Contents
Master of Masters E 11-42
MM 16. Rumah Kaleng Kardus
Sadam membuang muka, seketika itu Sadam teringat bibir Suster El yang sangat ingin ia sentuh dengan bibirnya, tapi tidak terpenuhi. Sadam kembali membasahi bibirnya dengan lidahnya sendiri karena keinginannya itu. Wajah, mata, dan pelukan, teringat terngiang terus, memunculkan gairah di dalam dirinya.
"Sial!" benak Sadam menggerutu karena rasa itu terasa menyiksanya dan butuh dilampiaskan.
Badan Sadam terasa lemas dan terhuyung.
"Sadam kembali ke tempat tidurmu!" perintah Maulana. Sadam dengan enggan menuruti kata-kata Maulana. "Lihatlah, darahmu jadi ke mana-mana karena infusmu lepas!" kata Maulana kemudian.
"Aku pikir setelah apa yang dilakukan Sadam kepada Suster El, Suster El tidak akan mau datang untuk memasangkan Infusnya atau mengurusnya lagi!" kata Andhika.
Sementara itu beberapa kaki di dekat kamar rawat inap itu, Suster Elmira bertemu dengan Dokter Badar.
"Suster, mau ke mana?" tanya Dokter Badar. "Ayo, kita periksa Tuan Sadam dan cek juga Tuan Maulana!" ajak Dokter Badar kemudian.
"Baik, Dok!" Suster Elmira enggan tapi ia tidak mungkin menolak karena sudah tugasnya.
Dokter Badar ditemani Suster Elmira masuk ke kamar rawat inap Sadam.
"Master Maulana, Anda tampak baik-baik saja, em ... tapi izinkan saya memeriksa Anda!" kata Dokter Badar.
"Saya sudah baik-baik saja, tapi silakan jika Dokter Badar mau memeriksa saya!" kata Maulana. Dokter Badar memeriksa Maulana sejenak lalu tersenyum mengangguk. "Saya baik-baik sajakan?" tanya Maulana.
"Sudah boleh pulang!" kata Dokter Badar.
"Hahahaha ... tadi pagi saya sudah pulang kok, Dok!" terang Maulana.
"Cepat sekali ya proses pemulihan Anda, padahal baru semalam Anda sungguh sangat mengkhawatirkan. Saya bahkan sempat berpikir akan kehilangan Anda. Alhamdulillah, Allah SWT berkehendak lain," kata Dokter Badar.
"Semua berkat Allah SWT menghadirkan penolong saya, Master Sadam Pamungkas, Dokter. Master Sadam Pamungkas telah memberikan semua energi masternya kepada saya," terang Maulana. Pandangan Dokter Badar mengarah ke Sadam lalu kembali ke Maulana tapi segera memperhatikan Sadam lagi.
"Anda baik, suka menolong, tentu pertolongan akan datang juga untuk Anda, Master Maulana!" kata Dokter Badar sembari mendapati pemandangan infus Sadam lepas dan darahnya berceceran. "Kok lepas infusnya?" tanyanya kemudian.
"Dia mencoba kabur dari jendela, Dok!" terang Suster Elmira.
"Suster tolong pasangkan lagi!" perintah Dokter. Suster segera melaksanakan tugasnya.
"Tidak perlu!" tolak Sadam sembari menghindari tangannya disentuh oleh Suster Elmira.
"Sadam!" seru Maulana. Sadam menjadi membiarkan Suster El memasangkan kembali infusnya.
Setelah itu Dokter Badar memeriksanya.
"Hm ... pemulihan Anda juga cukup cepat meskipun sekarang masih cukup lemah. Melihat perkembangan kesehatan Master Maulana, saya dapat perkirakan kesehatan Anda juga akan lekas membaik. Anda perlu dirawat satu malam lagi di rumah sakit. Setelahnya bisa istirahat di rumah," terang Dokter Badar setelah memeriksanya.
"Saya tidak mau! Saya mau pulang, sekarang!" kata Sadam.
"Saat ini Anda masih sangat lemah, Master Sadam!" tegas Dokter Badar.
"Putuskan saya pulang sekarang!" tegas Sadam.
"Biarkan saja, Dok! Dari pada merepotkan di sini!" kata Suster El.
"Suster El!" tegur Dokter Badar. Suster El menunduk salah.
"Aku mau sekarang, Dokter!" tegas Sadam lagi.
"Sadam!" tegur Maulana.
"Oke, saya yakin Anda akan cepat pulih dan baik-baik saja! Anda boleh pulang hari ini, tapi setelah Anda menghabiskan Infusnya!" Dokter melihat ke cairan infus. "Paling tidak satu jam lagi, infusnya akan habis!" terangnya. "Oke, saya permisi untuk memeriksa pasien yang lainnya!" pamitnya kemudian.
"Terima kasih, Dok!" ucap Andhika dan Maulana bersamaan. Dokter Badar ke luar dari ruangan rawat inap itu.
Suster Elmira juga hendak pergi. Sadam menarik tangan Suster El.
"Maaf, soal kekasaranku tadi!" ucap Sadam.
"Lepaskan tangan saya!" ucap kasar Suster El yang kesal dengan Sadam sembari menatap tajam ke mata Sadam. Sadam melepaskan tangan Suster El. Sadam dan Suster El sejenak saling pandang saling terpanah. Suster El menyadari tangannya sudah lepas dari tangan Sadam. Suster El bergegas pergi.
Andhika Ardan dan Maulana saling pandang dan tersenyum melihat keduanya. Andhika lalu teringat soal pulang dan menjadi mengkhawatirkan Maulana akan diincar oleh pembunuh itu jika sampai pulang dan pembunuh itu mendapati Maulana masih hidup dan ada di rumahnya.
"Master Maulana, kau harus pulang ke rumahku untuk menghindari pembunuh itu!" kata Andhika Ardan.
"Em ... ke rumahmu? Itu akan merepotkan istrimu!" kata Maulana.
"Tidak masalah, ia akan mengerti, dan bisa menerima kehadiran dirimu, Maulana!" kata Andhika Ardan.
"Aku tahu, istrimu memang tidak akan keberatan, tapi maaf tidak, maaf terima kasih!" tegas Maulana menolak.
"Pembunuh itu akan mengincarmu, Masters Maulana!" kata Andhika Ardan.
"Em ... jika demikian, aku akan ke rumah Master Sadam Pamungkas saja!" ujar Maulana. "Master Sadam, apa kau tidak keberatan? Jika keberatan aku tidak akan menumpang!" kata Maulana.
"Silakan, jika Tuan mau tinggal di rumah kumuh kaleng kardusku!" kata Sadam Pamungkas.
"Baiklah, sepertinya begitu juga baik! Biar aku yang akan mengantarkan kalian berdua nanti saat pulang!" ujar Andhika Ardan.
"Apa? Kau antar? Itu artinya kau akan tahu tempatku!" protes Sadam dengan terkejut atas pernyataan Andhika.
"Kau keberatan jika demikian!" kata Andhika. Sadam menjadi diam dan berpikir. "Lagi pula, sekalipun jika aku tidak mengantarkan kalian, Maulana tahu dan Maulana pasti akan memberitahukan tempatmu itu kepadaku!" kata Andhika lagi.
Sadam berpikir jika ia keberatan Maulana akan tinggal di tempat lain dan ia juga pasti menjadi ikut tinggal di tempat yang lain karena Maulana adalah tuannya sekarang. Sadam tidak mau demikian, apalagi jika tinggalnya di rumah Andhika Ardan.
"Silakan!" kata Sadam Pamungkas. Maulana dan Andhika tersenyum.
"Maulana, Sadam masih perlu waktu pulih, kita akan membutuhkan bantuan! Aku akan mencoba mengaturnya jika bisa, tidak janji bisa!" ujar Andhika lalu pergi. Sadam dan Maulana tidak mengerti arah pembicaraan Andhika.
∆∆∆
Malam bada isya tiba dan tiba saatnya Sadam Pamungkas, Maulana Husam untuk pergi dari rumah sakit. Di depan teras rumah sakit mereka hendak naik ke mobil Andhika Ardan. Pada saat itu Suster El berdiri di sebuah sudut memperhatikan mereka. Sadam melihatnya.
"Pak Andhika, Tuan Maulana, sebentar!" pamit Sadam. Sadam segera melangkah menghampiri Suster El.
"Suster El, Suster Elmira, aku ... maksudnya saya, aku ... minta ... minta maaf, maaf, maafkan aku" ucap Sadam canggung. Aku ... em saya sungguh menyesal berbuat kasar kepada Anda tadi. Apa Anda tahu, jika Pak Andhika itu polisi? Apa Anda tahu jika saya ini pencuri? Saya ... saya tadi harus kabur darinya, jika tidak dia akan memenjarakan saya, Suster El," terang Sadam.
"Harus! Kriminal memang sudah seharusnya dipenjara!" tegas Suster El.
"Hm ... tapi ... aku tidak akan membiarkan dia atau siapa pun memenjarakan aku lagi, Suster El!" ujar Sadam. "Sekali lagi saya ... aku ... minta maaf! Maaf!" Sadam pergi. Ia kembali kepada Maulana dan Andhika.
Sadam, Maulana, dan Andhika naik ke mobil Andhika. Sadam duduk di bangku belakang. Maulana duduk di depan, di samping Andhika. Andhika bertempat di bagian bangku sopir. Mesin mobil segera Andhika hidupkan dan mobilnya pun melaju dari pelan menjadi cukup kencang.
Pada saat mobil melaju, Sadam tampak melamun menunduk sedih. Maulana menengok Sadam dan melihat itu.
"Sadam, kau baik-baik saja?" tanya Maulana.
"Hai ... iya iya! Aku baik-baik saja!" Sadam sedikit terhenyak dari lamunannya oleh seruan Maulana itu. Setelah itu ia kembali menunduk sedih.
Akhirnya sampailah mereka di rumah kaleng kardus milik Sadam Pamungkas. Mereka bertiga turun dari mobil Andhika. Andhika dan Maulana melihat-lihat ke sekitarnya yang tampak beberapa sampah.
"Itu rumahku!" tunjuk Sadam. Andhika dan Maulana mendekat ke rumah itu. Sadam juga mendekat ke rumahnya. "Silakan masuk!" Sadam membuka pintunya yang kuncinya tersembunyi di tumpukan benda di luar rumah itu.
Andhika dan Maulana masuk dan keduanya terbentur pinggiran atas pintu.
"Auh! Astaqfirullahaladzim!" pekik Andhika dan Maulana bersamaan.
"Maaf, jika masuk ke rumahku harus menunduk dikarenakan atapnya sangatlah rendah," terang Sadam Pamungkas.
Andhika dan Maulana segera masuk dengan menunduk. Sadam juga demikian. Sadam menyalakan lampu-lampu rumahnya. Nyala lampu membuat seisi rumah kaleng kardus itu tampak. Maulana dan Andhika melihat ke sekitar, ke sekeliling rumah Sadam dengan tetap menunduk. Keduanya sangat takjub.
"Wow, ini keren Sadam!" puji Maulana.
"Keren? Tuan Maulana, jika jelek katakan jelek, tidak perlu memuji berbohong!" protes Sadam.
"Tidak, ini sungguh benar-benar keren, Sadam!" ujar Andhika. "Siapa yang membangun rumah ini dengan epic? Ini sungguh-sungguh luar biasa!" kata Andhika.
"Tentu saja aku sendiri, Pak Andhika!" jawab Sadam Pamungkas.