Contents
Wanita Nomor 13
Part 3 : Terjebak
Aku sedang berada di sebuah lemari di kamarku, mengumpat ketakutan sambil menangis. Aku mendengar suara keributan itu, pukulan, makian terdengar beruntut. Aku hanya mendengar satu kata saat itu.
“kau berani mengusik bisnisku, maka kamu harus mati” begitu katanya.
Suara yang ku dengar ialah suara pak Broto, aku tahu, karena kadang kedua orang tuaku memohon kepadanya, aku tidak ingat jelas, yang ku ingat adalah nama yang di sebutkan orang tuaku.
Aku terbangun, kondisiku sudah acak-acakan, tanpa pakaian dan aku tidak ingat apa yang Pak Broto lakukan kepadaku. Aku hanya ingat dia masuk ke dalam kamarku ini dan segalanya berjalan begitu cepat tanpa aku ingat lagi. tubuhku masih di balut selimut, ketika itu pandanganku langsung menuju kea rah jendela yang tembus oleh sinar matahari. Kulihat satu bucket bunga yang sangat indah di situ, aku bangkit dari ranjang aku menemui pesan itu.
“Kamu Miliku, selamanya Serena” – Broto.
Aku tersenyum, tandanya aku berhasil membawa Broto ke puncak kebahagiaannya sekarang, aku tidak berlebihan, tapi orang yang mencintaiku bisa membuatnya melakukan apapun, bahkan sesuatu yang diluar nalar. Oleh karena itu aku sangat percaya kepada pesonaku, pesona yang sangat mematikan untuk laki-laki
Suara ponselku bordering, nomor yang tidak di kenal meneleponku, pikirku mungkin ini adalah Pak Broto. Lalu ku jawab teleponnya.
“serena, kamu sudah bangun?”
Benar, itu dari suaranya sudah tergambar jelas kalau itu adalah Pak Broto. Aku menjawabnya.
“sudah Mas…” kataku datar.
“hari ini kita bisa bertemu? Mungkin malam” katanya
Pikirku ini adalah kesempatan bagus, tentu saja aku menjawab iya, sambil ku perhatikan kalender di penginapanku, sekarang adalah tanggal 12, Pak Broto memang benar-benar kesepian rupanya, dari cara bicara yang merayuku terus menerus bisa di pastikan dia adalah laki-laki tua yang kesepian, laki-laki yang butuh seorang wanita yang bisa selalu ada menikmati hartanya terus menerus.
Aku tak habis pikir, bisa tidak mau mencari istri. Mungkin saja dia memang sangat kecewa karena mantan istrinya meninggalkannya saat dia sedang berada pada posisi yang sulit, dan aku bisa memaklumi itu. sesegera mungkin aku mengenakan pakaianku, rasanya hari ini akan ku persiapkan diriku untuk Pak Broto, aku lalu melakukan berbgai aktifitas perempuan seperti biasa, seraya memberikan berlian kepada petani mutiara. Aku siap bersama mu malam ini Pak Broto.
Aku sedang memandangi jendela Sore sekarang. Hanya di situasi seperti ini aku terasa sangat sedih, aku lalu berjalan menuju koperku, dan mengambil satu buah foto kedua orang tua ku yang berukuran saku, aku memandanginya dalam. Aku mengingat beberapa kejadian saat sedang bersama mereka, semuanya berupa keindahan, aku lahir dari keluarga yang berkecukupan, orang tuaku juga tidak pernah bertengkar, mereka selalu bisa membuatku bahagia dalam situasi apapun, aku rindu masa itu, masa dimana aku bisa melihat matahari tenggelam bersama mereka di sebuah taman. Lalu keesokan harinya mereka pergi dan tak kembali.
Sama seperti saat ini, aku sedang melihat matahari yang tenggelam, dan keesokan harinya… aku tidak mau membicarakan nya sekarang. Aku mencoba membuang kesedihanku hari ini, orang tuaku pasti melihat ku saat ini dan bangga. Sejak orangtuaku pergi, aku tinggal di sebuah panti asuhan, mimpiku selalu sama, kejadian yang baru saja aku mimpikan malam tadi, tidak pernah berubah dan selalu begitu, jadi mungkin kalian akan tau jawabannya nanti, ketika semua sudah jelas tergambar tentang apa yang aku maksudkan selama ini.
Aku sudah bersiap, aku memang punya banyak gaun putih, bagiku apa yang menunjang kecantikanku harus aku pertahankan, aku memakai terusan putih tipis dengan beberapa aksesoris berwarna emas, rambutku yang cokelat ini aku buat jadi agak bergelombang, ku pakai sepatu hak yang tidak terlalu tinggi berwarna putih yang akan membuat penampilanku sangat menarik. Aku sudah tidak sabar bertemu pak Broto malam ini.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk, Pak Broto memang sosok laki-laki yang sangat romantis. Dia bilang begini.
“Satu tempat yang sangat romanting sudah aku siapkan Serena, di café paling mahal di kota ini, Ambrusca” begitu katanya.
Aku tersenyum dan keluar dari kamarku, disitu aku bertemu Ferdi, seperti seorang recepcionist kebanyakan, Ferdi terlihat sangat ramah, ia senyum kepadaku, ku balas senyumnya dengan kedipan mataku yang pastinya akan membuat dirinya terbuai seketika, aku pergi.
***