Try new experience
with our app

INSTALL

Rasa Ini Masih Sama 

BAB 4

Keluarga Aldebaran diterima dengan hangat di keluarga Aditya. 

"Anggep aja rumah sendiri ya mbak Andin... " Kata Jihan sambil mengantarkan Andin ke kamarnya. 

"Makasih ya... " Sahut Andin dengan terharu.

Semenjak Aldebaran dan Jihan berkomunikasi lagi sekitar 13 tahun yang lalu, setelah Jihan membantu menyelesaikan kasus pembunuhan Roy. Andin dan Jihan memang menjadi teman akrab. Mereka seringkali berbagi cerita satu sama lain dan banyak hal lagi yang mereka lakukan bersama, seperti shopping bareng, liburan bareng dll. 

Rumah Jihan terdiri dari 3 bagian. 2 bagian utama dan 1 bagian pendukung. Kamar untuk Aldebaran dan keluarganya berada di bagian ke 2 rumah ini, tepatnya ada di bagian tengah bangunan. Tiap bagian bangunan ini terhubung oleh sebuah koridor. Disamping kanan dan kiri koridor itu terdapat sebuah taman yang indah. 

Rumah yang bergaya arsitektur modern ini terasa sangat nyaman, apalagi dengan nuansa alamnya yang begitu kental. Andin bisa membayangkan betapa nyamannya tinggal di rumah ini. Meskipun dia sedih karena harus meninggalkan rumahnya, tapi setidaknya dia bisa merasakan nuansa baru, berbeda dengan rumahnya dulu yang berarsitektur klasik.

Setelah menyusuri rumah Jihan, akhirnya mereka berdua pun sampai di depan kamar yang akan ditempati oleh Aldebaran dan Andin. 

"Sudah sampai.... " Kata Jihan, "Ini kamar buat mbak Andin sama Al." Lanjutnya sambil membukakan pintu kamar itu. 

Andin menengok kedalamnya. Matanya mengelilingi kamar itu, kamar bergaya modern itu terlihat sangat nyaman. 

 

Andin merasa senang karena Jihan sebaik ini pada keluarganya. 

"Wah... Bagus banget Jihan kamarnya. Makasih ya..." Sahut Andin. 

"Hehehe, iya mbak sama-sama." Jawab Jihan. 

Jihan pun menoleh pada anak-anak Andin yang dari tadi mengekor dibelakang mereka berdua, "Oh iya mami hampir lupa sama anak-anak ganteng dan cantik ini. Hehehe."

Anak-anak Aldebaran dan Andin hanya tersenyum-senyum. Sebenarnya mereka dari tadi sudah menunggu kapan mereka ditunjukkan kamarnya. Karena Jihan dan Andin sepanjang jalan mengobrol jadi jalannya cukup lambat, mereka sudah tidak sabar untuk segera merapikan pakaian dan setelah itu pergi bermain.

"Anes, kamu tahu kamar yang ada disebalah kamar Kia?" Tanya Jihan pada Anes. 

Anes mengangguk. 

"Kamu pakai kamar itu ya, kamu bisa kesana sekarang." Kata Jihan sambil mengusap puncak kepala Anes. 

"Okeh mami, makasih." Jawab Anes dengan senyuman lebar. 

"Yah... Sial! Bisa nggak sih gue tukeran kamar sama Anes." Gumam Alden dalam hati.

"Untuk Alden, Alexis dan Athala. Kamar kalian ada disebelah sini." Kata Jihan sambil menunjuk kamar-kamar yang letaknya berjejer berhadapan dengan kamar Aldebaran dan Andin, "Ada tiga kamar, kalian bebas tentuin mau pilih kamar yang mana." Lanjut Jihan. 

"Okeh, makasih mami." Jawab Alden. 

Jihan mengangguk, "Sama-sama." Katanya sambil tersenyum. Lalu Jihan mengantarkan Andin masuk ke kamarnya. 

"Atha kamu pakek yang ini." Kata Alden sambil menunujuk sebuah kamar yang letaknya tepat berhadapan dengan kamar Aldebaran dan Andin. 

Athala tidak terima, "Huh, kenapa? Aku nggak mau disini. Aku maunya dikamar yang paling ujung, yang disana tuh... " Kata Athala sambil menunjuk kamar yang paling ujung. 

"Nggak boleh kakak maunya yang disana." Sahut Alden. 

"Kamu itu kamar ini aja, biar kalo malem-malem pas takut tidur sendirian, nggak jauh-jauh larinya ke kamar mama." Lanjut Alden. 

"Tapi yang disana itu pemandangannya lebih bagus, ada jendela besar yang langsung ke taman. Atha suka." Kata Athala dengan keras kepala. 

"Ribut aja lu berdua, gue masuk dulu kekamar gue." Kata Alexis yang kemudian bergegas masuk ke kamar yang ada ditengah. Alexis memang tidak suka terlibat dalam keributan-keributan kecil semacam ini. Pikirnya itu membuang-buang waktu saja. 

"Adek itu harus nurut ya sama kakanya." Kata Alden sambil tersenyum menyeringai.

Seketika wajah Athala berubah menjadi kesal, "Selalu seperti itu, seharusnya kan yang mengalah itu kakak, bukan adik." Sahut Athala. 

"Udahlah kamu dikamar ini aja, biar deketan sama kamar mama, papa." Paksa Alden. 

Pikirnya bagaimanapun caranya dia harus dapat kamar yang letaknya paling ujung itu, karena setahu dia, Kia setiap sore akan berlatih dance di ruangan yang letaknya tepat disebrang kamar itu dan tentunya hal tersebut akan menjadi pemandangan yang indah nantinya.

"Yaudah, Atha dikamar ini deh." Kata Athala dengan cemberut. 

"Nah, gitu dong. Adek yang baik... Ntar kakak beli in coklat deh. Heheh." Kata Alden sambil tersenyum puas. 

Athala masuk kemarnya dengan wajah cemberut dan kesal. 

"Untung si Ale nggak tau tentang ini, bisa-bisa gue rebutannya sama si Ale bukan Atha. Kalo Atha kan gampang tuh bujuknya." Gumam Alden sambil mengangkat kopernya menuju ke kamarnya.

Alden pun masuk ke kamarnya, dibukanya pintu kamar itu, "Cocok nih kamarnya. Hehehe, posisi yang pas." Katanya senang sambil menatap kearah dinding kaca yang ada dikamar itu. 

 

Tepat diseberang kamarnya adalah ruangan yang biasa digunakan Kia untuk latihan dance atau Kia biasa menyebutnya dengan studio. Ruangan itu terlihat jelas dari kamarnya. Ruangan yang juga berdinding kaca, sehingga siapapun leluasa dapat melihat kedalamnya. 

 

---

-Sore Harinya-

Jihan dan Andin sedang di dapur, mereka berdua sedang menyiapkan makan malam. Alexis dan Alden juga ada di tempat itu, mereka berdua duduk-duduk santai di meja makan.

 

Alden dari tadi sibuk keluar masuk melihat ke arah luar, entah apa yang sedang dicarinya, Alexis juga tidak tahu. 

"Eh lu ngapain sih? Mondar mandir, keluar masuk. Lu nyari apa?" Tanya Alexis penasaran.

"Kepo deh." Jawab Alden.

Tidak lama kemudian Kia datang ke dapur, "Mami, miss Angeline udah dateng. Aku latihan dance dulu ya." Kata Kia sambil mencomot apel yang ada dikeranjang buah diatas meja makan. 

Seketika pandangan mata Alden dan Alexis tertuju dan mengikuti Kia. Kia hanya melirik mereka berdua dan tidak memperdulikannya lagi.

"Oke. Ajak Anes sekalian sayang, siapa tau dia mau kan." Sahut Jihan. 

"Sudah pasti itu, dia juga udah di studio kok." Jawab Kia. 

"Oh iya mi, bik Inah nanti suruh nganter minuman yaa..." Lanjut Kia. 

"Oke, nanti mami suruh bik Inah nganterin minumannya. Semangat latihannya ya sayang..." Kata Jihan. 

Lalu Kia pun pergi meninggalkan dapur untuk menuju ke studio. Bersamaan dengan itu, Alden pun langsung bergegas berdiri dari kursinya dan berlari menuju kamarnya. Alexis hanya melihat kelakuan aneh saudara kembarnya itu, tapi dia tidak peduli dengan hal itu. 

Setelah Kia, kini Atha juga datang ke dapur. Namun dia datang sambil merengek.

"Hei, kenapa sayang?" Tanya Andin. 

"Atha kesel sama Kak Kavin ma." Jawab Atha sambil sesenggukan.

"Kesel kenapa? Bukanya tadi kalian berdua lagi nge game ya?" Tanya Jihan. 

"Atha nangis gara-gara dia kalah main game." Sahut Kavin yang tiba-tiba muncul juga di dapur. Kavin mengambil tempat duduk di sebelah Alexis, sambil mencomot pisang didepannya dia duduk dengan santai. 

Sementara itu Atha masih memeluk Andin sambil menangis. 

"Aku sebenernya nggak kalah, tapi kak Kavin yang curang." Kata Atha kesal.

"Kavin....apa bener begitu?" Tanya Jihan dengan tatapan tajam. 

Kavin memutar bola matanya, "Astaga... Drama apa lagi yang dia buat untuk ini."

"Aku nggak main curang mi. Dia aja emang yang kalah." Lanjut Kavin.

"Tapi itu komputemu kan, bisa saja kamu mengaturnya agar kamu selalu menang." Sahut Athala kesal. 

Kavin mendengus kesal, "Terserah deh lu mau ngomong apa."

Jihan menghampiri anaknya, "Atha kan lebih muda dari kamu, kamu harus ngalah ya. Ini cuma game biasa kok, bukan sesuatu hal yang harus diributkan. Membuat orang lain senang itu nggak masalah kan." bisiknya pada Kavin agar perdebatan ini berakhir. 

"Astaga mi, bahkan aku udah main dengan mode auto player. Aku nggak mainin stick gameku sama sekali, tapi dia tetap kalah mi. Dia aja emang yang nggak bisa main." Jawab Kavin dengan suara pelannya.

Disamping iu Andin juga memberikan pengertian pada anaknya, "Hey Atha, dengerin mama." Andin menunduk dan memposisikan dirinya agar sejajar dengan Atha, "Main game itu tujuannya untuk apa?" Tanya Andin dengan lembut. 

"Untuk bersenang-senang." Jawab Atha. 

"Yups betul!" Sahut Andin sambil mencolek hidung Atha, "Untuk bersenang-senang, agar yang main itu happy. Jadi main game nggak perlu sampek dibawa kesel, dibawa happy aja. Menang kalah itu nggak masalah, namanya juga kan untuk bersenang-senang." Lanjut Andin memberi penjelasan. 

Sepertinya Athala mulai bisa menerima penjelasan itu, tangisnya sudah mulai berhenti, "hmm... Gitu ya ma." Katanya pelan. 

"He'em," Sahut Andin sambil mengangguk, "Sekarang minta maaf dulu ke Kavin." Lanjut Andin. 

Athala menatap Andin. 

"Kamu udah bikin dia kesel kan. Ayo sekarang minta maaf, kalian kan teman." Kata Andin. 

Lalu Athala pun menghampiri Kavin. 

"Kak Kavin maafin aku ya. Aku janji nggak bakal kesel-kesel lagi kok kalo kalah main game." Kata Atha. 

"Iya." Jawab Kavin singkat. 

"Tapi Kakak masih mau main sama aku kan?" Tanya Athala antusias. 

"Iya." Jawab Kavin singkat lagi. 

"Yes!" Kata Athala senang. 

"Sudah aku bilang berkali kali jangan pangil aku kakak. Kita ini seumuran tau." Sahut Kavin. 

"Tapi kamu kan kelas 5 aku kelas 4. Jadi aku sudah benar memanggilmu kakak." Jawab Atha dengan wajah polos, "Kalo aku cuma panggil kamu pakai nama itu tidak sopan." lanjut Atha.

Alexis yang duduk disebelah Kavin hanya tersenyum-senyum geli melihat perdebatan lucu antara Kavin dan Athala. 

Kavin mendengus kesal, "Terserah, yang penting jangan panggil aku kakak ditempat umum. Aku merasa tua kalau kamu panggil seperti itu. Bahkan tahun lahir kita aja sama, bisa-bisanya kamu panggil aku kakak." gerutu Kavin. 

"Iya memang tahun lahir kita sama, tapi kan kamu duluan yang lahir. Kata mamaku kita itu beda 4 bulan. Jadi aku akan tetap manggil kamu kakak." Sahut Athala. 

Kavin memilih untuk diam, karena kalau dilanjutkan pasti ini akan menjadi panjang nantinya. Kavin pun turun dari kursinya dan pergi keluar dapur. 

"Mau kemana?" Tanya Athala sambil mengekor dibelakang Kavin. 

"Mau main ke tempat kuda." Jawab Kavin singkat. 

Yups! Dibelakang rumah Jihan memang ada tempat khusus kandang kuda sekaligus lapangan pacunya. Terdengar agak berlebihan memang, tapi untuk kelas konglomerat itu adalah hal biasa. 

"Apa aku boleh ikut?" Tanya Athala dengan mata berbinar-binar. 

"Boleh aja kalo kamu mau." Jawab Kavin. 

"Apa nanti kita akan naik kuda?" Tanya Athala lagi. 

"Udahlah nggak usah banyak tanya, ikut aja kalo mau." Sahut Kavin agak kesal, karena dari tadi Athala terus-terusan mengoceh dan bertanya. 

Jihan dan Andin yang melihat perdebatan antara Kavin dan Atha hanya bisa tersenyum-senyum, sejujurnya mereka gemas dengan kedua anak itu. 

"Sorry ya Jihan, rumah kamu jadi rame gini gara-gara anak-anak aku." Kata Andin. 

"Hey nggak papa kali mbak. Justru aku seneng." Sahut Jihan, "Aku itu seneng akhirnya Kavin ada temen main, biasanya dia itu nggak banyak omong kayak gitu. Dia lebih banyak diem dan sekarang bisa liat dia ngomel-ngomel kesel kayak gitu, aku jadinya seneng mbak." Lanjut Jihan dengan senyum lebar. 

"Waduh, kayaknya kita emang bertolak belakang ya soal masalah ini. Justru aku itu kalo dirumah mengidam-idamkan ketentraman. Tapi nggak bisa Jihan.... anak-anak aku itu nggak bisa kalo nggak ribut. Tiap hari itu pasti ada aja bahan untuk ribut. Sampek pusing aku itu." Kata Andin.

Jihan tertawa, "Haduh mbak Andin kayaknya kita harus tukeran anak deh kapan-kapan." Sahut Jihan. 

"Boleh deh boleh." Jawab Andin. 

Kemudian Andin dan Jihan melanjutkan masaknya. Lalu Jihan teringat sesuatu, minuman untuk Kia. Jihan pun bergegas menyiapkan minuman dan camilan untuk Kia. 

"Inah... Inah.... " Panggil Jihan. 

Tapi Inah tidak kunjung datang. Lalu Jihan pun berniat untuk mengantarkan itu sendiri. Tapi baru beberapa langkah, langkah Jihan dihentikan Alexis, "Mi, biar Ale aja yang nganterin." Kata Alexis. 

"Oh, nggak papa emang?" Tanya Jihan. 

"Nggak papa kok mi, lagian mami kan masih masak sama mama. Jadi biar aku aja yang ngaterin minumannya." Jawab Alexis sambil tersenyum ramah. 

"Okeh, ini minumannya. Makasih ya Ale... " Sahut Jihan sambil memberikan nampan berisi minuman dan camilan. 

Lalu Alexis menerima nampan itu dan kemudian bergegas menuju ke studio tempat Kia berlatih dance yang letaknya ada di lantai 2.

---

Sementara itu Alden yang dari tadi sudah duduk didepan dinding kaca pandangannya masih tertuju pada studio Kia yang ada disebrang. 

"Emang Kia itu cantiknya paten." Katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Tapi sesaat kemudian pandangannya teralihkan pada Alexis yang sedang berjalan dibawah sana. 

"Ale bawa nampan isinya minuman.  Dia jalan menuju ke.... " Pandangan mata Alden mengikuti pergerakan Alexis, "Jangan-jangan dia nganterin minuman itu ke tempatnya Kia." 

'Ting!'

Tiba-tiba sebuah notifikas masuk ke ponselnya. Cepat-cepat Alden mengambil ponselnya, lalu dia pun menyalakan ponsel itu. Dilihatnya dilayar ponselnya notifikasi pesan dari Alexis. Kemudian Alden membuka pesan itu. 

Alexis : Lain kali pergunakan akalmu itu dengan sebaik mungkin. Gue tau lu itu emang pinter, tapi pinter aja nggak cukup. Lu harus cerdik. Hehehe, lu bisa aja liatinnya dari kamar lu, tapi gue bisa langsung lihat ditempatnya. Bye, bye kembaran...

Seketika Alden pun menjadi kesal, dia melempar bantal dan selimut yang ada ditempat tidurnya, "Sial! Rencana Ale lebih mateng rupanya. Gue kalah lagi nih!"

---

-Keesokan Harinya-

Hari ini anak-anak akan pergi ke sekolah. Karena mereka satu sekolah, akhirnya mereka pun berangkat bersama. Sebuah mobil Mercedes-benz Sprinter telah menunggu didepan rumah. 

 

"Kita berangkat sekolah dulu yaa....  Dadah...." Pamit Athala. 

"Daah.... " Kata Jihan dan Andin. 

Anak-anak pun masuk ke dalam mobil dan sopir bergegas memacu kendaraannya menuju ke sekolah. 

 

Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan sekolah. Di Parama International School. Satu persatu anak-anak turun dari mobil. Namun ada satu hal yang aneh, semua mata tertuju pada mereka. Sebenarnya saat mereka dilihati seperti ini merupakan hal yang sudah biasa sebelumnya, tapi yang aneh adalah entah kenapa tatapan semua orang kali ini berbeda. Mereka menatap sambil berbisik-bisik satu sama lain. 

 

Bersambung......