Contents
HALLO YOGYA, SAYA KEMBALI
Chapter 1
Teman-teman masih ingat kan, kisah Ay yang sebelumnya? Kalo belum tau, bisa baca di cerpen dengan judul “SERIBU KISAH DI KOTA PELAJAR.”
Nah, di akhir cerita kemarin, Ay bilang jika “ia akan menginjakkan kaki kembali, namun bukan untuk menetap, melainkan sejenak menatap.” Dan benar, ia mewujudkan apa yang ia bilang ke dirinya sendiri.
Awal Maret 2021, Ay kembali berkunjung ke kota yang pernah ia singgahi di tahun 2018. 3 tahun berlalu, pasti banyak perubahan di setiap tempatnya. Salah satunya stasiun Yogyakarta.
Sebelumnya, pagi sekitar pukul 07.00 Ay bersiap ke Yogya dengan manaiki kereta api. Dari rumah, ia berangkat bersama Ayah dengan mengendarai sepeda motor bututnya. Setengah jam kemudian, ia pun sampai di depan stasiun ternama di Kota nya. Setelah berpamitan dengan sang Ayah, Ay pun segera menuju loket tiket. Sedangkan Ayah perlahan meninggalkan stasiun. Singkat cerita, tiket sudah ia genggam. Ay pun langsung megarah ke kursi tunggu calon penumpang yang berada persis di depan loket. Kembalinya ia ke Yogja bukan tanpa alasan, di karenakan ada suatu hal yang harus ia selesaikan.
Duduk manis sembari melihat ke arah jam, bermain ponsel, ataupun melihat calon penumpang yang mulai berdatangan, Ay pun nampak gelisah. Pasalnya, ini adalah pertama kali ia naik kereta kembali setelah 3 tahun. Namun ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan, “semua akan baik-baik saja.”
Setengah jam kemudian (07.55), terdengar pengumuman dari pengeras suara, jika kereta tujuan Yogyakarta akan tiba. Semua penumpang termasuk Ay, bersiap memasuki area stasiun. “Tut tut”, suara dari pendeteksi tiket. Sesampainya di dalam, Ay segera menuju ke kursi kosong yang tepat di samping kanan ia berdiri. Di sini calon penumpang masih menunggu kurang lebih 10 menit.
Lagi lagi ia duduk manis, sembari melihat penumpang, ataupun kereta yang terparkir rapi di ujung selatan. Perasaan cangung, gelisah, membuat Ay merasa kurang nyaman. Ditambah tidak adanya komunikasi antara calon penumpang satu dengan yang lain. Saat sedang bermain ponsel, suara sayup kereta terdengar. Namun Ay tidak mengetahui, apakah itu kereta yang akan mengantarkannya ke Yogya atau bukan. Semakin lama, suara kereta terdengar jelas bahkan dekat. Dan wushh.. kereta jurusan lain melewati depan Ay.
Karena jelas bukan kereta yang ia tunggu, Ay pun acuh dan melanjutkan bermain ponsel. Baru beberapa menit, terdengar kembali suara sayup kereta dari arah timur. Dan yiah, ini yang ditunggu. Belum beranjak dari kursinya, ia melihat ke arah kedatangan kereta. Sorotan lampu mulai terlihat, dan suaranya pun semakin terdengar jelas. “Tut tut tut, sstttt” tanpa melewati Ay, kereta pun berhenti. Masih di tempat yang sama, ia menyasikan banyak penumpang yang turun dari masing-masing gerbong.
Di waktu yang bersamaan, banyak dari calon penumpang mulai meninggalkan kursinya dan segera menuju kereta. Di sini Ay tidak terburu-buru, dan masih stay di kursi sembari melihat mereka yang berdesakan. Sampai akhirnya, jalan terlihat lengang dan ia memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya. “Assalamu’laikum”, batin Ay ketika memasuki gerbong. Kebetulan ia masuk dari gerbong paling belakang, jadi tempat duduk masih banyak yang kosong. Tepat di depan pintu, pandangan Ay langsung ke kursi nomor 2 sebelah kiri. Ia pun langsung menuju kursi tersebut.
“Bruk..” Suara lumayan keras ketika menjatuhkan badan ke kursi. Dan tanpa fikir panjang, ia langsung memalingkan muka ke arah kiri. Bersamaan dengan itu, terdengar suara perempuan menyeru, “Hati-hati mbak..” Ay pun langsung tarsenyum malu, sembari menjawab “Iya bu..”
Perlahan ia palingkan muka ke arah kanan, lalu bersikap seperti biasa.
“Huh, masih jam segini. Nunggu lagi deh..” serunya pelan..
Untuk yang kesekian kali, ia merasa bosan. Akhirnya Ay mengambil earphone dari ransel, dan memakainya. Masih duduk sendiri, pandangan ke arah luar dengan sesekali diikuti lamunan, sembari mendengarkan musik favorit dari earphone, it’s my dream. Ketenangan outdoor yang jarang ia rasakan. Beberapa lagu sudah didengar, sampai tidak sadar di depan dia sudah duduk seorang perempuan cantik berkacamata, ditambah pakaian gamis berwarna lilac dan jilbab panjang hitam yang rapi ia kenakan, membuat Ay merasa malu dengan pakaiannya sendiri.
Tepat pukul 08.32, keretapun meninggalkan stasiun. Di sepanjang perjalanan, ia disuguhkan dengan pemandangan alam nan eksotis. Hamparan sawah, rimbunnya pohon perbukitan, lalu lalang penduduk yang terlihat dari gerbong, sungai dengan aliran tenang, serta banyaknya petani yang masih bersemangat di bawah teriknya sang raja siang, membuat Ay beryukur dan kagum dengan semuanya. “Subhanallah, Indonesia ku indah, alam ku elok. Alhamdulillah. Hey, apa kabar jalan yang 3 tahun lalu sering saya lewati? Wow, banyak perubahan ya..” batin Ay sembari senyum tipis dan menempelkan tangannya ke kaca. Oh ya, semua kursi penumpang sudah terisi penuh. Karna memang, kereta transit di beberapa stasiun.
Kurang lebih pukul 09.45, Ay sudah tiba di Yogyakarta. Turunnya ia dari kereta, langsung menuju ke Malioboro. Jalan santai sembari melihat sekitar, gedung tinggi, lalu lalang pengunjung lokal, jalan raya yang terlihat lengang, dan becak yang terparkir rapi, memunculkan rasa ingin memperlambat langkah. Ia pun menikmati kesunyian..
“Hehe, jalan berasa milik pribadi” ucapnya saat menyebrangi perempatan yang letaknya beberapa meter dari Malioboro. Karena masih pandemi dan hari kerja, jadi kawasan tersebut terlihat sepi pengujung. Duduk sejenak di kursi besi bawah pohon, sesekali melihat jam di ponsel, dan meneguk air mineral yang ia pegang, menambah rasa kesendirian Ay. Dirasa sudah cukup, ia pun menuju halte. “Ke X “ ucap Ay ke karyawan tersebut. Si karyawan langsung memberikan tiket dengan nomor busway 3A. Perjalanan kurang lebih 30 menit, dan itupun belum ke tujuan utama. Sesampainya di terminal, ia bimbang harus berjalan kaki atau memesan ojek online untuk menuju ke pabrik tekstil (tujuan utama). Pasalnya, jika ditempuh dengan berjalan kaki, akan terasa lelah dan lebih membutuhkan waktu. Dan jika memesan ojek online, ada perkiraan dari uang yang ia punya saat itu.
Karena dikejar waktu yang semakin siang, ia pun memutuskan untuk memesan ojek online. “Wush... tidak sampai 5 menit ia sudah di depan gerbang pabrik tekstil.
Ay : “Permisi pak..” Ucap Ay ke security pos depan
Security : “Iya bu, ada yang bisa dibantu?”
Ay langsung menjelaskan maksud kedatangannya. Lalu security menanggapinya dengan, “kembali lagi nanti jam 14.00 ya bu..”
“Iya pak..” jawab Ay singkat.
Bingung harus kemana, ia pun langsung menuju kantin depan pabrik. Duduk sembari melihat jam ponsel yang menunjukan 11.20. Pertanda karyawan pabrik tekstil clouter pertama istirahat. Ay lelah, dan sesekali membuang nafas dengan tarikan kasar. Karena ia tidak mau dipandang atau berjumpa dengan banyaknya karyawan, Ay pun menghubungi Mas Jo. Masih ingat Mas Jo kan? Iya, dia ada di cerita sebelumnya (SERIBU KISAH DI KOTA PELAJAR).
Singkat cerita, Ay berkunjung ke kosan Mas Jo. Oh ya, di sini ia tidak ada maksud lain. Karena di daerah tersebut Ay tidak mengenal siapapun, kecuali ibu kosannya dulu dan Mas Jo yang masih stay di kosannya. Sedangkan untuk teman seangkatan, ia sudah lost komunikasi dan semuanya sudah mengundurkan diri. Sebenarnya ia bisa menunggu sampai jam 14.00, namun karena alasan di atas, ia pun memilih out dari kantin pabrik. Dan benar, baru beberapa langkah ia keluar kantin, segerombolan karyawan sudah terlihat. Ay pun mempercepat langkah.
Setelah melewati area pabrik, ia berjalan seperti biasa. “Wow, lumayan berubah..” gumamnya sepanjang jalan. Dari jauh, ia melihat salah satu tempat yang mengingatkannya ke salah satu momen..
Iya, jalan aspal dengan spot pemandangan alam di kanan (dari arah Ay) yang pernah menjadi background foto Ay dan Ani saat ia akan mengundurkan diri. Dari jauh, ia pandang tempat tersebut, dan seakan muncul bayangan riang dengan macam-macam pose.
Senyumnya tipis, “sudah 3 tahun..” ucapnya lirih, kemudian lanjut jalan dengan santai...
Beberapa menit kemudian, ia sampai di kosan Mas Jo..
Senyum tipis dari keduanya. Setelah itu, Ay dipersilahkan duduk. Karena tempatnya adalah kosan, ia pun duduk di pintu. “Alhamdulillah, akhirnya ada temen” batinnya.. Karena memang, dari berangkat sampai tiba di pabrik tekstil, ia sendiri. Jawanya gini, ”klithah klithih dewean..” (jalan-jalan sendiri)
Sebelum mengobrol, ia memberikan jajanan yang dibelinya di kantin pabrik. Bakso bakar dan ice coffe favorit Ay, yang belum tentu Mas Jo suka.. wkwkwk
Namun karena kepedean seorang Ayanda, ya udahlah percaya diri aja. Dia pasti suka, hehe...
2 JAM KEMUDIAN
Tidak terasa hampir dua jam Ay mengobrol dengan Mas Jo. Dan ia memutuskan untuk kembali ke pabrik. “Saya antar ya..?” ucap Mas Jo ke Ay. “Tidak mas, makasih..” Ia pun pamit..
Melewati jalan yang sama, dan sesekali melihat jam ponsel, ia pun mempercepat langkah. Sesampainya di pos depan, sudah terlihat banyak tamu dengan pakaian bebas. Ia segera mendatangi mereka, dan menanyakan maksud kedatangannya. Dan benar, tujuan mereka sama dengan Ay.
Beberapa menit kemudian, datang seorang security dengan membawa selembar kertas yang ternyata tertera identitas dari mereka. Setelah selesai dipahami dan diisi, kertas tersebut diberikan kembali ke security. Lalu si security menginstrusikan untuk menunggu. Dengan serentak semua menyeru, “iya.”
“Menunggu lagi..” gumamnya pelan...
Satu jam berlalu, namun belum muncul tanda-tanda seseorang yang ditunggu tiba. Mereka pun lanjut bercerita. Namun banyak pula yang sibuk dengan ponsel masing-masing.
Lalu lalang karyawan, kendaraan, seakan jadi tontonan bagi mereka. Satu per satu mulai mengeluh, tak terkecuali Ay. Pasalnya, ia khawatir jika terlalu sore, ia akan tertinggal kereta. Dalam diam, banyak kecemasan dan perkiraan waktu. Rencana awal, ia akan pulang dengan kereta keberangkatan pukul 15.32. Namun karena urusan Ay belum selesai, ia pun undur keberangkatan menjadi pukul 17.33 (terakhir). Dan waktu yang diperlukan untuk menuju stasiun adalah kurang lebih 30 menit. Jadi, selesai tidaknya keperluan Ay, ia harus ke stasiun pukul 17.00 kurang.
Sudah 2 jam menunggu. Lelah menyelimuti wajah masing-masing dari mereka. Dari arah barat, tampak sinar orange berpadu gelapnya awan, menambah kekhawatiran semua. Sebelumnya yang ramai dengan lelucon atau tegur sapa, sekarang berubah hening. Banyak yang memutuskan untuk pulang, namun ditahan sama anak yang lain.
Ay tertunduk lesu dan sesekali membuang nafas kasar, ditambah ia sering melihat jam di ponselnya. “Ya Allah, gimana ini..” batin Ay.
Jam menunjukkan 15.25, banyak dari mereka yang mempertanyakan ke security, “dimana Bu Eneng?” Pertanyaan tersebut dijawab dengan, “tunggu sebentar ya..”
Lagi lagi mereka mengiyakan jawaban si security. Tampak lelah, lesu, dan tepat di pukul 16.15, Bu Eneng menghampiri dengan membawa beberapa lembar kertas di tangan. Satu kata yang langsung terlontar adalah permintaan maaf darinya. Dan satu kata yang mereka ucap adalah alhamdulillah..
Karena waktu yang sudah sore, ia pun mempercepat pembagian kertas tersebut. 15 menit kemudian, Ayanda sudah mendapatkannya. “Terima kasih, Bu..” ucapnya ke bu Eneng.
Bergegas Ay meninggalkan pabrik, dan langsung memesan ojek online. Beberapa menit kemudian, ia sudah diperjalanan menuju stasiun. Duduk santai di jok belakang dengan melihat pemandangan lampu jalan yang sudah mulai menyala, awan hitam pertanda akan turun hujan, dan tiket kereta yang belum ia pesan, menambah rasa kekhawatiran Ay. Berasa ingin lari, jantung berdetak tidak beraturan dan sepanjang perjalanan, ia hanya terdiam. Tidak ada obrolan dengan pengemudi ojek online sekalipun.
Pukul 17.05 ia tiba. Dari tepi jalan, ia memperhatian area loket stasiun, “duh rame...” ucapnya lirih. Tanpa fikir panjang, Ay langsung turun dari sepeda motor dan “terima kasih pak”, sembari memberikan ongkos ke pengemudi ojek online. Setelah itu, ia menuju loket dengan sedikit mempercepat jalannya. Menaiki beberapa anak tangga membuat Ay terlihat lebih terburu-buru. Sesampainya di depan pintu, ia mengatur nafas dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. “Assalamu’alaikum” batinnya ketika memasuki ruang loket. Dengan segera ia menghampiri salah satu loket, di mana kereta menuju ke Kota Ay.
Singkat cerita, tiket sudah ia genggam. Di luar loket, tepatnya di anak tangga, ia mengambil nafas dengan satu tarikan dan membuangnya dengan diikui ucapan lirih “alhamdulillah, akhirnya dapet..” Karena jika tidak, huh entahlah..
Setelah itu, ia memutuskan untuk istirahat di area tunggu calon penumpang yang berada di dalam stasiun. “Tut tut” suara pendeteksi tiket, lalu ia lanjutkan dengan langkah kecil. Tidak terdengar bunyi pendeteksi kembali, pertanda tidak ada calon penumpang lain di belakangnya.
Diujung jalan sebelum rel kereta, ia berhenti sejenak. Melihat ke arah kursi penumpang yang di sebelah kiri dan kursi penumpang sebelah kanan. Karena ini adalah awal ia naik kereta kembali, dia mengambil kursi yang sebelah kanan. Baru akan menuju kursi kosong, tiba-tiba petugas menghampirinya dan menanyakan..
Petugas : “Ibunya mau kemana?”
Ayanda : “Ke kursi pak..”
Petugas : “Coba lihat tiketnya..” sembari menadahkan tangan
Ayanda : (memberikan tiket ke petugas)
Petugas : “Maaf Ibu, ini tiket untuk kursi yang sebelah kanan” sembari mengarahkan
Ayanda : “O..” melihat ke arah kanan
Petugas : “Kursi sebelah kiri untuk calon penumpang KRL..”
Ayanda : (ekspresi nahan malu) “Ya sudah pak, makasih arahannya, saya permisi..
“Astagfirullah,” ucapnya lirih sembari menuju kursi sebelah kiri. Karena kedatangan Ay sudah menjadi hiburan, ia pun menuju kursi kosong lewat belakang mereka.
“Alhamdulillah” ucap Ay lirih saat duduk di salah satu kursi.
Istirahat sejenak, ditambah suara riuh hujan deras, menambah rasa syukur Ay saat itu. Andai ia telat 10 menit, pastinya sudah beda cerita.
Di tengah hujan, dengan jumlah penumpang yang padat, serta kering tenggorakan, mendorongnya untuk menuju ke salah satu warung. Iya, ia membeli air mineral dan sebungkus roti coklat. Di kursinya, ia memakan roti tersebut. Baru beberapa suap, sudah terdengar samar pengumuman dari pengeras suara. Ternyata, pemberitahuan tentang kereta Ay yang akan tiba, dan calon penumpang dipersilahkan ke jalur 2. Seluruh calon penumpang termasuk Ay, beranjak dan menuju tempat yang sudah diinstruksikan.
Dari arah barat, sudah terlihat sinar lampu dari kereta yang semakin lama semakin dekat. Dan suaranya pun tenggelam kalah dengan suara hujan. “Tut tut tut, sstttt” kereta berhenti tepat di depan Ay. “Assalamu’alaikum” batinnya ketika memasuki gerbong. Sama seperti sebelumnya, ia masuk dari gerbong belakang dan duduk di kursi nomor 2 sebelah kanan, dengan menghadap ke arah di mana kereta pergi. Tidak lama kemudian, keretapun berangkat.
Dari atas, terlihat jalanan yang penuh dengan kendaraan, dan hujan yang sudah sedikit reda dengan pemandangan langit senja di ujung barat. Sangat indah...
Perlahan kereta menjauh dari Kota Yogyakarta, dan Ayanda kembali ke kota nya. Dengan menempelkan telapak tangan di kaca, ia tersenyum tipis, sembari menyeru dalam batin “terima kasih Yogja, untuk yang kesekian kali, kamu memberikan pelajaran untuk diri saya sendiri. Saya lebih tau arti keberanian dan ketekadan, dan saya lebih tau arti perjuangan. Sendiri memang susah, memang berat, namun jika kita sudah terbiasa dengan kesendirian, maka kita tidak akan pernah masalah dengan kesendirian tersebut. Dan untuk mas Jo, terima kasih. Semoga kelak bisa berjumpa kembali.”
Babay...
Note, nama sudah disamarkan