Try new experience
with our app

INSTALL

Different 

Part 4

"Aku ketemu dia ga sengaja, mas. Terus dia minta izin untuk duduk di meja aku karena liat aku sendirian, menurut kamu aku harus jawab apa selain mempersilahkan? Itu juga ga lama aku langsung pergi kok." Andin mencoba menjelaskan dengan suara lembut, berusaha menjaga agar suaminya tetap tenang.


 

"Bisa saya percaya sama kamu?" Al bertanya dengan tegas dan mengharapkan Andin juga mengiyakan dengan tegas.


 

"Iya, kamu harus percaya sama aku." Andin menjawabnya dengan tegas sambil menatap mata Al yang sedari tadi menatapnya tajam.


 

"Oke, saya pegang kata-kata kamu. Kamu istri saya, kamu harus ingat itu. Ketika saya sibuk, bukan berarti kamu bisa main gila di belakang saya." Al berkata dengan nada seolah mengancam.


 

Kalimat terakhir Al membuat Andin menjadi sedih, ia merasa dicurigai, tidak dipercayai, dan diintimidasi oleh suaminya. Namun tetap seperti biasanya, Andin hanya tersenyum dan mengangguk, dengan mata memerah, menahan air matanya agar tidak jatuh.


 

Al sudah sedikit tenang setelah meluapkan emosi yang disimpannya sedari tadi. Ia duduk di pinggir tempat tidur dan menghela nafas, sementara Andin masih berdiri di depannya.

Al mulai menjelaskan bagaimana ia tau bahwa Andin tadi bertemu dengan Nino di cafe.


 

"Tadi selesai meeting, saya dan Rendy mampir ke Standford Cafe. Rendy memesan makanan take away untuk kami makan siang di kantor. Saya menunggu Rendy di mobil, dari mobil ga sengaja saya liat kamu sama Nino. Saya mau tegur kalian langsung tadinya tapi saya pikir akan butuh waktu yang lama, sementara pekerjaan saya masih menunggu di kantor."


 

Andin tidak habis pikir, bagaimana bisa ketika Al melihat istrinya bersama pria lain ia masih tetap mementingkan pekerjaannya? Padahal Andin merasa sedikit senang sebelumnya karena dicemburui. Bahkan Al tetap pulang malam, biarpun tidak semalam biasanya. Jam normal pulang kantor adalah jam 5 sore. Bagaimana jika Andin dan Nino benar ada hubungan dan merencanakan hal yang lebih dari pada yang Al lihat tadi siang di cafe? Al tidak akan tau kan? Tapi jika Al langsung menegur mereka dan mengesampingkan pekerjaannya, tidak akan terjadi hal yang lebih dari itu.


 

Lagi, lagi, dan lagi, pada akhirnya Andin hanya diam biarpun batinnya sangat berkecamuk.


 

Setelah mendengar penjelasan Al bagaimana ia mengetahui bahwa Andin dan Nino bertemu tadi, Andin tidak menjawab apa-apa. Andin langsung berjalan ke kamar mandi, menyiapkan handuk dan mengatur suhu untuk suaminya mandi.


 

Setelah selesai ia kembali ke kamar, melihat Al sudah menyandarkan tubuhnya pada headboard tempat tidur sambil memijat pelipisnya sendiri.


 

"Mandi dulu, bersih-bersih. Udah makan malam belum?" Andin berucap sambil mengelus lembut rambut suaminya.


 

"Udah." Al menjawab singkat pertanyaan Andin dan langsung beranjak ke kamar mandi.


 

Andin tau suaminya itu pasti lelah, sebenarnya tidak ada salahnya jika Al mengambil waktu untuk beristirahat, tidak akan ada yang memarahinya, tapi si keras kepala itu tidak mau, ia tetap kekeuh dengan ambisinya.


 

..


 

Seperti biasa setiap pagi Al dan Andin sedang sarapan di meja makan, tiba-tiba Uya, satpam rumah datang kepada mereka untuk memberitahu bahwa ada seseorang yang datang mencari Andin.


 

"Pak bos, Bu bos. Ada yang cari Bu bos di ruang tamu."


 

"Siapa pagi-pagi?" tanya Al pada satpamnya itu.


 

"Katanya namanya Pak Nino, Pak bos."


 

Al langsung menatap tajam Andin, sementara Andin bertanya di dalam hatinya untuk apa Nino ke rumahnya pagi-pagi begini, Nino bahkan sudah membuat Al membentaknya semalam.


 

Al langsung berdiri untuk bertemu dengan Nino, diikuti dengan Andin yang menyusulnya. Andin bisa saja tidak mau menemuinya, tapi melihat Al seperti itu tentu Andin harus mengikutinya.


 

"Ada apa anda mencari istri saya?" tanya Al setelah berdiri di depan Nino, Nino yang semula sudah dipersilahkan duduk oleh Uya kini berdiri berhadapan dengan Al.


 

"Saya tidak ada urusan dengan anda, saya ada urusan dengan Andin." Jawab Nino santai melihat Andin berdiri di belakang Aldebaran.


 

"Beraninya kamu! Andin itu istri saya!" Al berucap dengan sangat tegas sambil memajukan tubuhnya semakin dekat dengan Nino, ia ingin marah tapi berusaha menahan agar tidak memberikan bogeman pada pria di depannya itu.


 

"Mas, udah." Andin dengan lembut menggenggam lengan Al, berusaha menahannya agar tidak tersulut emosi. Tapi Al masih dengan posisi dan ekspresi yang sama.

"Mas Al.." panggil Andin lagi, membuat Al sedikit mundur menjauhkan diri dari Nino.


 

"Kamu mau apa ke sini, mas?" tanya Andin kepada Nino agar pria itu lekas pergi dari rumahnya.


 

"Ini, sapu tangan kamu jatuh kemarin di cafe. Aku baru sadar setelah beberapa lama kamu pergi jadi udah ga kekejar." Jawab Nino menyodorkan sapu tangan Andin, yang tidak Andin sadari terjatuh kemarin di Stanford Cafe.


 

Al langsung meraih sapu tangan itu dari Nino.

"Terima kasih, sudah di terima, sapu tangan sudah kembali pada pemiliknya. Silahkan pergi urusan anda sudah selesai." Al berucap dengan nada tegasnya, tangannya masih digenggam oleh Andin, menahan suaminya agar tidak lepas kontrol. Andin tau bahwa emosi suaminya sangat mudah tersulut.


 

"Aku permisi, Ndin." Nino berpamitan pada Andin dan mengabaikan Aldebaran yang ada di sana.


 

Setelah Nino keluar dari rumahnya, Al menyodorkan sapu tangan Andin yang tadi diberikan oleh Nino dan melepaskan tangannya dari genggaman Andin.


 

Al langsung pergi ke meja makan untuk minum dan mengambil jasnya, diikuti oleh Andin dibelakangnya. Andin tau betul jika suaminya sedang marah kali ini.


 

"Sarapannya belum abis, mau di bawa ke kantor?" Tanya Andin masih mengikuti Al yang sudah melangkah meninggalkan meja makan.


 

"Ngga usah."


 

"Hati-hati, mas." Andin sedikit berteriak pada suaminya karena langkahnya sudah tertinggal cukup jauh.


 

Andin kembali masuk dan menuju ke ruang keluarga, ia duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya. Andin kembali menghela nafas panjang, sesuatu yang belakangan sering ia lakukan.


 

Hari ini jadwal Andin mengajar jam 10 pagi, jadi Andin bisa bersantai dulu sebentar sebelum berangkat ke kampus. Dering handphone nya berbunyi, membuat Andin menegakan tubuhnya untuk meraih handphone yang ada di meja di depannya.


 

Papa


 

Tertera nama papanya di sana, Surya Lesmana. Ayah kandung Andin yang kini tinggal di Surabaya karena membangun sebuah restoran di sana bersama partnernya.


 

"Hallo, pa." Dengan ceria Andin menyapa papanya diseberang telepon sana.


 

"Hallo, sayang. Papa ganggu kamu ga?"


 

"Ngga dong, pa. Masa papa ganggu aku sih."


 

"Takutnya kamu lagi ngajar atau lagi sama Al, kan papa gatau."


 

"Ngga, pa. Ada apa, pa?"


 

"Jadi sekarang kalau mau telepon anak papa harus ada apa-apa ya?"


 

"Ehe ngga, pa. Gimana kabar papa sama mama di sana? Aku kangen deh."


 

"Kami baik, nak. Kamu sama Al gimana? Papa juga kangen sama kalian."


 

"Baik juga, pa. Kapan papa pulang ke Jakarta? Biar kita bisa ketemu."


 

"Belum bisa dalam waktu dekat sayang, soalnya papa pegang restoran sendiri, jadi kalo papa tinggal nanti restoran ga jalan. Gimana kamu sama Al aja yang ke sini? Sejak kalian nikah, kalian belum ke sini lagi loh."


 

"Iya, pa. Nanti aku bicarain sama mas Al ya, kalau ada waktu liburan ke Surabaya."


 

Sepanjang obrolannya dengan papanya, Andin tidak berhenti tersenyum. Ia sangat mencinta lelaki itu, cinta pertamanya, pahlawannya, ia sangat rindu pada papanya. Sebelum menikah, Andin bisa sebulan sekali datang ke Surabaya menemui papanya dan kadang juga papanya yang pulang ke Jakarta untuk bertemu Andin.


 

"Iya, sayang. Oh iya nak, papa baca berita katanya perusahaan Al, PT Aldebaran Sejahtera, sedang melakukan pembangunan gedung baru dan mau launching produk baru Maharatu juga ya?"


 

"Iya, pa. Aku bangga sama mas Al."


 

"Papa juga bangga, nak. Tapi Al pasti jadi sibuk sekali kan, Ndin?"


 

Senyum Andin perlahan menghilang. Tapi tidak lama, ia segera mengembalikan senyuman dan keceriannya lagi untuk di dengar papanya.


 

"Sesibuk apapun mas Al, selalu ada waktu untuk aku, pa. Kita tetap punya jadwal untuk quality time berdua setiap minggunya."


 

"Bagus kalau begitu, papa seneng dengernya. Cepetan dong kasih papa cucu." Surya mulai menggoda anaknya.


 

"Haha iya, pa. Aku sama mas Al juga mau, cuma belum dikasih aja."


 

"Dicoba terus ya, sayang."


 

"Papa, apaan sih." Andin mulai tersipu dengan godaan papanya.


 

"Ga salah dong, sayang. Kan kalian udah 6 bulan menikah."


 

"Pa, udah dong jangan digodain terus anaknya." Andin mendengar suara seorang wanita di sana bicara kepada papanya, itu mamanya, Sarah.


 

"Iya, iya. Kamu sama Al sehat-sehat ya, sayang."


 

"Iya, pa. Papa sama mama juga ya. Mama ada di situ, pa?"


 

"Iya ini mama kamu dari tadi nguping terus minta gantian, katanya kangen juga. Nih kamu ngomong sama mama ya." Surya memberikan handphone kepada istrinya.


 

Beberapa waktu Andin dan Sarah mengobrol layaknya Ibu dan anak, sampai Andin tersadar ia ada jadwal mengajar sehingga harus mengakhiri panggilan dan berjanji akan telepon lagi nanti.


 

..


 

Setelah meeting mengenai produk baru Maharatu yang akan segera launching, Aldebaran meminta Rendy ke ruangannya untuk mengulas kembali hasil meeting.


 

"Saya rasa rangkaian produk baru Maharatu memang sudah siap untuk launching, Ren. Setelah ini kita tinggal fokus ke pembangunan gedung baru PT Aldebaran Sejahtera."


 

"Benar, Pak. Sebenarnya produk baru Maharatu sudah siap launching, hanya saja menurut saya ada satu hal yang kurang."


 

Aldebaran mengerutkan keningnya.

"Apa lagi?"


 

"Di internet, biasanya akan ada perbandingan dari brand A dengan brand B. Hal tersebut menjadi pertimbangan customer dalam membeli produk, apalagi rangkaian perawatan tubuh dan wajah."


 

"Iya saya tau, lalu? Bukannya tim sudah uji coba produk baru kita dengan produk dari brand Golden yang head to head dan memiliki rangkaian yang sama? Tinggal masukan hasil dari observasinya ke artikel dan naikan ke internet."


 

"Benar, Pak. Tim sudah uji coba menggunakan dua model dalam 14 hari, satu model menggunakan brand Golden dan satu model menggunakan Maharatu. Hasilnya memang menunjukan bahwa Maharatu lebih unggul biarpun harganya lebih mahal."


 

Aldebaran mendengarkan dengan seksama penjelasan asisten pribadinya yang cerdas dan detail itu.


 

"Tapi lebih baik lagi jika kita memiliki klaim bahwa ketika pengguna brand Golden migrasi ke Maharatu, mengakui bahwa hasilnya lebih bagus. Atau setidaknya ada penjelasan berdasarkan fakta, saat menggunakan brand Golden dan Maharatu di satu orang yang sama. Kita akan dapat kesempatan menarik perhatian para customer yang semula menggunakan brand Golden, kenapa harus berdasarkan fakta? Agar ketika mereka mencoba migrasi hasil yang ditunjukan memang nyata, sesuai dengan fakta, sehingga mereka akan loyal dengan brand kita dan tidak akan kembali ke brand Golden."


 

"Ide bagus, Ren. Kalau begitu kamu bisa minta model yang sebelumnya uji coba menggunakan brand Golden untuk menggunakan Maharatu selama 14 hari ke depan."


 

"Baik, Pak. Saya coba hubungi dulu modelnya sekarang."

Rendy langsung menghubungi model yang dimaksud sekarang juga, di depan Aldebaran. Rendy tau bahwa bosnya itu ingin semuanya cepat selesai, jadi Rendy pun harus bergerak cepat tanpa menunda.


 

Pembicaraan melalui telepon dengan model itu selesai, Rendy mengakhiri panggilan dan memasukan kembali handphone nya ke dalam saku jas.


 

"Gimana, Ren?"


 

"Dia sudah tidak menggunakan rangkaian produk dari Golden, Pak. Karena harganya terlalu tinggi, waktu itu dia menggunakan juga karena memang produknya kita yang berikan khusus untuk observasi. Jadi kita harus mulai dari awal lagi. 14 hari menggunakan Golden baru setelah itu 14 hari menggunakan Maharatu. Kalau kita cari orang yang sudah menggunakan Golden pun akan memakan waktu karena pasti mereka kalangan menengah ke atas yang tidak akan mudah tergiur dengan tawaran kita apalagi belum launching, mereka pasti akan khawatir dengan hasilnya."


 

"Kalau mulai dari awal 14 hari - 14 hari berarti launching yang sudah disiapkan harus diundur cukup lama, satu bulan."

Al berpikir seperti keberatan.


 

"Iya, Pak. Mau tidak mau, tapi jika kita bisa mendapatkan klaimnya dan menaikan artikelnya ketika launching maka bisa dipastikan customer kita akan lebih banyak dari prediksi sebelumnya."


 

Al diam, ia berpikir mempertimbangkan. Atau mencari alternatif lain. Brand Golden, Al mengingat sesuatu.


 

"Andin menggunakan brand Golden, Ren." Al memperlihatkan wajah yang sumringah, ia menemukan jalan keluar.


 

"Bu Andin?"


 

"Iya, saya ingat pernah antar Andin membeli rangkaian perawatan dari brand Golden. Sebentar.."


 

Al kembali berpikir, berusaha mengingat sesuatu.


 

Flashback on

"Mas, masuk sini bentar ya. Skin care aku abis." Andin menarik Al masuk ke sebuah outlet di mall yang terkenal karena memuat brand-brand skin care dan make up ternama.


 

Al menuruti calon istrinya kala itu, ia mengikuti Andin di belakangnya. Ada Maharatu juga terpampang di sana, tapi waktu itu produk yang di miliki Maharatu belum sesuai dengan kebutuhan kulit Andin.


 

"Maharatu belum punya skin care sama body care satu set serangkaian gitu ya?" Tanya Andin ketika melewati booth Maharatu di outlet itu. Al hanya menggeleng karena memang belum ada.


 

Andin berhenti di booth Golden, meneliti dari ujung rak ke ujung yang satunya. Seorang wanita yang menggunakan pakaian berlogo Golden menghampiri Andin yang terlihat kebingungan.


 

"Ada yang bisa saya bantu, mba?"


 

"Iya, ini saya lagi cari Golden Brightening Kit. Ada serangkaian lengkap ga di sini?" tanya Andin.


 

"Oh ada, mba. Sebentar." Wanita tadi mengeluarkan sebuah kotak yang terlihat mewah, menaruhnya di atas meja kaca di depan Andin. Kemudian membukanya.


 

"Ini, mba. Lima body care dan delapan skin care." Ucap wanita itu sambil menunjukan isi dari kotak yang ia keluarkan tadi.


 

"Iya, yang ini. Saya ambil ini ya."

Flashback off


 

"Lima body care dan delapan skin care, brightening kit. Benar yang itu, Ren?"


 

"Iya, benar Pak. Golden Brightening Kit itu yang head to head dengan Maharatu Beauty Kit, jumlah rangkaiannya sama dan terdiri dari jenis yang sama. Hanya saja ingredients kita lebih unggul."


 

"Kalau begitu Andin aja."


 

"Bapak yakin?"


 

"Kenapa harus tidak yakin? Ini akan bagus juga untuk Andin."


 

"Baik kalau begitu, Pak. Besok saya akan mintakan satu set Maharatu Beauty Kit untuk dikirim ke sini."


 

"Tapi kalian sudah pastikan semuanya aman untuk semua jenis kulit termasuk kulit sensitif kan?"


 

"Iya, Pak. Setelah beberapa kali revisi waktu itu, akhirnya kami menemukan formula-formula yang bisa digunakan oleh semua jenis kulit, termasuk kulit sensitif."


 

"Tidak ada ingredient yang bentrok antara Golden dan Maharatu kan? Jadi bisa dipastikan juga ketika pengguna Golden migrasi ke Maharatu tidak akan terjadi masalah pada kulit?"


 

"Tidak, Pak. Tim sudah meneliti setiap detail ingredient yang terkandung di dalam Golden maupun Maharatu, semuanya tidak ada yang bertolak belakang. Bahkan sebenarnya jika digunakan bersamaan pun akan aman."


 

"Jika terjadi sesuatu pada Andin, kamu orang pertama yang kena sama saya ya Ren."


 

Rendy sedikit terkejut, kenapa harus dia? Tapi dengan keyakinannya bahwa produk ini memang aman dan sangat berkualitas Rendy hanya mengangguk dan mengiyakan.

"Iya, Pak."


 

"Kalau begitu kita tunda launching kita selama 14 hari, kamu sampaikan pada tim dan agency ya."


 

"Pas 14 hari, Pak? Apa tidak ada jeda sebentar untuk menyusun hasil observasi dan artikelnya?"


 

"Mau ditunda berapa lama lagi, Ren? 14 hari aja udah terlalu lama, hasil observasi biar saya yang urus. Setelah saya selesai, kamu langsung kasih ke media yang relevan, bayar mahal supaya dia bisa cepat susun artikel dan menaikannya tepat waktu."


 

"Baik, Pak." Rendy hanya mengangguk menyetujui bosnya itu.


 

"Ya udah, kamu bisa kembali ke ruangan kamu."


 

"Baik, Pak. Saya permisi."


 

"Iya. Terima kasih, Ren."


 

..


 

Hari ini Al kembali pulang malam seperti biasa, ketika masuk ke kamarnya ia melihat Andin sudah tidur. Al langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan ganti pakaian.

Setelah siap untuk tidur, Al langsung naik ke tempat tidurnya. Masuk ke dalam selimut yang sama dengan Andin, tapi tidak langsung merebahkan dirinya. Ia bersandar di headboard tempat tidur di samping istrinya, meperhatikan detail wajah Andin, cantik, tanpa di sadari Al tersenyum. Perlahan tangannya terangkat mengelus lembut seluruh bagian wajah Andin. Andin merasa terusik dengan sentuhan yang diberikan suaminya pun terbangun dan terkejut melihat suaminya.


 

"Mas, kenapa?" Tanya Andin langsung mencoba bangun dari tidurnya membuat tangan Al yang semula di wajahnya terlepas, ia takut Al sedang membutuhkan sesuatu.


 

"Ngga, kok bangun?" Tanya Al lembut setelah menjawab singkat pertanyaan Andin.


 

"Kamu laper?" Tanya Andin lagi, karena tumben suaminya membangunkannya ketika pulang kantor padahal Al tidak bermaksud membangunkannya.


 

"Ngga, Andin. Udah tidur lagi." Al mengusap rambut Andin sekilas lalu merebahkan dirinya dan tidur.


 

Andin belum tidur kembali, ia menatap suaminya. Bibirnya mengulas senyum meskipun ada sedikit kerutan bingung di dahinya. Padahal tadi pagi Aldebaran berangkat ke kantor dalam keadaan marah karena Nino.


 

..


 

Pagi ini Al bangun lebih dulu dari Andin, tapi ia tidak langsung beranjak dari tempat tidur. Ia membalikan badannya menghadap Andin. Kini wajah Al sangat dekat dengan wajah Andin, membuat Al bisa dengan jelas memperhatikannya, memperhatikan setiap detailnya.


 

Al kemudian menyadari ternyata ia merindukan istrinya itu. Cantik, sangat cantik, tidak pernah berubah, batin Al berbicara. Jemari Al kini sudah berada di wajah istrinya, mengusap setiap bagian dan merasakan kelembutan kulitnya.


 

Andin membuka matanya, melihat Al tersenyum di depan wajahnya, sesuatu yang Andin rindukan, tidak grasak-grusuk terburu-buru dan mengomel seperti yang biasa terjadi belakangan ini. Andin membalas senyuman suaminya.


 

"Bangun, nanti terlambat ke kantor." Ucap Andin dengan nada ala Andin, halus dan lembut, sambil mengelus tangan Al yang masih menempel di pipinya.


 

Al langsung bangun terduduk dan mengulet sebentar, sementara Andin langsung beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi mengatur suhu shower untuk suaminya mandi.


 

"Suhunya aku set lebih tinggi biar cepet panas, kalau kepanasan turunin aja ya." Pesan Andin sekaligus bermaksud menyuruh Al lekas mandi. Kemudian Andin berlalu keluar kamar untuk ke dapur, kali ini ia akan menyiapkan roti lagi untuk Al karena Al bangun lebih dulu. Al tidak akan suka menunggu Andin lama memasak, yang ada pria itu tidak akan sarapan dan langsung berangkat ke kantor.


 

..


 

"Kamu ngajar jam berapa?" Tanya Al sambil mengunyah rotinya.


 

"Hari ini jam 2 siang."


 

Andin merasa Aldebaran kembali menghangat. Apakah suaminya itu sudah sadar? Atau memang sedang tidak sibuk? Atau proyeknya sudah hampir selesai? Atau ada kemungkinan lain? Tapi Andin tidak memikirkannya terlalu larut, yang Andin tau ia senang karena suaminya sudah pelan-pelan kembali.


 

"Udah abis, saya berangkat ya." Al berdiri dari kursinya dan disusul Andin yang meraih tangan Al untuk dicium. Al tidak langsung melepaskan tangannya, ia menyempatkan untuk mengelus dulu punggung tangan istrinya yang halus itu.


 

"Hati-hati, mas." Pesan Andin terus tersenyum.


 

"Iya." Al membalas dengan senyumnya juga kemudian berlalu.


 

Andin terus tersenyum sambil membereskan meja makan, ia merasa bahagia pagi ini.


 

..


 

"Gimana Ren kamu udah jadi minta set Maharatu Beauty Kit dari pabrik?" Tanya Al yang kini sudah berhadapan dengan Rendy di ruangannya.


 

"Sudah, Pak. Akan dikirim siang ini dan kemungkinan sampai paling lambat sore karena jalanan puncak seperti yang kita tau sendiri, macet."


 

"Baik, saya tunggu."


 

"Iya, Pak."


 

"Terus gimana untuk acara launchingnya? Udah diatur kan buat mundur 14 hari?"


 

"Iya, sudah Pak. Saya sudah sampaikan ke tim marketing dan agency, untungnya kita belum sebar invitation resmi."


 

"Bisa kamu tolong buatkan saya agenda Road to Maharatu New Product 's Launching? Jadi apa saja persiapan yang akan dilakukan tim dari mulai hari ini sampai hari-H nanti dan juga jangan lupakan agenda saya yang dibutuhkan untuk event ini."


 

"Baik, Pak. Akan saya buatkan. Mungkin lebih baik saya buatkan terpisah ya Pak antara agenda Bapak dan agenda tim, jadi bisa lebih terpetakan."


 

"Iya, kamu atur bagaimana baiknya."


 

"Siap, Pak. Saya permisi kalau begitu, akan langsung saya kerjakan permintaan Bapak."


 

"Terima kasih, Ren."


 

..


 

"Permisi, Pak."

Rendy masuk dengan sopan ke ruangan Aldebaran, tangannya membawa sebuah paper bag dan beberapa map.


 

"Iya, Ren. Duduk."

Al mempersilahkan Rendy untuk duduk, kemudian Rendy menaruh barang-barang yang ia bawa ke meja di depan Aldebaran dan mulai menjelaskan satu persatu.


 

"Pak, ini ada dokumen penggantian tanggal launching produk baru Maharatu, memerlukan tanda tangan Bapak sebagai tanda disetujui."


 

Al mengambil pulpen di saku bajunya, meminta selembar dokumen tadi kepada Rendy, membacanya sebentar, dan menandatanganinya.


 

"Ini agenda yang tadi pagi Bapak minta." Rendy memberikan dua map berbeda warna kepada Al dan Al langsung membukanya.


 

"Yang kuning itu agenda tim, Pak."

Rendy diam melihat Al sedang membaca, tidak ingin mengganggu fokus bos nya. Kemudian Al menaruh map kuning tadi dan mengambil map hijau.


 

"Yang itu agenda Bapak. Sebenarnya jika untuk launching Maharatu semua sudah selesai Pak, tinggal dieksekusi saja oleh tim karena semua sudah mendapat persetujuan Bapak sebelumnya. Di situ saya hanya menulis judul dengan sedikit deskripsi dan memetakan tanggal selama 14 hari dimulai dari besok untuk Bapak observasi hasil dari penggunaan Maharatu Beauty Kit setelah sebelumnya menggunakan Golden Brightening Kit."


 

"Oke, terima kasih Ren. Kita fokuskan dulu agenda terdekat perusahaan ya yaitu launching produk baru Maharatu. Ini harus menjadi sangat sempurna. Tapi tetap jangan sampai abai dengan pembangunan gedung baru, atau kita rugi triliunan rupiah."


 

"Baik, Pak." Rendy tersenyum mendengar ucapan bos nya yang percaya diri dan penuh ambisi.

"Dan ini, Pak. Satu set Maharatu Beauty Kit." Rendy kali ini menyerahkan paper bag cantik yang juga dibawanya bersama map-map itu tadi.


 

Al membuka paper bag itu dan mengeluarkan sebuah kotak yang terlihat mewah, dengan aksen gold dan silver mendominasi. Melihat kotaknya saja orang-orang pasti sudah tau bahwa harganya tidak main-main.


 

Al membuka kotak itu, ada tiga belas produk dengan packaging yang berbeda tapi semuanya sangat cantik dan memberikan kesan mewah.


 

"Saya tanya kamu sekali lagi, ini aman kan untuk Andin?" Al bertanya memastikan, tidak ingin terjadi apapun pada istrinya.


 

"Aman, Pak. Saya bisa pastikan." Rendy sangat yakin, karena ia tau semua tentang produk-produk itu dan hasil ujinya dari awal sampai siap launching seperti saat ini.


 

"Kamu bisa buat janji dengan dokter kecantikan yang terlibat dalam pembuatan produk baru Maharatu ini? Minta dia datang ke sini besok."


 

"Bisa, Pak. Tapi untuk apa?" Tanya Rendy bingung.


 

"Saya perlu mempelajari beberapa hal dari dia supaya bisa lebih mengerti dan memahami kondisi kulit, jadi ke depan saya bisa dengan mudah mengetahui perubahan-perubahan apa yang terjadi pada kulit Andin setelah menggunakan Maharatu Beauty Kit. Apalagi dengan kondisi kulit Andin yang menurut saya sudah sempurna, jadi mungkin akan sulit dikenali perubahannya."


 

"Oh baik, Pak. Saya akan minta kontaknya ke Felly dan menghubungi dokter Sisca segera."


 

"Iya, sana kamu langsung temui Felly saja biar cepat, takut nanti dokter itu keburu ada janji dengan orang lain atau pasiennya."


 

"Iya, baik Pak. Kalau begitu saya permisi."


 

"Terima kasih, Ren."


 

..


 

Al melangkahkan kakinya menuju ke ruang makan, sampai di ruang makan ia melihat Andin sedang menyuap makanan. Andin tersedak ketika melihat Al datang, ia terkejut suaminya sudah pulang jam segini.


 

"Uhuk.. uhuk.."


 

"Ini minum, minum." Al yang panik langsung memberikan air yang baru saja ia tuang untuk dirinya sendiri kepada Andin. Lalu berjalan ke belakang Andin untuk menepuk pelan punduk Andin.


 

"Kamu udah pulang, mas?" Tanya Andin tidak percaya setelah kondisinya kembali normal.


 

Al berjalan untuk duduk di kursi depan Andin.

"Ya emang yang kamu liat ini siapa?" Kata Al menuangkan air ke dalam gelasnya, kali ini betulan untuk dia sendiri.


 

Andin tersenyum, ia senang melihat Al duduk bersamanya ketika makan malam. Sudah lama rasanya tidak seperti ini.

Andin mengambil satu dari beberapa piring bersih yang bertumpuk di meja itu dan menaruhnya di depan Al, kemudian mulai menyendokan makanan ke piringnya.


 

Al memakan makanan yang sudah disediakan oleh Andin, berbeda dengan Andin yang menghentikan aktifitas makannya. Ia terus memandangi suaminya, suami yang ia rindukan padahal setiap hari bersama.


 

"Heh, makan. Kenapa ngeliatin saya?"

Al menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh istrinya. Andin tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan kembali melanjutkan makannya dengan perasaan bahagia.


 

..


 

Setelah Al membersihkan dirinya dan berganti pakaian, kini ia dan istrinya sedang duduk bersebelahan di tempat tidur sambil menyender pada headboard yang terasa empuk itu.


 

"Saya ada sesuatu buat kamu." Al meraih paper bag yang tadi ia serahkan pada Kiki untuk ditaruh di nakas kamar mereka.


 

"Ini apa, mas?" Tanya Andin melihat sebuah paper bag yang ditaruh Al di depannya kini, Andin tidak menyadari ada paper bag itu di nakas tadi.


 

Al mengeluarkan kotak Maharatu yang didapatnya dari Rendy tadi siang.


 

Maharatu Beauty Kit

Adwitya


 

Andin membaca tulisan timbul yang ada di atas kotak itu. Andin bisa menebak kalau itu adalah produk dari PT Aldebaran Sejahtera.


 

Al kemudian membuka box tersebut, memperlihatkan tiga belas produk di dalamnya.


 

"Ini buat kamu, di luar sana sudah banyak antrian yang menunggu produk ini launching, setelah launching pun akan limited, tapi saya mau kamu jadi yang pertama punya."


 

Andin tersenyum, ia merasa dispesialkan oleh Al. Al memperhatikannya sampai ke skin care dan bahkan Al tidak melupakan Andin setelah salah satu proyek PT Aldebaran Sejahtera ini yang membuatnya mengacuhkan Andin selama ini selesai.


 

"Terima kasih, mas." Andin tersenyum menatap suaminya.


 

"Mulai besok ganti perawatan kamu dengan Maharatu ya, saya bisa pastikan ingredients Maharatu lebih unggul daripada brand Golden yang kamu gunakan."


 

"Tapi punya aku yang Golden masih ada, mas. Aku abisin dulu ya, nanti kalau udah abis baru aku ganti ke Maharatu."


 

"Kamu ragu untuk ganti, Ndin? Kamu ga percaya sama saya?"


 

"Mas, bukan begitu. Aku percaya sama kamu, kamu ga mungkin kasih sesuatu yang bisa merusak aku atau melukai aku kan. Tapi memang punya aku masih ada."


 

"Kalau begitu, saya minta kamu mulai besok pakai Maharatu ini. Kamu bisa kasih Golden kamu ke Kiki atau ke Uya, terserah kamu."


 

Andin berpikir mungkin Al ingin merasa dipercaya oleh Andin melalui Maharatu dan Al akan sangat bangga pada dirinya sendiri jika istrinya pun turut menggunakan produk yang diperjuangkannya sangat keras belakangan ini. Tidak sama sekali terlintas dipikirannya jika ia dijadikan suaminya itu objek observasi.


 

"Iya, iya mas." Andin mengiyakan, tidak ingin berdebat dan membuat kesal suaminya yang baru mulai menghangat lagi ini. Senyuman tidak pernah lepas dari bibirnya.


 

Andin mengambil kotak Maharatu dan kembali memasukannya ke paper bag, membawanya turun dari tempat tidur kemudian menyimpannya di meja rias.

Andin kembali ke tempat tidur, kembali duduk di posisi sebelumnya. Al merengkuh Andin, membuat Andin bersandar pada tubuhnya. Andin mendongak sedikit agar bisa melihat wajah suami tampannya itu, dengan posisi seperti ini pula Al bisa dengan jelas memperhatikan wajah Andin.


 

Al memutar matanya mengelilingi setiap bagian wajah Andin yang sedari tadi matanya menatap pada Al.


 

Pandangan mereka kini bertemu, mereka saling membalas senyum dan Al mulai mengelus lembut pipi Andin. Sesuatu yang harusnya terjadi di antara suami istri pun akhirnya terjadi. Tapi Al harus tetap pada kesadarannya saat ini agar ia bisa memahami dan mengetahui dengan detail bagaimana kulit Andin saat ini, sebelum menggunakan produk Maharatu.


 


 


 


 

to be continue..