Contents
Teman Pakai Rasa
Tak Terucap!
Taktik mengagalkan pernikahan Riri dengan berubah menjadi sosok yang dewasa dan mapan menyerupai Ega, ternyata gagal! Perubahan baik yang ia inginkan malah jadi kacau! Saing terbebani karena rencana pernikahan Riri, Vano yang menjalankan aktivitasnya sebagai freelancer fotografer malah bikin kacau. Alhasil bisnis yang harusnya menguntungkan itu malah jadi kacau karena ulah Vano yang bikin rusuh di acara prewed dan merusak berbagai properti, membuatnya harus ganti rugi ke couple yang menyewa jasanya. Ya, lagi-lagi Vano dapet nilai minus di mata Marin, yang tahu masalah ini karena Risa kepusingan keluarkan uang ganti rugi buat bantuin Vano. Huft!
***
“Gue ga paham lagi ya, bukannya bikin nama baik makin oke malah menurunkan derajat tau ga lo!”. Jojo duduk dihadapan Vano sambil banting segelas es teh buat Vano. Fey ikut duduk dan tepuk Jojo, belain Vano.
“Nggak usah sok ceramah lo, hidup lo aja derajatnya tau dimana tuh posisinya. Lagian, Vano nggak harus berubah untuk dicintai kok, gue yakin diluaran sana ada orang yang cinta sama Vano apa adanya”. Fey mendadak serius membahas itu. vano juga menatap Fey serius dan malah langsung melting lalu geser duduknya ke dekat Fey dan refleks peluk Fey dari samping.
“Aaaa.. Fey, lo emang sobi paling the best. Paling pengertian, nggak kaya ini ni!”. Vano langsung julurkan kaki jenjangnya ke Jojo, nendang becanda.
Jojo tepuk kaki Vano. Jojo jadi cemas, Jojo coba pasang senyuman fake. Jojo pikir kali ini, di kesempatan ini jangan-jangan Fey bakal bilang perasaannya sama Vano.
“Tapi, masa iya? Sekarang? Disini? Masa gue harus melihat api itu berkobar hari ini, duh takut!”. Jojo masih membatin sambil menatap Fey. Fey yang juga sibuk dengan pikirannya sambil tetap bertahan di pelukan Vano.
“Orang itu gue Vano, gue!”. Batin Fey berteriak, tapi nyatanya sunyi. Bibirnya tak bergerak. Jojo yang memperhatikan, paham. Pasti Fey membatin.
“Ah, aman. Api nggak akan berkobar. Masih aman, tapi nggak tahu kapan api itu akan tetep bisa ditahan”.
Jojo merasa sangat tak menyenangkan persahabatannya kini sejak Riri memutuskan untuk menikah dengan Ega. Sejak 2 minggu setelah acara lamaran, bahkan Riri belum sempat mengunjungi 3 sahabatnya ini dan hal ini pun bikin Vano galau makin akut! Setiap Vano alasan ngajak ketemu, Riri selalu sibuk ini dan itu. Riri sungguh tak memahami Vano yang rindu berat. Vano yang mencoba meneropong dari balkon kamar pun tak mendapatkan apa-apa.
Ternyata yang tidak diketahui ketiga sahabat itu, Riri sendiri mengalami hari-hari berat. Riri bimbang dengan pernikahan ini. Hatinya, ya hatinya masih terpaut pada Vano si laki-laki childish yang selalu menemani hari-harinya, sahabatnya yang usil dan bikin ribet hidupnya.
“Van, apa aku bener-bener harus menikahi Ega? Apa keputusan aku selama ini benar dengan menyimpulkan sendiri tentang perasaan kamu? Kenapa kadang aku merasa kamu mencintai aku, tapi kadang aku lihat kamu juga sangat mencintai Fey”. Riri larut dalam pikirannya sambil memainkan cincin di jari manis kirinya dan menatap ke arah foto kebersamaan Riri dan tiga sahabatnya.
***
Malam itu, Vano menunggui Riri pulang kantor. Vano mondar mandir di depan halaman rumah Riri sampai akhirnya muncul mobil Ega yang mengantarkan Riri. Jelas, seperti biasanya memang Ega dan Vano selalu cekcok kalau ketemu.
“Kayanya aku udah bilang deh sama kamu, aku nggak suka dia deket-deket kamu terus”. Ega langsung bete keluar dari mobil dan lihat Riri yang natapin Vano yang berdiri di depan mobil Ega.
“Nama gue Vano, bukan dia. Dan asal lo tahu, hampir separuh kehidupan Riri itu dijalanin sama gue, jadi ga akan bisa lo larang-larang Riri buat deket sama gue. Gue jauh lebih spesial dibanding lo!”. Vano jadi ngegas. Memang, emosinya selalu tinggi kalau berhadapan dengan Ega, pun begitu Ega. Ega cemburu terus untuk hal-hal tentang Ega.
“Mungkin separuh hidupnya sama lo, tapi sebentar lagi gue yang akan isi seluruh kehidupannya Riri. Gue calon suaminya, sahabat macem lo ga bakal bisa lagi modusin Riri”. Ega makin tersulut, keduanya makin adu bacot.
“Eh!!! Gue nggak pernah ya modus sama Riri, gue tulus sama Riri!”.
“Stop! Stop! Bisa nggak sih kalau ketemu tuh kalian ga kaya musuh bebuyutan? Udahlah, yang dipermasalahkan itu itu lagi. Ga, kamu pulang aja ya, aku mau ngomong sama Vano”. Ega terbelalak karena Riri malah ‘mengusir’ dirinya, Vano dibelakang Riri sontak happy dan berpose meledek Ega. Saat Riri tatap Vano, dia sok cool aja.
***
Vano dan Riri kini di taman bermain dekat komplek mereka. Riri duduk di ayunan sebelah Vano.
“Harus banget ngomong disini, malem-malem banyak angin lagi”.
“Kalau kamu masuk angin, tinggal kentut. Keluar kan anginnya!”. Vano nyengir. Riri jengkel. “Udah deh, kalau ga penting aku pulang!”.
“Iya, iya penting penting. Duduk lagi dong”. Riri yang tadinya beranjak dari ayunan, langsung duduk lagi menurut.
“Aku mau tanya sama kamu”. Vano pasang wajah serius, seketika suasana berubah. Riri yang tadinya santai mendadak deg-degan karena merasa apa saat itu Vano akan bertanya tentang perasaannya? Atau meminta Riri jangan menikah dengan Ega. Ya, sesungguhnya yang dinanti Riri untuk menghilangkan kebimbangan hatinya mungkin hanya dengan kata itu terlontar dari mulut Vano, sayangnya Vano tak akan bicarakan hal itu.
“Kamu kok nggak kasih aku undangan sih? Fey sama Jojo dapet trus tadi mereka pamer sama aku!”. Vano manyun, ia sebenarnya ingin bahas perasaannya, tapi nggak sanggup.
“Nggak! Nggak mungkin gue renggut kebahagiaan Riri sama Ega. Cinta gue buat Riri mungkin tulus, tapi kalau Riri risih sahabatnya cinta sama dia, mungkin dia jadi sedih kehilangan sahabatnya”. Vano hanya bisa membatin karena niatannya tak mampu ia laksanakan.
Ah, rasa. Rasa diantara mereka rumit sekali. Mendengar itu, Riri langsung menghela nafas panjang. Sebenarnya ia kecewa.
“Aku udah kirim kok undangannya”
“Kirim? Kemana? Kerumahku? Mana, nggak ada. Papa sama mama nggak kasih tahu aku”. Vano heran.
“Aku kirim via pos!”. Riri manyun.
“What?? Via pos? Ri, kamu kurang kerjaan apa gimana? Pos itu jaraknya 3km dari rumah kamu, sedangkan rumah aku, cuma 10 langkah dari pintu rumah kamu”. Vano geleng-geleng, nggak habis pikir dan terus tatap Riri mendesak penjelasan.
Vano beranjak dari ayunan sebelah, kini Vano duduk dihadapan Riri yang masih duduk di ayunan, Vano mendekatkan wajahnya ke Riri, tatap Riri. Degdegdeg! Riri merasakan degup jantungnya begitu keras. Riri jadi ikut menatap mata Vano lekat-lekat dan bertanya-tanya dalam hatinya.
“Aku juga nggak tahu Van, aku nggak tahu kenapa aku nggak berani kasih undangan itu langsung ke kamu. Aku nggak bisa se-casual itu bahas soal pernikahan aku ke kamu, seperti ke Fey dan Jojo. Aku bener-bener nggak bisa control rasa aku ke kamu seperti apa sekarang ini. Aku takut. Aku takut terus larut dalam bimbang dan Ega jadi tersakiti, tapi aku juga marah sama diri aku yang selalu nggak bisa memantapkan hati”.
Vano yang masih menatap, kini melayang-layangkan tangannya di depan wajah Riri.
“Halooo!!! Kok diem aja? Lagi ngebatin ya? Ngebatin apa deh, panjang banget bengongnya”. Tuing!! Buk! Riri malah toyor jidat Vano yang ada di hadapannya sampai Vano kejengkang.
“Terserah aku. Udah, aku mau pulang. Tunggu aja undangannya sampe. Dah!”. Riri langsung lari dari situ. Vano buru-buru bangun, ngejar dan panggil Riri. Keduanya saling kejar-kejaran ditemani suasana sunyi malam dengan lampu-lampu komplek yang menambah suasana kian hangat.
***