Try new experience
with our app

INSTALL

Sapa Terakhir 

Semesta bercanda

  Dari langit, kamu bisa melihat hari sudah mulai memberikan sapa terakhirnya, dia mulai memerah, bising klakson mobil dan asap knalpot motor saling berlomba dijalanan, mesegerakan diri untuk pulang, ntah rumah mana yang dituju. Sedang Rintik, masih sibuk dengan pekerjaannya, laptop kecil dan beberapa kertas berserakan, disudut café tanpa peduli sekitar. Sibuknya membuat lupa ada sapa yang sedari tadi diabaikan olehnya.

“permisi mba maaf.. ini saya rapihkan yah”, sahut pelayan yang sedari tadi sudah membawa nampan. Masih tak ada jawaban dari mulut Rintik, pelayan terus memanggil “Mba maaf.. ini sa--”, ucapannya kini terpotong karena tanpa menoleh Rintik hanya mengangguk cepat, pelayan yang terkikuk pun akhirnya membersihkan gelas-gelas kotor dimeja Rintik, Pelayan segera mengegaskan diri untuk pergi.

Saat pelayan pergi Rintik memanggilnya kembali “mas es kopi satu yah”, “kayak yang tadi mba?” jawabnya heran, Pelayan melihat ke nampan persis sudah 2 gelas kopi yang sama seperti yang Rintik pesan. “kenapa gak boleh?” jawab Rintik dengan muka datarnya, pelayan menjawab kikuk dengan sebuah gelengan.

  Rintik lalu, menolehkan pandangannya keluar jendela, melihat hiruk pikuk di luar, tawa banyak manusia yang berada ditaman tak jauh dari café itu. Rintik menarik napas panjang, berpikir pilu “gue lupa kapan terakhir gue ketawa kayak gitu, Kapan gue bisa bahagia lagi yah?” Rintik mengedarkan pandangannya, dilihatnya banyak pasangan yang berjalan saling menggenggam. Rintik tersipu melihatnya, dia teringat seseorang. Saat itu dia merengek minta tanganya digenggam “mau pegangan tangan..” sahut Rintik pada lelaki itu, “emangnya kamu buta” ucap lelaki itu cuek, dan berjalan lebih cepat meninggalkan Rintik.

  Rintik tersenyum getir mengingatnya. Lamunannya tersadarkan oleh kata “hai” sebuah sapa singkat dengan suara berat dari seseorang yang berusaha keras dia lupakan. Rintik terkaku, tak ingin dia menghadapi nyata sekarang, lalu terdengar suara kursi ditarik. Kini lelaki itu duduk dihadapan Rintik.

“aku boleh duduk disini kan?” tambahnya. Rintik menengok perlahan, benarlah, suara itu berasal dari Biru, lelaki yang merenggut semua bahagianya, karena bersama Biru adalah bahagianya, kehilangan Biru sama saja dengan Rintik kehilangan arti bahagianya.

  Rintik menatap Biru dengan pilu, bergumannya dalam hati “susah payah aku melupamu, kenapa kamu datang lagi sekarang setelah aku berusaha menata hidupku tanpamu, semesta benar-benar suka bercanda”.

“hei..” Biru menggoyangkan tangannya diwajah Rintik yang melamun. “kamu kan udah duduk daritadi, ngapain kamu minta ijin lagi sama aku? Jawab Rintik dingin.

  Biru tertawa, Rintik bingung dengan apa yang terjadi dipikiran Biru, apa yang lucu, atau ada yang salah dengan penampilan Rintik, Rintik menengok ke arah kaca jendela di café itu. Memang semuanya salah, rambutnya tak beraturan, bajunya kedodoran, Biru pasti menertawai hidupnya yang kini berantakan. “damn, kenapa gue harus ketemu Biru pas kayak gembel gini sih, anjrit” gumam Rintik dalam hati. Tapi setelah itu Rintik pura-pura stay cool “ada yang lucu?”, “gak ada, cuma lucu aja, semua hal tentang kamu masih sama kayak dulu” jawab Biru. “kamu apa kabar?” lanjutnya. “aku gak percaya, kamu ngomong kayak gak pernah terjadi apa-apa diantara kita, kamu lupa ingatan terakhir aku tentang kamu gak seindah itu?” Rintik menatap Biru tajam.