Try new experience
with our app

INSTALL

Master of Masters E 11-42 

MM 14. Saling Selidik

"Iya, benar, aku budakmu, Master Maulana!" kata Sadam.

 

 

"Apa kau tahu jika itu artinya kau harus petuh kepadaku, Master Sadam?" tanya Maulana.


 

"Apa perintahmu, Master Maulana? Akan aku lakukan!" kata Sadam.


 

Maulana menyiapkan soupnya.


 

"Sekarang aku perintahkan kepadamu untuk makan!" perintah Maulana sembari menyodorkan sesendok soup ke bibir Sadam. "Ayo makan!" perintah ulang Maulana. Sadam memakannya dan ternyata sangat lezat sekali dan bikin Sadam yang tidak nafsu makan menjadi sangat ingin makan.


 

"Aku bisa sendiri!" Sadam mengambil mangkuk dan sendok yang ada di tangan Maulana. Ia mencoba makan sendiri tapi tangannya terasa lemas bergetar.


 

"Kau belum pulih, Master Sadam!" kata Maulana sembari mengambil kembali mangkuk dan sendoknya dari tangan Sadam.


 

"Biarkan sir sirannya, Master Sadam saja yang menyuapkan!" kata Andhika Ardan.


 

"Ha ... sir siran? Maksudnya?" tanya Maulana.


 

"Maksudnya biarkan Suster Elmira yang menyuapinya!" terang Andhika Ardan. Maulana melihat ke seorang suster yang ada di ruangan itu.


 

"Oh, silakan, Suster!" Maulana memberikan mangkuk sup dan sendoknya ke Suster El. Suster El menerimanya dan menyuapkan soupnya ke Sadam. Kali ini Sadam tidak menolak selain karena perintah Maulana juga karena soupnya sangat lezat sekali. Ia pun makan dengan degub jantungnya berdebar-debar karena yang menyuapinya adalah Suster Elmira. Ia merasa canggung, bermuka kesal campur merona, tapi juga di dalam hati kecilnya merasa senang.


 

"Master Andhika, yang ini untuk Anda!" kata Maulana.


 

"Oh, baiklah, terima kasih, aku tidak akan mungkin menolak makanan buatanmu yang pastinya sangat lezat!" kata Andhika.


 

"Anda terlalu memuji, Pak Andhika!" kata Maulana. Andhika duduk di bangku untuk makan soupnya. Maulana juga duduk dan memakan soupnya.

 

 

Master Samba Damara belum puas dengan berita yang ia dengar di restoran Pantai mengenai meninggalnya Master Maulana Husam. Ia memutuskan untuk mengecek Maulana Husam di rumah sakit kawasan pantai itu.


 

"Master Maulana Husam pasti dibawa ke rumah sakit yang ada di kawasan pantai ini. Aku harus menyelidiki kondisinya ke sana, untuk memastikan kebenaran kematiannya!" pikir Samba Damara dalam diamnya, duduk sembari menyelesaikan makannya di restoran Pantai.


 

Tidak lama kemudian Samba Damara telah selesai makan dan membayar ke kasir. Ia pun hendak pergi ke rumah sakit di kawasan pantai itu, tetapi ia tidak tahu letak rumah sakit dikawasan itu.


 

"Pelayan!" seru Samba Damara kepada salah satu pelayan yang melintasinya saat ia jalan hendak ke luar dari restoran itu.


 

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya pelayan itu.


 

"Di mana rumah sakit terdekat, atau rumah sakit yang ada di sekitar kawasan pantai ini, dan ada berapa jumlah rumah sakit yang ada di kawasan pantai ini?" tanya Samba Damara.


 

"Hanya ada satu rumah sakit di sekitar kawasan pantai ini, Tuan. Letaknya di sana, tidak jauh dari kampung taman, Tuan!" terang pelayan itu dengan menunjuk ke arah rumah sakit.


 

"Terima kasih!" Samba Damara bergegas pergi ke arah yang ditunjukkan oleh pelayan itu.


 

"Aku harus memastikan jika Master Maulana Husam itu sudah benar-benar tiada!" ujarnya dalam benaknya sembari pergi menuju ke rumah sakit itu.


 

Rumah sakit di kawasan pantai itu tampak tidak terlalu ramai juga tidak sepi. Samba Damara telah sampai di depan rumah sakit itu. Sementara itu ketiga master sedang berada di salah satu kamar rawat inap di rumah sakit tersebut.


 

"Master Maulana, aku mau sholat duhur, cari angin segar dahulu, dan sekaligus mau mencari tahu kabar dari anggotaku yang sedang memeriksa gudang itu!" kata Andhika Ardan.


 

"Iya, silakan, Pak Andhika!" kata Maulana Husam.


 

"Sadam jangan kabur!" pesan Andhika. Sadam bergeming. Andhika pergi.


 

"Aku tadi bawa sajadah, aku mau sholat duhur dahulu di sini!" kata Maulana yang kemudian masuk ke toilet yang ada di dalam kamar rawat inap itu. Selanjutnya ia menggelar sajadahnya di ruangan rawat inap itu. Tidak lama ia pun telah selesai sholat duhur.


 

Sementara itu Andhika yang berada di luar yang juga baru selesai sholat duhur di mushola rumah sakit hendak berjalan ke halaman depan rumah sakit. Pada saat itu dia berpapasan dengan Samba Damara yang baru masuk ke dalam rumah sakit itu. Andhika dapat merasakan ada orang yang berkekuatan master berlevel tinggi di dekatnya demikian pula Samba Damara. Samba Damara tidak ada urusan dengan pemilik kekuatan master itu, apalagi kekuatannya berada jauh di bawahnya, dan ia sendiri sedang sibuk mengecek Maulana, sehingga ia tidak memperdulikannya. Akan tetapi lain dengan Andhika Ardan, ia sangat peduli dengan orang yang memiliki kekuatan master berlevel tinggi beberapa tingkat di atasnya itu. Ia pun mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, mencari-cari orang yang memiliki kekuatan master itu.


 

Samba Damara mendatangi petugas wanita yang berjaga di meja depan.


 

"Permisi, saya mau bertanya! Apa benar Tuan Maulana Husam, semalam dibawa ke rumah sakit ini?" tanyanya kepada petugas wanita itu.


 

Master Andhika Ardan sudah menemukan orang itu dan segera menghampirinya.


 

"Saya lihat sebentar, Pak!" kata petugas itu Petugas itu segera mengecek data dan ia menemukan datanya. "Iya, benar, Pak!" jawabnya.


 

"Apa benar, ia telah meninggal?" tanyanya lagi. Pada saat pertanyaan itu Andhika sudah berada di dekat orang itu dan mendengar pertanyaan itu.


 

"Iya, benar sekali, Pak! Maulana Husam telah tiada tadi pagi!" Andhika segera menimpali menjawab sebelum pegawai wanita rumah sakit itu memberitahukan kebenarannya. "Anda siapanya, Pak? Keluarganya?" tanya Andhika kemudian.


 

"Kau tidak perlu tahu, Pak!" Samba Damara merasakan ternyata energi master yang ia rasakan berasal dari orang yang menjawab pertanyaannya itu. Samba Damara segera pergi dari rumah sakit itu setelah mendapatkan jawaban itu.


 

"Nona, tolong jika nanti ada yang menanyakan kondisi Maulana Husam, katakan jika dia sudah meninggal. Maulana adalah korban percobaan pembunuhan dan sepertinya percobaan pembunuhan berencana, oleh sebab itu kondisinya harus dirahasiakan. Itu adalah upaya kami petugas kepolisian demi keselamatannya, agar orang-orang yang sedang mengincar nyawanya, tidak lagi mengincar nyawanya," terang Andhika Ardan kepada pegawai wanita itu, setelah memastikan Samba Damara telah ke luar dari rumah sakit itu.


 

"Baik, Pak Andhika Ardan! Untunglah tadi Anda segera menghampiri saya dan menjawab pertanyaan orang tadi!" ujar pegawai wanita itu.


 

"Terima kasih untuk kerjasamanya!" ucap Andhika Ardan lalu melanjutkan tujuannya pergi ke halaman depan rumah sakit.


 

Di depan halaman rumah sakit Andhika Ardan menelepon salah satu anggotanya menggunakan video call watshapp.


 

"Assalamualaikum, Pak! Bagaimana?" tanyanya langsung ke intinya.


 

Sementara anggotanya yang ditelepon itu beserta anggota yang lainnya tengah berada di gudang tempat kejadian.


 

"Waalaikumsalam, Pak! Kami telah menemukan gudangnya, Pak! Kami juga sudah menyisirnya, Pak! Di gudang ini kami hanya menemukan ceceran darah dan tumpahan makanan. Untuk pemeriksaan perkampungannya kami masih belum menemukan apa-apa, Pak!" terang anggota yang dihubungi Andhika Ardan sembari memperlihatkan kondisi gudang itu dan yang ditemukannya.


 

"Coba kau selidiki ke restoran Pantai yang ada di kawasan pantai itu, tempat Master Maulana Husam bekerja!"


 

"Siap, Pak!" jawab anggotanya itu.


 

"Oke, Pak, nanti akan saya hubungi lagi! Assalamualaikum!" ujar Andhika Ardan.


 

"Siap, Pak! Waalaikumsalam!" jawab anggotanya itu. Andhika Ardan dan anggotanya mengakhiri hubungan komunikasi telepon mereka melalui vidio call watshapp.


 

"Maulana sudah membaik. Sadam juga sudah lumayan. Sebaiknya aku segera menanyakan apa yang telah terjadi sekarang juga!" Andhika Ardan segera kembali ke kamar rawat inap Sadam Pamungkas.


 

Andhika masuk ke kamar itu. Di kamar itu tampak Maulana dan Sadam sedang berbincang.


 

"Kenapa kau memberikan semua energi mastermu kepadaku? Apa kau tidak tahu, kau bisa mati dengan melakukan hal itu?" heran Maulana.


 

"Kondisimu sekarat, tidak ada pilihan lain! Kalau hanya setengah kau akan masih sekarat karena kau terluka tusukkan cukup parah!" jawab Sadam Pamungkas.


 

"Kenapa tidak biarkan saja aku, kenapa kau harus mengorbankan nyawamu?" Maulana bertanya ulang karena masih belum mendapatkan jawabannya.


 

"Iya entahlah, aku panik, dan hanya itu yang bisa aku lakukan!" jawab Sadam.


 

"Kalian sudah baik-baik saja! Sepertinya aku sudah bisa bertanya kepada kalian apa yang telah terjadi sebenarnya!" kata Andhika masuk di antara percakapan Maulana dan Sadam.


 

"Silakan, tanyakan, Pak Andhika!" kata Maulana Husam.


 

"Master Maulana, sebelum Anda pulang dari restoran Pantai, apa ada di antara tamu restoran yang mencurigakan atau Anda curigai?" Andhika memulai pertanyaannya.


 

"Aku sibuk dan para pelayan pun sangat sibuk seperti biasa. Seperti biasa pula karena para pelayan sangat sibuk, aku sempat mengantarkan makanan ke pelanggan yang ada di meja restoran. Saat itu aku tidak melihat satu pun yang mencurigakan. Em ... tapi saat memasak aku sempat merasakan firasat buruk hal buruk yang akan terjadi kepadaku," jawab Maulana.


 

"Apa kau sempat merasakan di restoran Pantai atau di sekitarnya ada orang yang berkekuatan master?" tanya Andhika Ardan kemudian. Maulana mengingat-ingat.


 

"Em ... mungkin saja sekilas mungkin tidak, aku lupa," jawab Maulana sembari terus mengingat-ingat.


 

"Pertanyaan untukmu, Sadam! Apa kau melihat pelaku yang mencoba membunuh Master Maulana?" tanya Andhika Ardan.


 

"Aku tidak melihatnya, Pak!" jawab Sadam.


 

"Sungguh? Apa kau tidak sedang menyembunyikan pelakunya karena mungkin dia sekomplotan denganmu atau memiliki dalang yang sama?" tanya Andhika kemudian.


 

"Aku sungguh tidak melihatnya, Pak Andhika! Aku menemukan Master Maulana di gudang terbengkalai itu sudah dalam kondisi sangat buruk!" tegas Sadam Pamungkas. "Ya terserah kepadamu, jika kau tidak percaya!" imbuhnya.


 

"Bagaimana bisa, kau menemukan Master Maulana di gudang terbengkalai itu?" Andhika Ardan bertanya lagi kepada Sadam Pamungkas.


 

"Saat di rumah aku melihat gambaran Master Maulana dalam bahaya besar. Aku segera mencarinya dan akhirnya menemukannya sudah dalam kondisi mengkhawatirkan," jawab Sadam Pamungkas.


 

"Em ... ya Master Andhika! Aku sepintas sempat merasakan ada yang berkekuatan master dan levelnya jauh sangat tinggi. Dia berada di sekitar restoran Pantai saat siang. Aku merasakannya tepat setelah aku mendapatkan firasat buruk soal hal buruk yang akan terjadi kepadaku," terang Maulana saat ia mengingat hal itu.


 

"Em ... apa mungkin master yang waktu itu berpapasan denganku saat mencari Master Maulana?" duga Sadam Pamungkas yang mengingat ia sempat berpapasan dengan orang yang berkekuatan master berlevel cukup tinggi.


 

"Apa kau melihat orangnya? Seperti apa ciri-ciri orangnya?" tanya Andhika antusias karena merasa orang berkekuatan master yang berpapasan dengan Sadam adalah pelakunya.


 

"Rambutnya sebahu. Hanya itu yang aku hafal, tapi aku akan mengenali wajahnya jika bertemu dengannya lagi!" terang Sadam Pamungkas.


 

"Hm ... sepertinya rambut sebahu sama seperti orang berkekuatan master yang cukup tinggi, yang tadi mencarimu, Master Maulana. Ia menanyakan tentang kondisimu sudah meninggal atau belum. Untungnya aku mendengarnya dan segera menjawab jika kau telah tiada sejak pagi," terang Andhika Ardan. "Saat aku tanyakan kepadanya apa hubungannya dengan dirimu, mungkin keluargamu, tetapi ia sepertinya sedang menutup dirinya," terangnya lagi. "Iya, benar, sepertinya sudah jelas bahwa pelakunya adalah dia!" kesimpulan Andhika kemudian. Maulana dan Sadam mengangguk setuju.


 

"Hm ... jadi Anda, berarti Anda, Pak Andhika Ardan, tidak menuduh lagi temanku sebagai pelakunyakan? tanya Maulana memastikan Sadam Pamungkas bebas dari tuduhan buruk Andhika Ardan.


 

"Iya, tapi bagaimanapun juga, Master Sadam Pamungkas, harus tetap bertanggungjawab atas beberapa pencurian yang telah ia lakukan di berbagai tempat. Selain itu, ia juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang melakukan percobaan pembunuhan terhadap Pak Fiksi!" kata Andhika Ardan.


 

"Pak Andhika, ayolah, beri Sadam Pamungkas kesempatan!" kata Maulana Husam.