Serasa remuk, Andin belum bisa menggerakkan tubuh. Benar-benar lemas dan tidak ada tenaga sama sekali. Matanya terpejam rapat, menahan denyut yang tiba-tiba menyerang kepalanya, hingga terbuka lagi saat dokter perempuan dan seorang suster masuk ke ruangan itu.

Dokter itu langsung memeriksa denyut jantung serta yang lainnya, sedangkan Andin terus menatap wajah si dokter. Begitu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Namun, mulutnya sangat sulit untuk bersuara.

Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa ada di rumah sakit? Wanita itu hanya bisa bicara dalam hati. Dia berusaha mengingat kejadian yang menimpanya. Namun, kepalanya kembali berdenyut sehingga tidak bisa mengingat apa pun. Bahkan, dia juga tidak tahu maksud dari bayangan samar dalam mimpinya tadi. Mimpi yang begitu terasa nyata.

Sang dokter menurunkan stetoskopnya. Dia seakan tahu dengan arti tatapan pasiennya. "Ibu mengalami kecelakaan tiga hari yang lalu, lalu koma dan sekarang baru sadar. Apa yang Anda rasakan saat ini, Bu?"

Andin mengabaikan pertanyaan si dokter. Pikirannya cuma terfokus pada satu kata, kecelakaan. Kenapa aku tidak ingat apa pun tentang kecelakaan itu?

***

"Ini tas milik korban. Di dalamnya terdapat dompet dan handphone," ujar Pak Polisi sembari menunjukkan sebuah plastik bening kepada Aldebaran. Saat ini, Aldebaran berada di kantor polisi setelah ditelepon pihak kepolisian Praja Lima terkait penyelidikan pada kecelakaan yang terjadi di depan rumahnya tiga hari yang lalu.

Aldebaran melirik tas yang terbungkus plastik bening. "Apa saya bisa membawanya pulang, Pak?"

"Maaf, Pak. Tas ini akan menjadi barang bukti saat di persidangan nanti. Berdasarkan kartu identitas dari tas korban, namanya Andini Kharisma Putri. Saat ini, pihak kami sedang mencari alamat tempat tinggal si korban."

"Lantas, bagaimana perkembangan kasus kecelakaan ini, Pak? Apakah sudah menemukan titik terang?"

"Kami masih menyelidikinya, Pak. Kami sudah memeriksa CCTV di sekitar tempat kejadian dan menanyakan kepada sopir pick up dan saksi-saksi yang berada di lokasi setempat sebelum kecelakaan itu. Menurut keterangan dari sopir, dia akan berbelok ke kiri, tiba-tiba saja si korban muncul dari arah yang sama. Dia terkejut dan tidak sengaja menabrak si korban. Saat berjalan ke arah mobilnya, si korban tidak melihat ke arah depan. Dugaan saya, ada yang mengejar korban sebelum kecelakaan itu."

"Kira-kira, siapa yang mengejar wanita itu, Pak?"

"Dari keterangan para saksi yang kami temui, si korban melompat dari sebuah sedan hitam, lalu dikejar oleh seorang pria. Kami sudah mengetahui plat mobil dan ciri-ciri pria itu. Kemungkinan besok kami akan mencari tahu tentang pria itu."

Belum sempat berkata lagi, deringan ponsel mengalihkan atensi Aldebaran. "Halo, ini dengan siapa?"

Raut wajah Aldebaran seketika berubah terkejut sekaligus senang. "Baiklah, saya akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, dia berkata kepada Pak Polisi sebagai kata penutup, "Maaf, Pak. Saya harus pergi ke rumah sakit sekarang. Katanya, wanita itu sudah sadar. Saya ingin menemuinya. Bila nanti ada perkembangan tentang kasus ini, tolong Bapak hubungi saya!"

Pak Polisi berdiri menyambut uluran tangan Aldebaran. "Kami pasti akan hubungi Pak Aldebaran. Hati-hati di jalan, Pak."

***