Contents
Teman Pakai Rasa
Keputusan
Dug! Dug! Dug!
Suara gedoran di pintu kamar Vano tak membuat Vano bergeming. Ia tetap tidur di atas kasurnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Vano hanya diam.
“Van, mau sampai kapan kamu ngurung diri sih? Ini udah 4 hari loh! Van!!! Keluar!! Mama yakin stok makanan kamu di kamar abis kan? Ayo, keluar!!!”. Risa terus teriak dan gdor pintu kamar Vano.
Cling! Mendadak ada notifikasi dari laptop Vano. Vano beranjak dengan lesu dan melihat notifikasi email yang memberitahukan bahwa ia lolos untuk short study fotografi di Inggris. Hal ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu Vano, tapi saat melihat itu ia malah merenung.
“Mungkin ini, ini jawaban atas semua keraguan gue setiap mau bilang cinta sama Riri. Jawabannya adalah gue harus pergi jauh dari Riri. Gue ga bisa gagalin pernikahan itu, karena hal itu kebahagiaan Riri”.
***
“What?? Inggris? 1 Tahun? Berangkat lusa???”. Fey terbelalak mendengar penjelasan Vano. Jojo menatap Vano serius. “Ini alesan lo aja kan buat kabur? Biar lo nggak dateng ke pernikahan Riri yang tinggal 2 minggu lagi?”.
Fey jadi geram. “Van, please! Hanya karena perasaan lo ke Riri, lo nggak harus pergi ninggalin kebahagiaan lo disini”.
“Gue pergi kan mau memperbaiki kehidupan gue. Balik dari sana gue bakal punya studio rekanan yang keren loh. Lo nggak bangga punya sahabat kaya gitu?”. Vano berusaha tetep ceria di depan Fey.
“Gue nggak butuh sahabat yang kabur cuma karena patah hati. Karena gue patah hati setiap hari dan gue bertahan disamping orang itu”. Fey menatap Vano. Jojo tegang, ia merasa bahwa saat ini sepertinya akan muncul huru-hara rasa. Vano terdiam, ia bingung. Vano menatap Jojo tapi Jojo cuma diam.
“Apaan sih lo Fey! Patah hati sama siapa sih lo, jatuh cinta aja nggak pernah kan!”. Ledek Vano untuk mencairkan suasana. Tapi Fey, Fey masih menatap Vano lekat-lekat, serius.
“Gue selalu jatuh cinta Van, setiap hari dan begitu juga patah hati, setiap hari. Sama lo!”
Jeeengg!! Vano terkesiap. Jojo mengusap wajahnya, ia harus menghadapi situasi canggung ini. Setelah sekian tahun tertahan, ternyata bom itu, ledakan itu, api itu berkorbar hari ini. Jojo benar-benar tak tahu harus apa ia memilih pergi dari cafe yang kebetulan saat itu sepi.
“Gue keluar. Gue kasih kalian privasi tapi please, gue harap persahabatan kita nggak berakhir begitu aja”. Jojo berlalu, seraya membalik papan open jadi close di pintu cafe.
Fey dan Vano masih berhadapan. Fey telah meneteskan air matanya, tak percaya akhirnya ia mengungkapkan perasaannya setelah sekian tahun. Vano yang masih tak bisa berkata-kata kemudian mendekatkan tubuhnya pada Fey dan memeluk erat Fey yang akhirnya terisak-isak dalam pelukannya.
“Maafin gue Van. Maafin gue!”. Fey membalas pelukan Vano.
“Perasaan lo, itu milik lo Fey. Gue nggak akan bisa minta lo berhenti atau terus. Gue cuma mau lo tahu, kalau lo itu adik gue, sahabat gue. Dan akan selalu begitu”. Vano turut menitikkan air matanya. Ia tak menyangka bahwa selama ini Fey merasakan patah hati karena dirinya yang mencintai Riri, tapi hatinya tak bisa begitu saja melupakan Riri sebagai cinta pertama dan cinta terpendamnya puluhan tahun ini.
***
Riri di kantor tampak banyak bermenung saat meeting dan Ega memperhatikan itu. Riri terus kepikiran pada Vano yang terkesan menghindarinya, Vano tak pernah begitu. Vano tak pernah tak menatapnya saat bicara. Vano bukan sosok yang meninggalkan dia begitu saja bahkan saat di depan pagar, Vano selalu berkeinginan mengantar Riri pulang dengan selamat.
“Kamu mikirin apa, dari meeting tadi kok bengong terus?”. Tanya Ega selepas meeting. Riri senyum, “Oh, itu ee aku kepikiran pernikahan kita tinggal 2 minggu lagi. Aku kaya masih nggak percaya”. Riri memaksakan dirinya bohong, Riri benar-benar tak enak hati pada Ega yang sangat baik padanya. 3 tahun Riri menjalani hubungan dengan Ega dengan kondisi hati terombang-ambing pada perasaannya, persahabatannya.
“Daripada kamu stress gitu, mendingan nanti malem kita dinner yuk?”. Ega mencoba membujuk Riri, Riri seketika menolak karena ia meyakinkan diri untuk menemui Vano malam ini.
***
Vano sudah siap packing, 2 koper besar sudah ada di hadapannya. Risa kaget. “Kenapa kamu reschedulenya malem ini banget si Van? Jadi buru-buru gini kan, mama sama papa belum beli apa-apa lagi buat persiapan kamu disana”. Risa kesal karena Vano sesuka hatinya memajukan jadwal penerbangannya ke London.
“Yah ma, semuanya kan udah disiapin disana sama panitianya. Udah mama nggak usah khawatir deh, papa pasti jagain mama. Ya kan pa?”
“Ya pasti, tapi paling mama kamu marah-marah terus kalau kamu nggak ada. Ibu-ibu kan gitu, kalau anaknya dirumah disuruh-suruh pergi, main kek, kerja kek ini lah itulah. Giliran nggak ada dirumah nanti dicariin terus”. Papa Vano tertawa meledek Vano dan Risa. Mereka akhirnya berangkat ke Bandara malam itu juga.
Vano memutuskan untuk berangkat diam-diam, ia teralu berat hati untuk menemui Riri, ia takut tak sanggup melihat Riri menangis, Riri pasti kehilangan, ya kehilangan sahabatnya yang tak bisa hadir di pernikahannya. Belum lagi Fey, Fey pasti akan menangis melepasnya jika lusa ia pergi.
“Aku akan bahagia untuk kebahagiaan kamu Ri, tapi aku nggak mungkin ada disaat itu. Aku cinta kamu Ri”. Vano menatapi rumah Fey dari depan halaman rumahnya.
Semua koper telah masuk bagasi, papa mamanya sudah di dalam mobil, tapi saat Vano mau masuk mobil. Riri muncul.
“Van! Mau kemana?”. Riri mendekat. Jeng! Vano benar-benar kaget. Risa mau keluar mobil. Vano langsung tahan pintu mobil, ia bicara pelan.
“Ma, mama di dalem aja. Mama sama papa jangan bilang Riri ya. Biar aku ngomong bentar sama Riri”. Papa mama Vano hanya mengangguk dan nurut.
Vano tarik Riri menjauh dari halaman rumahnya, Riri agak heran dengan sikap Vano, ia langsung konfrontasi.
“Kamu kenapa sih? Setelah berhari-hari telpon aku kamu reject, chat kamu read doang. Sekarang aku ke rumah malah ditarik keluar. Aku tuh mau ngomong sama kamu Van”.
“Ngomong apa? Ngomong disini aja”
“Aku ada salah sama kamu ya? Atau kamu tersinggung karena Ega makanya kamu kaya hindarin aku?”
Vano menarik nafas, ia malah tersenyum mencoba tenang. “Aku nggak tersinggung. Yang dibilang Ega bener. Aku tuh kalau deket kamu selalu bikin kamu kena masalah, kan dari zaman kita SMP kamu juga selalu kena hukuman karena aku. Kamu sebel terus deh sama aku, kamu lupa?”.
“Tapi kamu juga selalu gantiin aku kena hukum! Kamu selalu jagain aku! Aku nggak mungkin lupa bagian itu Van. Jadi, maaf ya kalau Ega bikin kamu kesel”.
“Udah, nggak usah dipikirin. Aku malah seneng Ega protektif sama kamu, berarti dia serius jagain kamu, aku percaya sama Ega”.
“Tumben banget, biasanya nyalahin Ega mulu. Eh iya, kamu mau kemana? Kok om sama tante rapih banget tadi? Trus kenapa aku ditarik kesini segala?”
“Oh, itu kita mau dinner keluarga, udah lama nggak. Mama kangen. Ya, karena mau buru-buru aja”. Vano menatap lama Riri. Riri akhirnya sedikit lega akhirnya Vano kembali menatapnya. Keduanya bertatapan sejenak diantara keheningan, lalu Syuttt!! Vano mendekap Riri. Riri sampai kaget, heran.
“Aku cuma mau kamu happy, kamu senyum. Sebagai sahabat kamu, aku akan dukung apapun pilihan kamu”. Riri dorong Vano lepaskan pelukannya. Riri pegang dahi Vano.
“Sehat kamu? Mendadak ngomong gitu, peluk-peluk segala. Ih, beneran deh aneh banget kamu dari sejak balik dari kantor polisi. Kesambet disana ya?”
“Hahaha.. Nggak kok. Yaudah, kamu pulang gih. Aku pergi dulu ya. Jangan kangen”
“Apaan sih, besok juga paling rusuh depan jendela kamu. Yaudah hati-hati ya, salam sama om dan tante”
Vano menatapi Riri yang beranjak menjauh sampai masuk ke dalam rumahnya. Vano mendadak berkaca-kaca.
“Goodbye Ri!”
***