Contents
- 50. Teka-teki Tera...
- 51. Antara Istri d...
- 52. Demi Ayah...
- 53. Dinar dan Emas...
- 54. Pantauan Mata ...
- 55. Teruntuk Tukan...
- 56. Ball Gown...
-
57. Trafficking Pe...
-
58. Kereta Tiny Ho...
-
59. Proteksi Berla...
-
60. Umpan...
-
61. Tugas ke Luar ...
-
62. Liontin Kalung...
-
63. Perjalanan Mem...
-
64. Sadar Apa yang...
-
65. Kasus di Harem...
-
66. Ambang Perjala...
-
67. Pergok Pelaku ...
-
68. Antara Kasus d...
-
69. Seragam Pelaya...
-
70. Alibi...
-
71. Perampok Menya...
-
72. Wanita Berjuba...
-
73. Kepanikan Menc...
-
74. Surat dari Pen...
-
75. Jejak ...
-
76. Pintu Rahasia ...
-
77. 1 Bayicil 6 Bo...
-
78. Markas Militer...
-
79. Kasus yang Ham...
-
80. Pembantu Freel...
-
81. Typowriter...
-
82. Labrador Malin...
-
83. Intuisi Logika...
-
84. Selongsong Pel...
-
85. Tatap Muka...
-
86. Penantian...
-
87. Mengaduh Hingg...
-
88. Sandiwara...
-
89. Mamicil Tersay...
-
90. Jangan Maafkan...
-
91. Mayat-Mayat...
-
92. Melobi...
-
93. Kapuk dan Balo...
-
94. Kertas-Kertas ...
-
95. Kupikir Hidupk...
-
96. Boleh...
-
97. Catatan Kaum R...
-
98. Ekstrim, Tidak...
-
99. Kejamnya 2 Yan...
-
100. Origami Pengg...
-
101. Demi Tuan Put...
-
102. Buka Gerbang...
-
103. Babomacil Dat...
-
104. Frans dan Fin...
-
105. Hompimpa Alai...
-
106. Operasi Hompi...
-
107. Bola Tenggara...
-
108. Timur Tengah ...
-
109. Paring Paring...
-
110. Nina Bobo ...
-
111. Kopi Jahe Kay...
-
112. Menyamar Jela...
-
113. Pasar Rakyat...
-
114. Refrigerator ...
-
115. Sultan Kepo...
-
116. Make Up Selay...
-
117. Solus Per Aqu...
-
118. Lip Trill Voc...
-
119. Bakda Asar To...
-
120. Murid Baru...
-
121. Bullying ...
-
122. Tidak Selevel...
-
123. Air Mata Ibun...
-
124. Tamparan ...
-
125. Anak Jalanan ...
-
126. Sales dan Emp...
-
127. Wawancara Pek...
-
128. Mansion Karis...
-
129. Bisnis...
-
130. Pembeli-Pembe...
-
131. Sergap...
-
132. Gundik...
-
133. Pertama dan S...
-
134. Cumbuan...
-
135. Salah Demi Te...
-
136. Neraca Hukum ...
-
137. Babomacil dan...
-
138. Babomacil vs ...
-
139. Terkurung Bah...
-
140. Ball Gown Ter...
-
141. Kelimpahan Ke...
-
142. Dikawal atau ...
-
143. Nakal Membawa...
-
144. Misi Baru Tuk...
-
145. Intai Pengint...
-
146. Duplikat Renc...
-
147. Yunda...
-
148. Sales Benda-B...
-
149. Tetap Bayi Ke...
-
150. Kejutan Kasus...
-
151. Babomacil Uny...
-
152. Sama-Sama Pur...
-
153. Sedekah Menje...
-
154. Penembak Jitu...
-
155. Rahman, Usia ...
-
156. Rahman Sayang...
-
157. Yang Maha Pen...
-
158. Dipaksa Sekol...
-
159. Bukan Pura-Pu...
-
160. Maraton Aljab...
-
161. Dikawal Sulta...
-
162. Tangisan Bayi...
-
163. Salam Kenal ...
-
164. Onthel Ontal ...
-
165. Serangan Saki...
-
166. Mengincar Nya...
-
167. Rencana Doube...
-
168. Tersenyum Men...
-
169. Kencan Mengun...
-
170. Ditunggu Dike...
-
171. Disalahkan ka...
-
172. Pertengkaran ...
-
173. Di Mana Bayi ...
-
174. Feroembara Ra...
-
175. Deteksi...
-
176. Tidak Mungkin...
-
177. Melibatkan Ra...
-
178. Ganti Baju...
-
179. Kemeja Kebesa...
-
180. Babomacil Pet...
-
181. Babomacil Mem...
-
182. Foto Instag H...
-
183. Babak Drama...
-
184. Alkisah Neger...
-
185. Ambil Banyak ...
-
186. Pentas Drama ...
-
187. Satu Ngomel S...
-
188. Masalah Laili...
-
189. Berkelana Nai...
-
190. Laili Khan...
-
191. Perempuan Ber...
-
192. Iseng Jahil...
-
193. Takdir Kemati...
-
194. Demi...
-
195. Memadu Kasih ...
-
196. Mendadak Baha...
-
197. Keos...
-
198. Merengek Pula...
-
199. Cepat Pulang ...
-
200. Barisan Sakit...
-
201. Perjumpaan Sa...
-
202. Tertunduk ...
-
203. Rewel...
-
204. Perayaan ...
-
205. Gelas Kaca...
-
206. Nakal...
-
207. Tikus-Tikus...
-
208. Mengemban Ama...
-
209. Mau Ini Ini I...
-
210. Rancangan Pro...
-
211. Anak Kecil Cu...
-
212. Pecah Piring ...
-
213. Ancaman Menja...
-
214. Gemas-Gemas...
-
215. Secanggung Ma...
-
216. Konyol Bukan ...
-
217. Badut Romanti...
-
218. PAUD Militer ...
-
219. Dilarang Terl...
-
220. Rumput Berjal...
-
221. Bercikar-cika...
-
222. Tanggung Jawa...
-
223. Meao...
-
224. Ada Saja...
-
225. Emosional ...
-
226. Ramadhan ...
-
227. Sensitif ...
-
228. Awal Pendafta...
-
229. Gadis Kecil ...
-
230. Berkemah ...
-
231. Tingkah Anak-...
-
232. Keinginan Rat...
-
233. Penolakan Bab...
-
234. Golek Kesayan...
-
235. Identitas ...
-
236. Syarat dari G...
-
237. Pemerah Bibir...
-
238. Menjadi Bonek...
-
239. Iri Dengki Ga...
-
240. Pergi ...
-
241. Terpilih ...
-
242. Menjaga Hati ...
-
243. Fitnah dari M...
-
244. Anak Bermasal...
-
245. Sosok Penggan...
-
246. Formulir Pend...
-
247. Banyak Rencan...
-
248. Cantik Apa? ...
-
249. Mentari ...
-
250. Hilang ...
-
251. Tuan Aden ...
-
252. Seekor Semut ...
-
253. Anak Manis Be...
-
254. Putriku ...
-
255. Memanfaatkan ...
-
256. Keterlaluan ...
-
257. Seorang, Buka...
-
258. Menjadi Anak ...
-
259. Rencana Peony...
-
260. Terkunci di L...
-
261. Seolah-olah ...
-
262. Solusi Berbis...
-
263. Ikan Predator...
-
264. Misi Rahasia ...
-
265. Bahaya Sangat...
-
266. Mengkambing H...
-
267. Akankah Menja...
-
268. Demi Cendani...
-
269. Pertanyaan Me...
-
270. Sayangku, Cin...
-
271. Peony dan Ika...
-
272. Peony Harus P...
-
273. Hari Pertama...
-
274. Karantina...
-
275. Menebar Beras...
-
276. Oh, Cendani S...
-
277. Ke Mana Peony...
-
278. Hari Kedua...
-
279. Apa Kabar Mer...
-
280. Kenapa dengan...
-
281. Peony Butuh C...
-
282. Raut Peony...
-
283. Bekerja Sama ...
-
284. Jalan-Jalan K...
-
285. Kasus Warisan...
-
286. Jasad Siapa, ...
-
287. Membahas Peo...
-
288. Terluka di Da...
-
289. Rencana Tanda...
-
290. Kesempatan Ke...
-
291. Bumil Manja n...
-
292. Kasus Menjadi...
-
293. Area Para Ber...
-
294. Menghadapi Pa...
-
295. Air Mata Cint...
-
296. Pelaku Sesung...
-
297. Date...
-
298. Attitude...
-
299. Pengumuman Ha...
-
300. Memancing Ika...
-
301. Seorang Ibu M...
-
302. Rencana vs Re...
-
303. Rencana di Ru...
-
304. Kebakaran di ...
-
305. Menyusup ke K...
-
306. Wanita di Baw...
-
307. Peony Pergi d...
-
308. Usman...
-
309. Baru Menyadar...
-
310. Status Hubung...
-
311. Tidak diantar...
-
312. Bagai Kecembu...
-
313. Jati Diri Bab...
-
314. Pembicaraan R...
-
315. Jati Diri Mer...
-
316. Surat untuk S...
-
317. Mau Ikut ke N...
-
318. Negeri Jintan...
-
319. Sultan Uba Be...
-
320. Para Pengkhia...
-
321. Dua Tim...
-
322. Mencari Kelua...
-
323. Ditinggal Men...
-
324. Cendani Memim...
-
325. Idul Fitri...
-
326. Inilah Seratu...
-
327. Hari Pertama ...
-
328. Alixerxes...
-
329. Menutupi...
-
330. Segitunya...
-
331. Mengincar Van...
-
332. Pelatihan Mil...
-
333. Game Petunjuk...
-
334. Tidak Kasat M...
-
335. Teror Sosok-S...
-
336. Bagi Dong Kue...
-
337. Mansion ini T...
-
338. Katanya Tidak...
-
339. Ikuti!...
-
340. Kasus Tumbal...
-
341. Rahasia Mansi...
-
342. Sketsa...
-
343. Kuali Taalea...
-
344. Gosip Vania A...
-
345. Mencari Alama...
-
346. Ibu Mertua...
-
347. Begitu Perhat...
-
348. Lagi Manja La...
-
349. Hubungan Tand...
-
350. Sembilu di Ha...
-
351. Baaaaa!...
-
352. Antara Tegas ...
-
353. Angan-Angan P...
-
354. Masa-Masa Usi...
-
355. Sebuah Onthel...
-
356. Antanas Harir...
-
357. Perjuangan Ce...
-
358. Taktik Cerdik...
-
359. Berlapis-lapi...
-
360. Sudah Bakda I...
-
361. Menang Perang...
-
362. Menyibak Lalu...
-
363. Beban Psikis...
-
364. Susu Halal...
-
365. Pasar Malam...
-
366. Diatonis Mayo...
-
367. Iri Dengki Me...
-
368. Seragam Milit...
-
369. Nyata...
-
370. Niat dan Pili...
-
371. Sangat Sayang...
-
372. Perasaan Wani...
-
373. Butik Ball Go...
-
374. Rencana Pencu...
-
375. Pelatihan PAU...
-
376. Kue-Kue Teka-...
-
377. Petunjuk-Petu...
-
378. Nyawa Cendani...
-
379. Pena Lucu yan...
-
380. Kain Robekan ...
-
381. Bukan Ranah A...
-
382. Merahasiakan ...
-
383. Tidak Bisa Ti...
-
384. Dobel Kasus...
-
385. Mengendus...
-
386. Gonggongan di...
-
387. Jurang?...
2YM Season Cincin Panah
52. Demi Ayah
52. Demi Ayah
2 Yang Mulia Season Cincin Panah.
Di meja persidangan tampak cincin pria yang di dalamnya tertulis nama Zulia dan keterangan pada secarik kertas bukti 1. Tampak juga pasmina dengan keterangan bukti 2. Sultan Singa memandangi bukti - bukti itu.
"Mungkin memang sudah seharusnya, mungkin ini hukuman dari Yang Maha Kuasa. Dengan tega memukul hingga tewas, seorang anak kecil tak berdosa, lalu membungkusnya dengan pasmina lebar, dan membuangnya ke sungai. Tuhan berkata lain, anak itu masih hidup, terapung di atas batang pohon dan menunjukkan kebenarannya, barulah ia meninggal," kata Sultan Singa. "Ibu Zulia, tanpa suamimu yang kejam itu, setidaknya, aku sudah memutuskan, hidupmu dan anak dalam rahimmu terjamin, sampai anakmu berusia dua puluh tahun. Tenangkanlah dirimu!" ucap Sultan Singa kepada Zulia yang menangisi jasad suami kejamnya.
Sultan Singa pergi meninggalkan ruang persidangan, yang masih tergeletak jasad dan Zulia yg menangis, juga pembunuh yang dalam genggaman Jenderal Prana.
***
Kamar taman Cendani.
Jenderal Sauqy dan Cendani duduk di tempat tidur sambil berpelukan.
"Tenanglah, Sayang, jangan menangis lagi! Lupakan kasus Zulia dan ingatlah yang kamu katakan di sungai hari itu! Di sungai hari itu aku belum selesai, bahkan belum memulai! Sekarang berikan hakku!" Jenderal Sauqy melepas pelukannya dan menutup keempat pintu yang sekaligus jendela itu, tentunya sekalian semua tirai bambu dan kainnya.
"Tapi Jenderal?"
"Tapi apa sayang? Masih ada dua jam lagi, waktu istirahat, duhur, dan makan siang! Jadi masih ada waktu, buat aku mendapatkan hakku!" ucap Jenderal Sauqy sambil menyelesaikan menutup pintu.
Jenderal Sauqy kembali duduk dan memeluk Cendani sambil membuka resleting gaun.
"Yang Mulia Sultan Badar Saifulah Husam tiba!” seru Prajurit dari luar taman.
"Jenderal ada Yang Mulia! Buka pintunya Jenderal! Jenderal!"
Sultan Singa melihat kamar tertutup rapat. Terdengar suara Cendani menolak Jenderal Sauqy. Sultan Tersenyum hingga tertawa kecil.
"Lanjutkan, Ananda, aku tidak akan mengganggu!" seru Sultan Singa lalu pergi.
Sementara di dalam kamar Cendani menjadi malu mendengar suara Sultan Singa.
"Semua karena Jenderal!" Cendani kesal.
Jenderal Sauqy semakin gemas dan langsung menyerang.
***
"Sakit?"
"Tidak apa – apa, Jenderal."
"Kamu selalu menerima apapun perlakuanku," kata Jenderal Sauqy lalu mengecup kening Cendani dan melepaskannya. "Setelah duhur temani aku ke pertokoan!"
"Baik, Jenderal!" kata Cendani dengan senang hati dan semangat. Masalah Zulia sudah lepas dari emosinya meskipun belum terlupakan.
***
Pertokoan. Jenderal Sauqy dan Cendani naik kereta lalu turun di sekitar pertokoan. Jenderal berjalan sambil memeluk Cendani. Cendani menjadi merona karena warga sudah pasti memperhatikan mereka.
"Sayang, apa kau marah saat aku memaksamu tadi?"
"Hamba sama sekali tidak marah!" ucap Cendani bersungguh-sungguh, gembira, sambil tersenyum, dan merona
"Terima kasih ya, Sayang, untuk semuanya tadi!" ucap Jenderal Sauqy berseru sambil tersenyum memandang Cendani. Cendani tersenyum merona lalu menunduk.
"Tapi Jenderal, mau ditaruh mana muka hamba, jika bertemu Yang Mulia Sultan Singa?"
Jenderal Sauqy hanya tersenyum lalu mengecup istrinya yang membuat istrinya tambah merona.
"Jenderal, ini tempat umum!"
"Hari ini belilah sesuatu, minta apa pun yang kamu mau!"
"Hamba sedang tidak membutuhkan apa pun, Jenderal!"
"Jangan menolak, belilah sesuatu walau kamu tidak butuh, atau aku akan merasa seperti suami kejam Zulia!"
"Hamba sudah tidak sakit, Jenderal!" tegas Cendani gemas.
"Aku mohon belilah sesuatu!"
"Baiklah, hamba lihat -.lihat dahulu, hamba bingung mau membeli apa!" Akhirnya Cendani berseru menyetujuinya dengan senang hati.
"Boneka?"
"Tapi hamba sudah punya boneka besar!" terang Cendani antusias.
"Yang dibelikan Yang Mulia waktu itu? Itukan kecil?"
"Bukan itu!" tegas Cendani dengan antusias dan senyum-senyum.
"Boneka besar yang mana, aku tidak pernah tahu kamu punya boneka besar?"
"Ini yang sedang memeluk!" terang Cendani berseru antusias.
"Apa?! Jenderal Sauqy langsung mengerjai Cendani, mengecup gemas apa pun, dan menggelitik hingga geli.
"Ampun, Jenderal! Ini tempat umum, Jenderal!"
"Kamu tahu, diam kamu saja sudah cukup menggodaku apa lagi bertingkah!" ucap Jenderal Sauqy dengan sangat gemas.
"Akh, ampun, Jenderal! Ampun! Ini tempat umum, Jenderal!"
"Biar saja, lagian semua orang juga tahu kalau tuan Putri adalah milikku!"
Warga memperhatikan sambil tersenyum.
"Kamu bilang sudah tidak sakitkan? Lihat itu di seberang ada hotel!"
Jenderal hendak menarik Cendani ke seberang tiba - tiba ada kejar-kejaran. Beberapa orang dikejar beberapa warga.
"Perampok! Perampok!" seru warga bersahutan.
Datang beberapa prajurit ikut mengejar.
"Menepi semua!" teriak seorang prajurit, membuat warga menepi, lalu menembakkan senjata api ke arah seorang perampok yang paling belakang. Tapi tiba-tiba seorang anak kecil laki-laki berlari menuju arah tembakan dan anak kecil itu yang tertembak tepat di pinggang kananya.
Jenderal Sauqy menarik Cendani ke dalam pelukannya, memeluk erat Cendani, dan menutupi matanya agar tidak melihat kejadian buruk itu.
"Hal buruk apa lagi yang terjadi Jenderal?" tanya Cendani cemas dalam dekapan dan mata yang ditutup Jenderal Sauqy.
Semua warga, prajurit yang menembak, dan para prajurit lainnya terkejut dan terdiam melihat kejadian yang tidak mereka duga.
Cendani berusaha melepaskan dekapan dan tangan Jenderal Sauqy yang menutupi matanya.
"Sayang, kamu tidak boleh melihatnya!"
"Jenderal Sayang, Jenderal harus segera bertindak! Aku sekilas lihat itu anak kecil!"
"Baiklah, ayo kita lihat!" Jenderal Sauqy melepaskan Cendani dan mereka bergegas menghampiri korban.
Cendani dan Jenderal Sauqy terkejut. Cendani segera menggendong anak kecil itu dan bergegas menuju ke kereta. Jenderal Sauqy segera mendahului ke kereta, membukakan pintu kereta. Cendani naik sambil menggendong anak kecil. Jenderal Sauqy naik kemudian.
"Kusir, cepat kembali ke istana!" seru Jenderal Sauqy.
Kusir memacu kuda sangat cepat.
"Aku melihat prajurit sudah tepat, tapi tiba - tiba anak ini datang!" kata Jenderal Sauqy tegas dan panik. "Entah kenapa aku merasa anak ini sengaja menuju ke arah tembakan!" duga Jenderal Sauqy kemudian.
"Prajurit itu dalam masalah?" tanya Cendani memastikan.
"Iya, prajurit itu dalam masalah!" jawab Jenderal Sauqy.
"Semoga anak ini dan prajurit itu baik-baik saja!" Cendani panik, sedih, lalu meneteskan air mata.
"Belum lama aku menenangkannya dari kasus Zulia yang begitu tragis, sekarang air matanya harus jatuh lagi!" batin Jenderal Sauqy kesal karena sangat tidak suka istrinya sedih.
***
Rumah sakit istana.
Dokter sedang menangani pasien. Jenderal Sauqy dan Cendani menunggu di luar kamar. Cendani mondar-mandir tidak tenang.
"Sayang, kita belum makan siang, ayo makan dulu!" ajak Jenderal Sauqy.
"Jenderal Sayang, hamba tidak berminat makan, jadi pergilah makan sendiri!" tolak Cendani dengan perasaan tidak karuan, membuat uring-uringan, merasakan peristiwa itu, walaupun bukan menimpa dirinya.
"Salah, harusnya aku tadi mengajaknya makan dahulu baru ke pertokoan! Jika begini kesehatannya bisa terganggu!" batin Jenderal Sauqy menyalahkan dirinya sendiri. "Bagaimana aku bisa makan, jika kesayanganku ini tidak makan?" tanya Jenderal Sauqy sambil menarik Cendani ke dalam pelukannya lalu mengecup lembut bibirnya.
"Jenderal Sayang, sekarang apa yang akan Jenderal lakukan pada prajurit yang menembak itu?"
Prajurit yang menembak datang ke rumah sakit istana, ke hadapan Jenderal Sauqy dan Cendani.
"Bagaimana keadaan anak itu Jenderal? tanya Prajurit itu sambil menunduk sejenak pada Jenderal Sauqy.
Jenderal Sauqy melepaskan pelukannya ke Cendani dan beralih berhadapan dengan prajurit itu. Cendani juga ikut menemui.
"Hamba menyerahkan diri hamba Jenderal! Hamba salah, hamba pikir tadi sudah tepat, hamba sungguh tidak melihat jika ada anak kecil itu!" ucapnya sangat menyesal.
"Aku melihat sendiri kejadiannya, ini semua bukan salahmu, tapi tentu, kamu tetap akan mendapatkan masalah besar. Kita sama-sama berdoa saja, agar anak kecil itu bbai-baik saja, dan bisa memberi keterangan yang akan meringankanmu!" kata Jenderal Sauqy.
Prajurit mengingat semua kejadian itu. Ia yakin anak itu sengaja menghalangi peluru. Jenderal Sauqy juga mengingat dan ia melihat dengan sendirinya jika anak kecil itu memang sengaja.
"Hamba merasa anak itu sengaja Jenderal!" katanya dengan sangat yakin.
"Aku juga yakin anak itu memang sengaja!" kata Jenderal Sauqy dengan sangat yakin juga. "Tapi bagaimana membuktikan itu dan apa alasannya? Kenapa anak sekecil itu melakukan itu?"
***
Waktu berjalan hingga tengah malam. Sejak awal Cendani, Jenderal Sauqy, dan Prajurit hanya meninggalkan tempat untuk sholat. Tepat awal dini hari Dokter berhasil menangani pasien dan pasien sadar.
"Biar aku yang menemuinya dahulu!" kata Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy masuk ke kamar.
"Kenapa kamu berlari ke arah tembakan? Kenapa kamu menghalangi peluru?"
Anak kecil diam sesaat karena berpikir mencari alasan.
"Karena aku sedang bermain lari - lari!" Anak itu menjawab dengan nada kasar meskipun sedang sakit dan kondisinya lemah.
"Kamu tahukan, sudah diperingatkan untuk menepi?"
"Aku tidak tahu, aku sedang asyik bermain!" tegasnya dengan nada meletup lagi.
Jenderal Sauqy sangat mengetahui jika anak kecil berbohong.
"Kenapa anak ini berbohong?" batin Jenderal Sauqy. "Aku Jenderal Sauqy yang biasa menangani kasus, kamu pikir bisa membohongiku anak kecil?" katanya kepada anak kecil. Anak kecil terkejut dan ada rasa takut.
"Aku harus bisa mengendalikan rasa takutku jangan sampai ketahuan!" batin anak kecil itu. "Aku tidak berbohong, jika tidak percaya ya sudah! Jika kau memang Jenderal hebat, dan tidak percaya kepadaku, buat apa bertanya kalau begitu?"
Jenderal keluar dengan kesal.
"Ada apa, Sayang, kenapa kamu kesal?" tanya Cendani.
"Anak itu berbohong, Sayang!" terangnya dengan nada meletup kesal.
"Sabar, Sayang, dia masih kecil, kita harus menggunakan cara halus, bukan cara seperti kepada kriminal!" tegas Cendani.
"Tentu aku akan sabar, Sayang!" tegas Jenderal Sauqy.
Cendani menghampiri Jenderal Sauqy dan memberikan pelukan erat.
Apakah kamu ingin membuka
Chapter selanjutnya?
Chapter Berbayar


75%
Top up koin untuk membuka chapter

0 KPoin
Yay! Kamu dapat potongan poin
Split dengan KPoin untuk membuka chapter